Dua Puluh Tujuh

1.3K 117 7
                                    

Berhari-hari tanpa kabar, tanpa pulang dan tampak seperti manusia setengah zombie. Setelah tak masuk kantor selama sepekan, akhirnya Alan harus balik lagi.

Kembali melanjutkan sisa hidupnya yang penuh dengan penyesalan jika masih ingin melihat hari esok, sebab hidup butuh uang paling tidak untuk makannya.

Sejak kejadian malam itu, dia tidak pernah lagi pulang. Benar-benar tidak pernah pulang ke rumah orang tuanya.

Dia masih belum siap, lari sejenak dari masalah memang bukan solusi yang tepat, tapi mendatangi Mamanya dan didesak untuk terus menerus membawa Erin ke rumah hanya akan membuat pikiran dan perasaannya tidak karuan.

Iya, syukur Mamanya belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Jika sudah tau, tercorenglah dia dari daftar ahli waris keturunan Gunandhya.

Rutinitasnya sangat monoton, tidak berwarna, tidak hidup tidak lagi bahagia, mati, suram, pekat dan hitam.

Kenapa rasanya dia yang menyakiti lalu dia yang merasa sangat tersakiti?

Setiap hari datang ke kontrakan Erin, setiap hari menunggu wanitanya keluar dari pintu. Satu menit dan hanya bisa melihat dari jarak 500 meter saja dia sudah merasa aman dan tentram.

Sedalam itu peran Erin dihidupnya, dalam sekali. Dan sekarang Alan menyesal dan akan menjalani sisa hidupnya dengan penuh penyesalan.

Jika Erin mengutuknya menjadi pria paling menyedihkan di muka bumi ini, dia akan berusaha menikmatinya. Demi Erin.

Bucin? Tolol? Terserahlah, cinta memang buta, cinta tidak bisa dipaksa untuk sewajarnya saja.

"Halo, Tante. Iya, Alan lagi keluar. Lagi ketemuan sama ...., ah biasalah Tante lagi hectic memang ini. Kejar target buat nikah," Ardi masuk kemudian berjalan mengarah ke kursi Alan dan melotot ketika menyebut kata 'nikah'.

Iya, Alan sadar dan tau betul dari tadi Mamanya menelpon. Bukan berniat jadi anak durhaka, tidak sama sekali.

Tapi hatinya sedang kacau dan ingin sendiri, kalau dia angkat sudah pasti yang dilontarkan wanita paruh baya itu adalah adalah sekalian bawak lemarimu pindah gakusah pulang lagi!

Ah Mamanya! Seperti apa jadinya kalau dia tau putra satu-satunya ini, putra yang dia bangga-banggakan karena berhasil memilih Erin sebagai calon mantunya justru memilih wanita lain dan meninggalkan Erin.

Tapi tidak juga, dia tidak pernah benar-benar meninggalkan Erin, dia tidak pernah mau. Bahkan ketika dia tau resiko yang akan dia terima, dia tidak pernah meninggalkan Erin. Erin yang justru menyerah dan memutus hubungan mereka.

"Mama kau jenkk, angkat jangan durhaka. Dikutuk jadi malin Alan tau rasa kau." Kata Ardi begitu panggilan sudah diakhiri dengan ucapan salam.

"Bilang apa?"

"She asked you, tho. What else? Don't forget to take a lunch ya, Di. Ajak juga itu Alan entar sakitnya kumat." Kata Ardi memperagakkan suara Mama Alan.

Alan mendengus sudah dia duga. Baru saja otaknya ingin kembali fokus menafsir deretan angka yang menumpuk di e-mail tiba-tiba Ardi berteriak histeris.

"Oh my God, kita dimana ini!" tidak bisa dipungkiri jika tingkah laku seseorang tercerminkan dari siapa orang terdekatnya saat ini.

"Bukak IG, Lan. Open it right now!"

"Apasih! Gak guna!"

"Your ex posted one photo, and see how many crocodiles reptiles marked comments. I think your life will end up soon."

Dalam hitungan detik tangan Alan sudah membuka Instagram dan mencari nama Erin bermodalkan akun fake.

Karena apa? Karena Erin sudah memblokir akun Alan dan sampai kapanpun Alan tidak akan lagi bisa melihat aktivitas Erin.

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang