02. Kembali

262 28 0
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!!

___________________________________________

Kejadian di kantin membuat Laura berlari menuju toilet, setelah beralasan kepada temannya bahwa dia akan mengganti seragamnya. Laura duduk di atas kloset salah satu bilik. Dirinya menangis dalam diam. Dia tidak menyangka, bahwa Arkan telah membuka lukanya yang telah dia kubur. Saat-saat mengerikan yang pernah dia alami, saat Papanya sendiri  menghukumnya dengan menguyur dirinya dengan air es.

Kalian tau, Laura memiliki kulit yang sensitif dengan rasa dingin. Papanya tau itu, tapi dia tidak mengurungkan niatnya.
Sampai sekarang Laura kebal dengan rasa dingin, bagaimana jika kalian berada di posisi Laura. Yang sering mendapatkan guyuran air bercampur es. Membayangkannya membuat bulu kuduk merinding.

Laura kecil bisa saja lari menolak, tapi Laura kecil tidak melakukannya. Dia terima akan hukuman apa saja yang Papanya berikan, asal itu membuat orang yang dia sayang bahagia.

Keluarganya membenci dirinya, sekarang, orang yang ia cintai juga merasa jijik dengannya. Laura mengusap kasar air matanya. Setelah menarik nafas, dia bergegas memakai baju cadangannya lalu keluar bilik. Membasuh wajahnya, memandangi wajahnya yang pucat dari kaca wastafel toilet. Dia mengoleskan sedikit lip tint agar tidak terlihat pucat. Lalu keluar dari toilet.

"Lau, lo ke mana aja sih?" tanya Bela.

"Gue dari toilet,"

"Tapi kok lama," Vina bersuara.

"Yah, tadi gue kebelet juga jadi lama." Mereka mengagguk.

"Udah yuk, kelas mau di mulai," ajak Tari.

"Lah, tumben lo ngebet ke kelas, biasanya juga ogah ogah an," ucap Bela memandang remeh Tari.

"Apa heh!"

Kelakuan mereka membuat Laura tersenyum tipis. Dia beruntung memiliki sahabat seperti mereka. Laura mendorong mereka agar berjalan menghadap depan.

"Udah ayok," ajak Laura.

****

Bel pulang sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Namun Laura masih belum beranjak dari tempatnya, teman-temannya ia suruh untuk pulang duluan. Kini tinggal dirinya sendiri yang sibuk dengan buku-bukunya.

Flashback on

Laura kecil sangat bahagia karena mendapat nilai yang paling tinggi di kelasnya. Laura kecil tak sabar untuk memberi tahu kedua orang tuanya. Di sampingnya berdiri gadis kecil tak lain adalah adiknya.

"Hah, kakak hebat dapat peringkat satu di kelas, tapi aku cuma dapat peringkat lima di kelas aku," ucap Lesya kecil sedih.

"Kesya jangan sedih, peringkat lima itu bagus kok," ujar Laura kecil menyemangati Lesya kecil. Lesya kecil mengagguk.

Tak lama, mobil hitam berhenti di depan mereka berdua. Memunculkan Arendra dan Mirna Papa dan Mama Laura dan Lesya.

Mereka berdua berlari menuju Papa Mama nya dengan senyum yang mengembang.

"Aduh anak Mama," ucap Mirna memeluk Lesya kecil. Laura kecil menatap bahagia keduanya, Laura kecil menunggu gilirannya.

Setelah Mamanya melepas pelukannya dari Lesya kecil, Laura kecil merentangkan kedua tangannya ingin memeluk Mamanya, namun Mamanya masih menanyai Lesya. Laura kecil sabar menunggunya.

"Gimana hasil ujian kamu?" tanya Papa ke Lesya kecil.

"Maaf Pa Ma , aku cuma dapat peringkat lima." Lesya kecil menunduk sambil memberikan kertas lembaran hasil ujian.

"Gak apa-apa, peringkat kelima itu sudah bagus, Lesya tingkatkan lagi ya," ucap Mama menenangkan Lesya kecil.

" Kak Laura hebat Mah, dia dapat peringatkan pertama," ujar Lesya kecil membanggakan kakaknya itu. Laura kecil tersenyum, mungkin kini gilirannya mendapat pelukan. Dia merentangkan kedua tangannya lagi, namun Mama serta Papanya malah berbalik akan masuk ke dalam mobil.

"Oh," jawab Mama singkat menuntun Lesya kecil untuk ikut masuk. Seketika senyum bahagia Laura kecil sirna, tergantikan oleh senyum getir akan takdirnya. Bahkan dirinya tak di ajak untuk ikut masuk ke dalam mobil. Dan mobil itu melaju meninggalkannya.

Setelah kepergian mereka, barulah tak ada lagi tarikan keatas di kedua sudut bibir Laura kecil, kini Laura kecil menggigit bibir bawahnya untuk menahan air mata yang akan turun.

Laura kecil melihat sekelilingnya, banyak orang tua dan murid saling berpelukan, tertawa, dan bahagia bersama. Namun dirinya? Tak mau berlama-lama dirinya berjalan kaki untuk pulang ke rumah.

Flashback off

Tes ...

Setetes cairan bening jatuh di atas bukunya, Laura kembali mengusap kasar wajahnya. Dari kecil dia mengira bahwa, dengan dirinya rajin sekolah dan memiliki kepintaran, maka kedua orang tuanya akan menaruh sedikit perhatian kepadanya. Namun, sampai sekarang itu hanya menjadi sebuah harapan saja.

Dia tidak benci kepada adiknya, tapi dia iri dengannya. Sampai rasa iri itu membuat dirinya takut untuk bersanding dengan adiknya, karena dia akan melihat jelas perbedaan perlakuan orang tuanya terhadap mereka berdua.

Mengambil sebuah foto dari dalam buku hariannya. Memandangi setiap wajah yang ada di dalam sana. Enam orang yang sedang bahagia, itulah yang Laura lihat saat ini.

"Kapan kamu kembali, Ara kangen, A--ara sendiri di sini," ucap Ara pelan memandang salah satu dari keenam orang yang ada di foto itu.

Sekiranya selesai dengan kegiatannya, Laura mengemasi buku-buku nya berniat untuk pulang. Langkahnya terhenti saat melewati koridor dekat lapangan basket.
Dia melihat dari kejauhan, seorang laki-laki yang sulit berjalan, namun tampak hitam karena menghalangi cahaya.

Sebenarnya dia tidak takut kalau itu laki-laki berbahaya, tapi beda lagi kalau itu bukan orang. Laura masih mematung, sampai wajah laki-laki itu sedikit terlihat oleh matanya.

"Arkan?" Laura mengernyitkan dahinya karena Arkan masih berada di sekolah jam segini. Dan tunggu! Sulit jalan dengan wajah babak belur! Ada apa ini sebenarnya.

Laura masih mematung, sampai Arkan berada di hadapannya dan melewatinya begitu saja. Laura berbalik badan, menunggu ke arah mana Arkan akan berjalan.

"UKS?" gumam Laura, mungkin Arkan ingin mengobati luka-lukanya. Tak bisa di pungkiri bahwa Laura khawatir, jadi dia mengikuti Arkan sampai dia melihat Arkan kesulitan mengobati luka di dahi dan tangannya.

Laura berjalan mendekat ingin membantunya, walaupun Arkan tidak mencintainya tak apa, dia tak bisa memaksa. Memang perasaan dari dulu tidak bisa dipaksakan.

Laura merebut kapas itu dari tangan Arkan. "Mau apa lo?" tanya Arkan menatap Laura.

Laura tak menghiraukan itu, dia mengambil obat merah lalu meneteskannya di setiap luka Arkan.

Tak sengaja saat Laura menekan luka Arkan, dia merintih kesaktian, dan itu membuat Laura refleks meniup luka tersebut.

Perlakuan Laura itu tak lepas dari pandangan Arkan. Arkan menatap Laura dengan intens, membuat Laura hampir salah tingkah dibuatnya.

"Kenapa di jam segini kamu masih di sekolah?" tanya Laura penasaran, dan lagi dari mana Arkan mendapat luka-luka ini.

"Bukan urusan lo," jawab Arkan dengan nada dingin dan wajah datarnya seperti biasa.

Tak mau membuat keributan, setelah selesai dirinya langsung meninggalkan Arkan.










Hallo semua, kembali lagi bersama Ndysar, yuk follow cerita ini. Jangan lupa follow akun author kalau gak mau ketinggalan ceritanya. Muah😌

CUS GESER KE PART SELANJUTNYA

Alone AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang