Beratnya Sebuah Perpisahan

39 4 0
                                    

Putri Hannah terdiam beberapa saat. Secara naluriah, ia merasa malu memperlihatkan tubuhnya dengan bebas. Bahkan kepada suaminya sendiri. Meskipun begitu, ini adalah malam pernikahan mereka. Suaminya mungkin seorang Putra Mahkota, tapi dia tetap seorang lelaki sejati.

Menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan, Putri Hannah menghentikan langkah kaki Putra Mahkota Jimin.

"Yang Mulia, tunggu saja di situ. Tapi tolong putar tubuh Anda, membelakangi saya."

Tak peduli betapa besar keinginannya untuk berbalik dan mengabaikan permintaan Putri Hannah, Putra Mahkota Jimin tetap memutar tubuhnya. Ia bahkan menutup kedua matanya rapat-rapat. Ia mengerti segala hal mengenai malam pertama adalah suatu momok menakutkan bagi setiap wanita. Dan ia ingin istrinya merasa nyaman meskipun ini adalah malam pertama keduanya menghabiskan waktu sebagai pasangan suami istri yang sah.

Terdengar suara gaun yang terhempas di lantai, diikuti dengan suara gemericik air. Mendengarnya, debaran jantung Putra Mahkota Jimin pun mulai tak beraturan. Tangannya mengepal kuat, menahan segala macam dorongan yang berkecamuk dalam tubuh dan pikirannya.

"Yang Mulia, sudah. Saya akan menutup mata saya, jadi silakan Yang Mulia mengambil waktu sebanyak mungkin. Tapi ketika Yang Mulia masuk ke dalam bathtub ini, bisakah sedikit memberi jarak antara kita berdua? Maaf, tapi tolong beri saya sedikit waktu lagi."

"Tidak apa-apa, Putri juga boleh mengambil waktu sebanyak mungkin. Ini mungkin malam pertama kita berdua, tapi kita menikah untuk selamanya. Saya memiliki waktu yang sangat banyak untuk melakukan hal yang biasa dilakukan di malam pertama pernikahan. Saya hanya perlu menjadikan setiap malam sebagai malam pertama."

Putra Mahkota Jimin segera membuka pakaiannya, tidak peduli Putri Hannah sudah menutup mata atau belum. Ia menyadari kalau dirinya merasa malu, maka Putri Hannah pun juga akan merasakan hal yang sama. Sementara itu, sedikit jarak dan waktu tidak akan menyakiti siapapun.

Setelah berendam setidaknya selama 30 menit, mereka berdua keluar dari kamar mandi dengan cara yang sama. Putri Hannah keluar terlebih dahulu dan segera mengenakan gaun tidurnya, beberapa saat kemudian Putra Mahkota Jimin muncul dan juga segera melakukan hal yang sama.

"Selamat malam, selamat tidur, Putri." ujar Putra Mahkota Jimin, memberi kecupan selamat malam di kening Putri Hannah dan kemudian memejamkan matanya.

"Ng??" Putri Hannah terkejut dengan sikap Putra Mahkota Jimin yang memilih untuk memejamkan matanya segera setelah keduanya merebahkan diri berdampingan di pembaringan mereka.

Putri Hannah menghela napas berat dan memutar tubuhnya, membelakangi Putra Mahkota Jimin.

Mungkin sikapku telah membuat Yang Mulia merasa jengah. Hhhh, pasti begitu. Di setiap belahan dunia pasti selalu ada pengantin wanita yang memiliki pengalaman yang sama denganku. Meskipun begitu, mereka pasti tetap melakukannya.

Hhhh. Aku dan pikiran kolotku.

Sementara Putri Hannah tenggelam dan panik dalam pemikirannya, Putra Mahkota Jimin menatap punggung Putri Hannah dengan gemas. Melalui lensa matanya, Putri Hannah terlihat seolah sedang menghukum dirinya sendiri. Tubuhnya semakin meringkuk di dalam selimut.

"Putri mau tidur dalam pelukan saya seperti waktu itu?"

Satu pertanyaan dari Putra Mahkota Jimin membuat Putri Hannah terkejut dan bereaksi dengan cepat.

"Boleh?"

"Tentu saja. Kemarilah." ujar Putra Mahkota Jimin membuka kedua lengannya lebar-lebar.

Putri Hannah membawa dirinya masuk dalam pelukan Putra Mahkota. Lengan kekar yang memeluk tubuhnya, dengan seketika memberi rasa aman dan nyaman baginya. Detak jantungnya yang sedari tadi tak beraturan, kini mulai menemukan ritmenya.

My Beloved CommonerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang