Aleeya tak tahu.
Mencari informasi untuk menguak siapa pelaku di kisah masa lalu seseorang, membuat ia terperangkap.
Ia harus memilih antara ini dan itu.
Belum lagi, hura-hura yang timbul akibat perbuatannya. Semua menjadi kacau, tak terkendali.
"Se...
Aleeya menanggapinya dengan senyuman tipis. Kelas tampak lenggang, hari Selasa siang ini semua ngeluyur ke luar karena istirahat kedua sudah dimulai sejak tadi.
Aleeya menyedot susu kotak vanila yang dibelikan Satria. Matanya memerhatikan Rindu yang kembali menulis di buku absensi.
Tak heran Rindu sekhawatir itu dengan Liam. Bukan hanya Liam, Rindu memang perhatian ke semua anak kelas IPA 7. Di sini dia seperti sosok ibu, tak jarang ia memarahi Panji atau Satria yang kelewatan mengerjai anak kelas perempuan. Atau kadang menanyakan sudah makan apa belum kepada anak kelas yang tampak pucat.
Dia memiliki sosok keibuan, tak jarang membelikan makanan jika ada salah seorang diantara mereka tidak pergi ke kantin. Pernah juga memarahi Aleeya karena terlalu banyak mengonsumsi makanan pedas dan susu.
Bahkan anak kelas kadang memanggilnya mamah. Gadis itu hanya tertawa-tawa saja.
Sebenarnya Aleeya merasa iri, Rindu memiliki tingkat kepedulian yang tinggi. Gadis baik, yang membuat semua orang sayang padanya.
Ya, walau beberapa kali ia nyablak dan berkata pedas.
Seperti kejadian yang masih hangat di IPA 7, waktu itu Panji mengajak IPA 7 bolos bersama karena pelajaran sejarah akan tiba.
Semua terdiam karena Rindu mendesis sinis. Tapi orang tidak peka alias Satria mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Belum sempat mereka keluar, Rindu Maheswari menarik telinga mereka.
Iya, seperti seorang ibu yang memergoki anaknya maling buah tetangga. Penghuni IPA 7 tertawa ngakak melihatnya, apalagi setelah mendengar ucapannya Rindu selanjutnya.