Enam Belas

724 64 18
                                    

Alan sudah bisa tersenyum lebar, tertawa lega karena bebannya dengan Erin lepas. Diamnya Erin memang sungguh menyiksa akal sehat Alan, bisa-bisanya dia tidak sadar dan menjadi pemalas karena otaknya tidak pernah berhenti memikirkan Erin.

Untung saja semuanya kembali begitu dia bisa melihat, merasakan, dan juga melepas rindunya dengan Erin.

"Enggak capek senyum terus, Lan? Dapat jatah berapa jam dari Erin?" cibir Yogi ketika mereka berempat sedang berkumpul menikmati brunch.

"Halah gak usah heran." Sahut Fajar sementara Ardi tidak berkomentar apapun, mata dan tangannya masih sibuk mengetikkan balasan pesan untuk seseorang disana.

"Selain lo yang memang udah jadi bucin tolol, anak dugong ini juga belakangan lagi sibuk sama cemceman barunya."

"Serius nih kayaknya? Ya gak, Di?" tanya Yogi sambil menyepak lutut kering Ardi di bawah meja karena dari tadi ocehan mereka tak kunjung mendapat balasan.

"Apanya? Alan bucin Erin? Halah cuma topeng doang itu!"

"Beneran, Lan? Gue ikhlas lahir batin jadi pengganti lo."

Alan mendengus, mengambil gawainya dan belum ada notifikasi balasan dari sang pujaan hati disana. "Aya dimana?" tanyanya kepada Ardi

Bukannya langsung menjawab, alis Ardi malah menukik dengan mata yang menyipit tajam menatap Alan, "Gak tau lah, gila aja. Cewek lo kenapa nanyaknya ke aku."

"Tanyain ke Bri."

"Carrefour." Jawab Ardi, sebenarnya dia sudah tau tapi malas saja memberi tahu Alan toh apa gunanya dia punya kontak pacarnya kalau Ardi lebih tau segalanya tentang Erin dibandingkan Alan sendiri, "Makanya punya pacar itu dijaga, disayang, udah tau pacar mulus bin cantik kayak princess masih aja nyantol ke taik. Giliran gak ada kabar lo sendiri yang ribet."

"Ngapa sih? Ada masalah hidup apa?" tanya Fajar akhirnya bersuara karena bingung mendengar perdebatan kurang bermutu dari dua teman didepannya saat ini.

***

"Ya kenapa enggak balas pesan abang, Ay?"

"Lowbet lupa ngecas, lupa bawak usb jugak."

Alan berdecak kesal, waktunya kemarin masih belum cukup panjang untuk bermanja-manja dengan Erin tapi bisa-bisanya kekasihnya itu mengabaikan barang penting yang menjadi satu-satunya alat komunikasi setiap orang.

"Jadi gak belanjanya?"

"Maaf ya, bang. Aku udah belanja duluan. Nanggung masak cuma ngawani Bri doang."

"Loh Aya!"

"Ih apasih, kaget tau."

"Orang udah nunggu jugak, bisa-bisanya kamu malah belanja sama yang lain."

"Kapan-kapan belanja lagi ya."

"Lain kali abang kasih pengingat biar ingat janjinya sama siapa perginya sama siapa."

"Boleh, silahkan dibuat biar aku juga bisa kasi pengingat ke pacar aku supaya dia enggak sibuk kerja terus berbulan-bulan sampai enggak ingat waktu ketemu."

Sambil bertelponan tangannya masih menatap layar gawai yang menampilkan room chat dirinya dengan Erin. Bibirnya tersenyum tidak jelas melihat foto menggemaskan yang Erin kirim kepada Alan. Foto yang dikirim setelah Erin tiba di indekos dengan wajah puppy eyes karena tau Alan mengirim banyak pesan tapi baru bisa dibalas berjam-jam kemudian.

"Gemes banget pacar, abang."

"Tentu." Balas Erin lantang lalu tertawa lagi, "Udah dulu ya, entar kalau telponan terus besok abang sok-sok sibuk."

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang