"Saya menyayangi Putri Hannah sampai pada tahap saya bahkan takut untuk membayangkan kehilangan Putri Hannah."
Ucapan Pangeran Jimin membuat Putri Hannah menghentikan langkahnya dan berbalik, menatap Pangeran Jimin.
"Maksud Yang Mulia?"
"Sesudah sandiwara tersebut, saat Putri Hannah mungkin kembali ke Lindsor, saya baru menyadari perasaan saya. Tapi saya terlambat menyampaikan perasaan saya sampai akhirnya tiba waktunya saya bertunangan. Mengetahui keterlambatan saya, saya cuma bisa menerima akibatnya."
"Saya berusaha menekan perasaan saya dan mengalihkan perhatian dan perasaan saya pada Putri Margareth, satu-satunya calon pendamping hidup saya. Tapi Putri Margareth pun wafat. Dan berbagai berita miring muncul, tersebar ke berbagai penjuru. Saya menjadi rendah diri dan ikut beranggapan bahwa saya benar-benar terkutuk."
"Saya terus mencari Putri Hannah. Dan setelah bertemu kali itu, saya membulatkan tekad untuk menerima apapun takdir yang ada di hadapan saya, termasuk melajang seumur hidup. Saya juga diam seribu bahasa tadi siang, bukan karena saya marah mengenai penipuan identitas yang dilakukan Putri. Saya hanya memikirkan jika rumor yang beredar benar adanya, dan Putri berakhir sama seperti..........."
"Saya justru mengambil keputusan yang saya ambil sekarang ini, untuk membuktikan bahwa itu semua hanya sebuah rumor belaka. Apapun yang terjadi, paling tidak, saya akan berada di samping Yang Mulia untuk waktu yang lebih lama, mendukung Yang Mulia semampu saya untuk duduk menggantikan Raja Jisung." ujar Putri Hannah, memotong ucapan Pangeran Jimin.
"Bukan berarti saya gila hormat atau tahta. Tapi saya mengerti keinginan Pangeran untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat Wangsan. Dan kedudukan Anda sebagai Raja akan membuka banyak kesempatan yang luas untuk melakukannya. Saya sungguh-sungguh ingin mendukung Yang Mulia untuk meraihnya." lanjut Putri Hannah.
"Jadi, Putri Hannah akan menjadi Ratu bagi Raja tersebut khan?" tanya Pangeran Jimin, melangkahkan kakinya mendekati Putri Hannah.
Putri Hannah menjadi gugup dengan pertanyaan dari Pangeran Jimin yang sudah sangat jelas jawabannya.
"Ah, ng, itu.... Intinya, saya akan selalu mendukung Yang Mulia."
"Iya. Saya paham Putri Hannah akan mendukung saya. Salah satunya dengan menjadi pendamping saya khan?" untuk pertama kalinya, Putri Hannah melihat kilatan mata tajam sekaligus menggoda yang ditunjukkan Pangeran Jimin.
"Maaf, Pangeran Jimin. Saya mengantuk. Saya harus........"
"Selamat malam. Selamat beristirahat." tepat sebelum Putri Hannah melarikan dirinya yang tersipu malu ke balik pintu kamar pribadinya, Pangeran Jimin menangkap pergelangan tangannya dan mendaratkan sebuah kecupan di kepala Putri Hannah.
Pangeran Jimin pun segera berlalu, meninggalkan Putri Hannah, menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah hingga ke telinganya. Sementara Putri Hannah hanya bisa terpana sambil memegang titik di kepalanya yang bersentuhan dengan bibir sang pewaris tahta.
"Selamat malam." ucap Putri Hannah dengan lirih.
Entah karena salam balasan dari Putri Hannah atau karena berhasil memberi kecupan di kepala sang putri, Pangeran Jimin tersenyum-senyum sambil melangkah keluar dari ruangan Putri Hannah, kembali ke ruangannya.
"Kyaaaaaaaaaaaaa!!!!!" terdengar teriakan Putri Hannah seketika pintu ruangannya tertutup.
"Putri Hannah?!?!" Pangeran Jimin kembali membuka pintunya untuk memeriksa Putri Hannah.
"Ah, hehehe. Tidak apa-apa, Yang Mulia. Saya hanya terkejut menyadari sekarang sudah jam berapa." ujar Putri Hannah mengemukakan alasan seadanya untuk menutupi rasa malunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Commoner
FanfictionPutri bungsu dari Kerajaan Lindsor, Hannah Alejandra Lindsor tidak menyukai peraturan-peraturan kerajaannya yang mengikat dirinya dalam bersikap, bersosialisasi dan lainnya. Putri yang sangat suka mempelajari banyak hal, terus mengalami kesulitan da...