Dua Puluh Delapan

1.2K 104 8
                                    

Sebenarnya, sejak mendapati panggilan dari Mamanya, Alan sudah punya feeling jika ada yang tidak beres.

Dan benar, begitu dia pulang dua tamparan sekaligus langsung menyambut wajahnya, mendarat dan membekas sempurna di kedua sisi.

Itu baru dari Mamanya, belum lagi bogeman kencang dari Bapaknya yang meski sudah berusia lebih dari 50 tahun masih saja memiliki tenaga yang cukup membuat tubuhnya sempoyongan ke dinding.

Tanpa perlu bertanya lagi apa salah dan sebabnya dia diamuk masa, Alan sudah bisa memastikan jika ini ada hubungannya dengan Erin.

Memang, cepat atau lambat perlakuan seperti ini akan dia dapati.

Mamanya yang menampar dia lalu menangis, sedang Papanya menatapnya dengan tatapan murka karena membuat istrinya sedih sekaligus kehilangan calon mantu terbaik.

"Siapa perempuan itu Alan!?" tanya Mamanya tapi Alan masih diam, kalau Mamanya tau siapa wanita itu dia jamin ibu yang telah mengandung dirinya itu akan menjadi lebih marah berkali-kali lipat.

"Selain pengecut, pecundang, penipu kamu juga bodoh!"

"Kamu tau siapa yang kamu sakiti? Kamu tau sekarang ini berapa banyak laki-laki yang bersedia gantiin kamu untuk Aya?"

"Kenapa kamu diam aja? Puas kamu buat aku malu di depan keluarga Aya, kamu enggak pernah mikir gimana malunya aku di depan Papanya kalau tau anak laki-lakiku menyakiti anak perempuan semata wayang Om Ridwan!" ucap Mamanya dengan nafas tersengal-sengal.

"Ma..."

"Jangan panggil aku Mamamu sebelum kamu jawab siapa perempuan itu!"

"Ma..."

"Jawab Alan!" giliran Papanya yang bersuara, mau tak mau Alan harus bersuara.

"Dia Calya, teman SMA ku, Ma."

"Bawa dia kesini, kalau memang dia pilihanmu bawa dia kesini. Kenalin dia sama seperti kamu ngenalin Aya kesini."

"Dan jangan salahin aku kalau aku enggak suka dia!" peringat keras Mamanya, "Jangan balik ke rumah aku, sebelum kamu bawak dia atau wanita lain yang lebih baik dari Aya."

Drama macam apalagi yang ada di hidupnya ini, setelah kehilangan Aya, dikhianati Calya, dan sekarang diusir secara tidak langsung oleh keluarganya.

Mana bisa dia membawa Calya apalagi wanita yang lebih baik dari Erin, karena di mata Mamanya, Erin lah gadis paling baik yang dia temukan.

Oh satu lagi mungkin masalah yang belum selesai dan belum dia hadapi, orang tua Erin.

Bagaimana caranya dia meyakinkan kembali hati orang tua yang anaknya sudah dia sakiti.

Dia bukannya melepaskan Erin sepenuhnya, tidak sama sekali. Dia sedang berjuang merangkai kembali gelas yang sudah pecah itu.

Tidak perduli secacat apa akhirnya, tapi dia akan berusaha jika gelas tersebut akan kembali bersatu dengan dia yang bersumpah akan bersama dengen Erin selamanya.

Selamanya dan tidak akan ada kejadian bodoh yang kembali terulang, tidak akan ada, Alan jamin itu.

"Bangsat!" makinya dalam mobil.

Pusing kepala memikirkan hubungannya, orang tua, bercampur aduk dengan hantaman keras yang dilayangkan oleh Bapaknya tadi.

Sumpah demi apapun, baru tadi rasanya Alan melihat kedua orang tuanya marah besar, sesuatu yang tidak pernah dia temui sebelumnya.

Tiara is calling...

"Hallo."

"Abang jahat, aku benci sama abang! Apa sih kurangnya kak Aya, cantik, pintar, setia, mati aja udah kau bang!!"

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang