"Ka--kak, buk--" ucapan Dina terpotong oleh Arkan yang menyelanya."Kamu diam aja Din, aku tanya ke dia bukan kamu." Nada suara Arkan menurun saat berbicara dengan Dina. Laura tersenyum miris.
"Sekali lagi, lo yang lakuin ini semua?" tanya Arkan, "jawab!" Nadanya naik satu oktaf, tak ada yang bersuara.
"Apa-apan lo nuduh Sabahat gue, nih gue kasih vid--" Bela menghentikan ucapannya saat tangan Laura mencekeram tangannya yang akan mengeluarkan HP nya. Semua kejadian terekam jelas di HP Bela, tapi mengapa Laura menghentikannya.
"Lo mau ngomong apa? Yang jelas woi," ujar Gery kehilangan kesabaran.
"Iya, gue yang lakuin ini semua, puas?" Perkataan Laura membuat Bela terkejut, kenapa sahabatnya satu ini mengakui kesalahan orang lain.
Sebuah tamparan mendarat di pipi Laura. Laura meringis, menurutnya sebuah tamparan tak asing baginya. Setiap hari pun dia mendapatkan tamparan, entah itu dari Papa nya atau Mama nya.
"KAK!!"
"LAURA!!"
Bela dan Dina berteriak bersamaan.
"Itu buat lo karena nyakitin cewek yang gue sayang," setelah mengatakan itu Arkan membawa Dina pergi dari gudang. Bela meremas tangannya marah, seharusnya bukan Laura yang mendapatkan tamparan. Bela hendak menyusul Arkan d.k.k tapi Laura menghentikan niatnya itu.
"Lo apa-apaan sih Lau, lo di sini gak salah," ucap Bela kesal.
"Tunggu tanggal mainnya Bel, cukup lo, Tari dan Vina percaya sama gue aja itu udah buat gue gak merasa sendiri." Laura meninggalkan Bela yang masih mematung.
Bela menatap nanar punggung Laura yang menjauh dari tempatnya.
"Lo baik Lau, tapi kenapa lo terlalu baik. Orang kayak lo itu gak boleh disia-siakan kayak gini, mereka bakal tau gimana rasanya kehilangan lo." Mata bela berkaca-kaca.****
"Atas nama Laura Sekar Aditama, dipanggil ke ruang BK sekarang." Seorang cewek berkacamata memberi pengumuman kepada semua warga kelas 11 IPA 2.
Laura yang merasa bahwa itu namanya pun beranjak dari tempat duduknya menuju ruang BK berada.
Setelah mengetuk pintu, Bu Sari selaku guru BK memberi izin untuk masuk. Di sana sudah ada Arkan yang duduk di hadapan Bu Sari.
"Duduk Laura," suruh Bu Sari.
"Jadi, kamu tau kan apa yang telah kamu lakukan?" Laura mengagguk.
"Bisa jelaskan?"
"Saya yang bully Dina." Perkataan Laura menyulut emosi Arkan, tangannya menggepal erat, Laura merasakan bahwa Arkan yang berada di sampingnya menahan amarahnya.
"Kamu tidak ada pembelaan?" Laura menggeleng.
"Saya hanya ingin mengatakan, bahwa semua orang menyimpulkan isi sebuah buku hanya dari covernya, bukan dari isi cerita buku tersebut. Karena mungkin kalian mengira saya yang berbuat, dan karena nama saya juga sudah kotor, jadi saya menerima tuduhan ini," ucapan Laura membuat Arkan membeku, apa maksud dari ucapan yang di lontarkan Laura itu.
"Baiklah, sesuai hukum yang berlaku, kamu di skors selama tiga hari." Laura menerimanya dengan tenang.
"Kalau begitu, kalian bisa keluar sekarang,"
Laura dan Arkan keluar bersamaan, mereka berdua berjalan berlawan arah.
****
"Bro, jadi si Laura dapat hukuman apa?" tanya Edo penasaran.
"Skors tiga hari," jawab Arkan setengah sadar dari lamunannya.
"Wah keren." Cuma Edo yang bisa mengaggap skors adalah sesuatu yang keren.
"Saran gue ya Ar, lo harus dengerin dari dua pihak. Belum tentu apa yang lo lihat itu yang sebenarnya terjadi." Faris yang sedari tadi diam pun ikut bersuara. Dari tadi dia hanya berperan sebagai penonton. Bukan berarti dia acuh dengan keadaan yang ada. Tunggu waktu yang pas untuk bersuara adalah salah satu kebiasaannya.
Arkan masih menimba-nimba perkataan Faris yang mengganjal di hatinya. Kemudian memacu motornya ke suatu arah.
Entah mengapa, Arkan sedang duduk di atas motornya yang sekarang berada di depan rumah Laura.
"Apa bener ini rumah dia?" Arkan ragu karena seperti tak ada penghuni di rumah itu. Lampunya pun masih mati, sangat sepi.
Arkan turun dari motornya, melirik garasi yang ternyata terdapat mobil Laura. Hanya mobil Laura, lalu di mana mobil keluarganya. Matanya meneliti jendela yang berada di lantai atas yang sedikit terbuka. Tak lama lampu kamar itu menyala, menandakan ada orang di sana.
Setelah sadar akan kelakuannya seperti penguntit. Arkan kembali melajukan motornya meninggalkan rumah Laura.
****
Laura memarkirkan mobilnya di bagasi. Membuka pintu yang ternyata terkunci. Ck ... sialnya, dia tak memiliki kunci cadangan. Memencet bel beberapa kali, berharap bahwa Bi Ina ada di dalam dan membukakannya pintu. Namun nihil, sudah satu jam setengah dirinya duduk di teras. Tak ada sautan dari dalam.
"Mobil keluarga gak ada, apa mereka keluar," gumam Laura dengan suara yang bergetar. Mereka bahkan melupakan dirinya.
Tak lama gerbang rumahnya terbuka, melihatkan Bi Ina dengan sekantong belanjaan. Dengan segera Laura membantu mengangkat belanjaan tersebut.
"Eh, maafin Bi Ina ya mbak tadi lupa waktu, Bi Ina kira mbak Ara bawa kunci cadangan,"
"Lupa tadi pagi Bi, Bi Ina punya cadangannya 'kan?" Bi Ina mengagguk.
"Kalau gitu, kita masuk mbak." Setelah berhasil membuka pintu, Laura bertanya kepada Bi Ina.
"Mereka kemana ya Bi?"
"Maksud mbak Tuan sama Nyonya?"
"Iya,"
"Tadi pagi mereka packing, katanya nyusul Mas Roni gitu." Perkataan Bi Ina membuat Laura merasa sakit, berarti mereka ke luar negeri tanpanya. Siapa yang tak sakit bila keluarganya telah melupakannya begitu saja. Sampai sebegitu bencinya mereka tidak mengizinkannya untuk bertemu dengan Lan.
Sejak kejadian itu, Lando memang dirawat di Swedia. Berhubung Roni kakak pertama Laura sedang mengurus salah satu perusahaan di sana, jadi Papa dan Mama nya tak terlalu khawatir.
"Lampunya biar bibi nyalain ya mbak,"
"Biarin gini dulu aja Bi,"
Bukannya apa, Laura tak mau Bi Ina melihat air matanya. Biar dirinya menangis dalam kegelapan.
"Setelah Ara masuk kamar, lampunya bisa bibi nyalain,"
Laura melenggang ke arah kamarnya berada. Memeluk lututnya menahan suara Isak yang akan keluar. Jendela kamar Ara dibiarkan terbuka sedikit, agar udara malam bisa masuk ke dalam kamarnya.
Laura ingin menutup jendela, namun netranya menangkap seseorang yang sedang berdiri di depan gerbang rumahnya.
"Arkan?" gumam Laura, sepertinya Laura paham akan gelagat Arkan. Segera mungkin ia menyalakan lampu kamarnya, mengintip di jendela lagi dan benar dugaannya. Arkan pergi setelah dirinya menyalakan lampu kamar. Setelah itu Laura berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
Jangan lupa vote dan komen ya teman-teman 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone Again
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Selamat Tinggal Dunia Laura mungkin jahat dan Laura pantas untuk dibenci. Tapi, akankah kalian memahami Laura? melihat Laura dari sisi dalamnya, bukan hanya dari sisi luarnya. Dia tak mau berharap lebih dari kalian, karena...