Dengan malasnya, Laura beranjak dari tempat tidur. Dia mandi untuk menyegarkan pikirannya. Setelah itu,Laura pergi ke taman belakang. Sambil memikirkan dua hari ke depan apa yang akan ia lakukan.Tak mau membuang-buang waktu, Laura memasuki mobilnya dan mengendarai nya menuju sebuah tempat.
Tak memakan waktu lama, Laura sudah sampai di sebuah cafe dengan nama 'Happy Cafe' adalah cafe miliknya yang ia bangun dari uang kerja kerasnya sendiri. Tak ada yang tau bahwa Laura juga kerja di kantor milik opanya, yaitu ayah dari ibunya, orang tuanya pun tak tahu menahu bahwa Laura memiliki beberapa Cafe. Cafe ini juga dibantu pemasaran oleh opanya tersebut. Dan sekarang cafe ini sudah sangat berkembang pesat. Laura sudah memiliki lima cabang di Jakarta. Dan tentunya cafe tersebut sangat dicari oleh kalangan muda-mudi.
"Selamat siang mbak Laura, tumben ke sini," sapa salah satu karyawan yang berdiri di meja kasir. Laura menjawabnya dengan anggukan.
Jujur saja, semua karyawan di sana sangat salut dengan Laura, pembisnis muda yang sangat jarang mereka temui. Mereka selalu melihat banyak remaja menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang bukannya mengurus pekerjaan seperti Laura.
"Karena saya tidak sekolah hari ini, saya ingin ke ruangan saya," ujar Laura lalu melenggang ke ruangan pribadinya yang memang sengaja dibangun.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Masuk!" suruh Laura dari dalam ruangan.
Seorang laki-laki paruh baya masuk ke dalam ruangan Laura.
"Permisi mbak, ada apa memanggil saya," ucap laki-laki tersebut yang bertugas sebagai manager di cafe ini. Laura mempersilahkan laki-laki tersebut duduk.
"Saya ingin laporan keuangan, tolong rekap dan berikan kepada saya,"
"Dimengerti mbak,"
"Oh iya pak Agus, selama saya tidak ada di sini. Apakah ada kendala?"
"Tidak ada mbak, selama ini semua pelanggan puas akan kinerja semua karyawan dan juga kualitas makanan yang ada." Perkataan pak Agus membuat Laura senang.
"Bagus, tolong segera kerjakan apa yang saya minta tadi." Pak Agus mengaggukkan paham dan izin meninggalkan tempat.
Setelah perginya pak Agus, Laura menyenderkan bahu dan kepalanya pada badan kursi. Memejamkan mata menghadap ke atas. Entah mengapa kepalanya sangat pusing saat ini.
Membuka laci meja, mengambil beberapa butir obat sakit kepala di dalamnya, lalu meneguknya dengan kasar. Dirasanya akhir-akhir ini, badannya sangat sakit sekali. Tapi Laura mengaggap itu hanya kecapekan semata. Karenanya dia tidak pergi ke rumah sakit atau sejenisnya.
Laura sibuk dengan laptopnya, suara getaran mengalihkan atensinya.
Drrreett ...
HP Laura berbunyi, memampangkan sebuah nama.
"Halo,"
"Oi buset, lo gak masuk sekolah Lau?"
"Enggak, gue di skors,"
"LAH KOK BISA!!" sontak saja Laura menjauhkan HPnya dari telinganya berada. Tari berteriak sangat keras, hingga mungkin membuat kendang telinganya sobek.
"Tanya aja sama Bela, Tari! Dan please jangan teriak kek gitu, telinga gue bisa sakit." Terdengar kekehan dari sang empu yang berada di seberang.
"Berapa hari?" Vina mengambil alih HP Tari. Sedangkan Tari mengomel di samping Vina saat ini. Bela hanya terdiam, mungkin nanti dia akan menceritakan kejadian kemarin kepada Tari dan Vina.
"Tiga hari Vin,"
"Yah, gak seru dong Lau gak ada kam--" sekarang Tari kembali memegang HPnya setelah merebutnya dari Vina. Terdengar grusuk-grusuk di seberang. Laura tebak, mereka sedang bertengkar. Tak terasa Laura ikut tersenyum membayangkan tingkah mereka saat ini.
"Gue tutup, Guru botak udah masuk kelas." panggilan pun terputus, Laura juga memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya.
Laura membuka akun Instagramnya, sudah lama ia tak membuka aplikasi tersebut. Saat men-scroll berandanya, tak sengaja ia melihat foto unggahan sang adik. Lesya dan semuanya sedang bahagia di Swedia tanpanya. Ada rasa yang sangat sakit di benaknya. Menggeser slide baru, ternyata mereka ada di rumah sakit. Dan tunggu, mata Laura menangkap seseorang yang berbaring di brankar rumah sakit.
Dia tersenyum menghadap kamera, setetes air mata sudah meluncur keluar dari pelupuk mata Laura. Kakaknya sudah sadar, Lando, saudara kembar Laura.
Saudara macam apa dia, hingga tak ada di samping kakaknya sendiri, saat kakaknya siuman setelah empat tahun terbaring di rumah sakit yang dingin. Seharusnya dia di sana. Seharusnya dia yang terbaring selama itu. Dan seharusnya, seharusnya ini terjadi padanya.
Laura menghapus sisa-sisa air mata yang berada di pipinya. Lalu menutup aplikasi tersebut. Dia beranjak keluar dari ruangannya, ingin mencari udara segar setelah berpamitan kepada para karyawannya.
Makasih untuk yang sudah baca part ini.
Jangan lupa vote dan komen ya, follow akun author ok!!😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone Again
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Selamat Tinggal Dunia Laura mungkin jahat dan Laura pantas untuk dibenci. Tapi, akankah kalian memahami Laura? melihat Laura dari sisi dalamnya, bukan hanya dari sisi luarnya. Dia tak mau berharap lebih dari kalian, karena...