Maaf

159 30 5
                                    

Sedari tadi, Vandra terus berguling dari sisi kanan ke sisi kiri berulang kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedari tadi, Vandra terus berguling dari sisi kanan ke sisi kiri berulang kali. Tangannya memegang ponsel seraya sesekali mengecek layarnya, berharap menyala dan menampilkan nama Deka meneleponnya.

Sudah hampir jam sembilan malam, dan cowok itu belum mengabarinya. Bahkan, tadi ia sempat coba menghubungi nomornya ponsel tidak aktif.

Vandra mengubah posisinya menjadi terlentang. Membuka salah satu media sosialnya, melihat postingan teman-temannya. Sampai jarinya berhenti menggulir layar ketika ia melihat sebuah foto yang membuatnya seketika bangkit.

"Jadi, Deka ke Surabaya buat selingkuh?" Vandra menekan dua kali pada foto itu. "Jangan-jangan nomor gue diblokir?" gumamnya karena melihat postingan itu dibuat sepuluh menit yang lalu.

Sebuah foto yang memperlihatkan kedekatan Deka dengan seorang cewek berambut hitam panjang, hidung yang mancung dan sangat terlihat cantik. Mereka sedang duduk saling berhadapan dengan sebuah senyum bahagia.

Apa Vandra harus mengakui kalau ia merasakan sakit hati melihat potret itu. Senyum yang selalu Deka perlihatkan padanya, kini diperlihatkan untuk orang lain.

"Cih, gue udah bilang kalau mau selingkuh bilang dulu, juga," desahnya, menyimpan ponsel di kasur. "Ceweknya cantik lagi. Pantesan baru datang udah langsung tatap-tatapan kayak gitu."

"Susah banget, ya kalau punya pacar banyak yang suka. Kak Sena masih ngejar-ngejar, ini malah nambah lagi satu."

Sesekali ia berpikir kalau dirinya itu tidak pantas untuk Deka. Pernah sekali ia mendengar kalau Deka katanya jauh lebih cocok dengan kakak kelasnya, Sena. Sama-sama pintar dengan wajah yang menawan. Sedangkan dirinya jauh dari kata itu. Semester sekarang masuk sepuluh besar saja belajar siang-malam dan sering merepotkan Deka dan kakaknya.

Suara ponselnya membawa kembali keasadaran Vandra. Tangannya segera mengambil benda pipih yang berada di dekatnya itu.

"Ya, kenapa?" tanyanya langsung pada Deka di sana.

"Gue udah sampai di Surabaya. Sorry, telat ngabarinnya."

Vandra menganggukan kepalanya pelan. Berusaha tersenyum ketika sebuah suara lembut memanggil nama pacarnya. Selanjutnya yang ia dengar adalah jawaban yang tidak kalah lembut dari Deka.

"Kalau sibuk tutup aja, Ka. Takut ganggu," katanya setengah berbisik.

Sialan, umpat Vandra. Ia ingin menangis hanya karena mendengar suara Deka dan mendengar obrolan entah dengan perempuan mana.

"Gimana hari ini? Bahagia dong pasti, ya. Seharian habis sama Kak Deril." Terdengar jelas oleh Vandra sebuah pertanyaan  dengan nada ketus dan menyakitkan.

Hening Vandra sedikit mengkerut mendengar itu. Deka tahu kalau ia telah pergi dengan Deril?

"Tadi gue telepon yang jawabnya Kak Deril. Katanya hari ini lo seharian bahagia banget sama dia."

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang