Tujuh Belas

799 83 14
                                    

"Abang udah pulang?"

"Udah, Ay. Kenapa?"

"Aku boleh mintak tolong gak?"

"Boleh lah." Jawab Alan lalu melirik Calya yang tengah memperhatikannya dengan raut wajah kesal tapi juga tidak bisa diutarakan karena dia tau siapa penelpon tersebut.

"Aku lagi di gramed Gajah Mada, disini hujan. Dari tadi udah pesan ojol tapi enggak di pick up, mungkin karena hujan." Jeda sebentar, meskipun dalam hitungan beberapa hari lagi hubungan mereka genap berjalan dua tahun tidak lantas membuat Erin menggantungkan dan meminta tolong terus menerus dengan Alan.

"Boleh jemput aku?"

Diam sejenak, Alan melirik Calya yang masih memperhatikannya dengan seksama, dia tengah berada di ambang kebingungan, tidak menjemput Erin pasti hanya akan membuat pikiran dan hatinya tidak tenang, tapi meninggalkan Calya disaat tadi pagi dia beringkar dan tidak menjemput wanita ini dengan sengaja juga pilihan yang sulit.

"Bisa, bang? Kalau enggak bisa yaudah, aku bisa tunggu hujanya reda."

"Bisa. Kamu tunggu disitu." Jawab Alan langsung, mana mungkin dia tega membiarkan Erin menunggu hujan reda sementara dia bisa menjemput wanitanya langsung.

"Oke, aku tunggu ya. Entar kalau udah sampai kabari ya, biar aku turun."

"Iya, Aya. Nanti abang kabari ya."

Panggilan tertutup menyisakan keheningan antara Alan dan juga Calya. Tanpa Alan bicarapun dia yakin kalau Calya sudah mendengar dan tau apa yang harusnya dia lakukan. Turun dan pulang sendiri.

"Gila kamu!"

"Maaf, tapi Aya lagi butuh."

"Kamu pikir aku enggak butuh gitu?"

"Tapi dia lebih urgent, Calya. Kamu kan masih bisa stay disini, atau naik taksi dari sini juga masih banyak."

"Hebat kamu."

"Atau kamu tunggu aku jemput dan antar Aya." Ucap Alan memberi pilihan ya walaupun dia tau kalau pilihan itu tidak cukup baik dibandingkan Calya yang bisa memilih taksi disekitar kantornya lalu pulang lebih cepat.

"Gak perlu."

"Nanti aku ke apartemenmu." Kata Alan terakhir sebelum Calya keluar dan membanting kasar pintu mobilnya.

Berhubung kantor Calya tidak jauh dari tempat Erin berada maka hanya butuh waktu kurang lebih tiga puluh menit bagi Alan untuk tiba dan mengabari Erin bahwa kekasihnya itu tidak perlu turun, biar dia saja yang menghampiri Erin daripada Erin yang harus mendatanginya.

Erin bilang dia masih berada di lantai dua di lorong buku novel best seller tempat yang setiap kali selalu disinggahi oleh Erin. Kakinya berjalan mencari sang pujaan hati yang ternyata sedang berdiri dengan kepala tertunduk membaca satu buah buku yang terbuka diseperempat halamannya.

Sambil tersenyum gemas dia berjalan pelan tanpa menimbulkan suara dan semakin dekat dengan aroma tubuh vanilla yang menjadi candunya.

"Hai, Aya-nya abang." ucap Alan sambil melingkarkan kedua tangannya dipinggang Erin lalu mengecup singkat pipi kiri sang kekasih.

"Abang! kaget tau." Balas Erin lalu menurunkan tangan Alan yang merangkul tubuhnya, "untung gak ada riwayat penyakit jantung."

Bukannya merasa bersalah Alan justru tertawa lalu mencubit hidung Erin hingga muncul bercak kemerahan dikulit putih susu Erin, "pulang?" tanya Alan tapi tidak lantas membuat Alan ingin benar-benar langsung pulang, kalaupun Erin masih mau menghabiskan waktunya lebih lama disini, Alan bersedia menemani dia.

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang