09. Apartemen

173 20 2
                                    

Mobil Laura telah sampai di depan sebuah gedung. Sebelum keluar, Laura melirik sekilas Arkan yang memejamkan mata. Ingin rasanya dia mendapatkan sedikit saja perhatian dari laki-laki di sampingnya ini. Namun, dia sadar jika sepertinya itu mustahil.

"Gue gak tau, antara milih bertahan atau menyerah. Pada akhirnya, keduanya pasti buat gue sakit juga," ucap Laura mejedanya sebenar untuk menghembuskan napas kasar.

"Kalau gue bisa atur perasaan gue sendiri semaunya, gue bakal milih buat gak cinta sama Lo Ar, karena gue tahu konsekuensi yang gue dapat kalau itu terjadi," sambungnya lalu keluar menuju supermarket di depan gedung. Laura ingin membeli beberapa bahan masakan, sebab bahan-bahan masakan yang ada di apartemennya hampir habis.

Setelah kepergian Laura, Arkan membuka matanya. Sebenarnya dia tidak tidur. Hanya lelah dan memejamkan mata sesaat. Namun, Laura malah berpikir dia tertidur. Mendengar ucapan Laura, Arkan tidak bisa berkata apa-apa selain melihat punggung Laura yang menjauhi mobil dari kaca mobil

Beberapa menit kemudian, Laura keluar dengan kantong plastik di kedua tangannya. Terlihat dia kesulitan untuk membawanya. Namun, tiba-tiba sepasang tangan kekar mengambil alih kantong plastik yang Laura bawa.

"Makasih," ucap Laura setelah melihat siapa pelakunya. Tanpa berbicara, keduanya berjalan memasuki unit apartemen Laura.

"Aku kira kamu tadi tidur," ucap Laura kepada Arkan. Laura memang mengunakan panggilan aku/kamu jika berbicara dengan Arkan. Tapi selain itu dia akan menggunakan Lo/gue.

"Udah bangun," ucap Arkan dingin. Laura kadang bingung, cara bicara Arkan selalu berganti-ganti. Kadang dingin dan kadang banyak bicara.

Mungkin Arkan banyak bicara bila itu bersangkutan dengan Dina, mengingat itu Laura tersenyum sendu.

"Taruh di situ aja, aku mau masak dulu. Kamu duduk aja di ruang tamu." Tanpa mendengar kelanjutan kata Laura, Arkan langsung berjalan menuju ruang tamu.

Setelah berkutik dengan peralatan dapur, kini Laura memberikan sepiring nasi goreng kepada Arkan yang sedang membaca buku di ruang tamu. Entah dari mana buku tersebut.

"Nih, aku mau mandi. Kalau kamu mau mandi juga bisa di kamar sebelah, di sana ada baju sepupu ku, pakai aja, terserah. Kotak P3K di bawah meja, obati sendiri lukanya."

Arkan memandang Laura yang sudah hilang di balik pintu. Lalu mengalihkan pandangannya ke sepiring nasi goreng di hadapannya. Lalu memakannya dengan curiga, apa Laura bisa masak? Kalau gak enak gimana?

Namun, setelah satu suap ternyata masakan Laura lumayan enak. Dengan cepat dia memakannya lalu pergi ke kamar sebelah untuk mandi.

Keduanya sekarang sedang berada di rooftop apartemen.

"Kalau ada masalah itu diselesaikan, jangan kabur," ucap Laura yang tak mendapat balasan.

"Semua orang punya masalah dalam hidup, jangan pikir kamu sendiri yang menderita." Perkataan Laura sedikit membuat hati Arkan tersentil.

"Papa marah," ucap singkat Arkan.

"Beliau marah juga ada alasannya."

"Dia larang gue ikut geng motor."

"Kalau kamu jelasin semuanya pasti papa mu juga paham."

"Gak semudah itu."

"Memang batu," ucap Laura lirih yang masih dapat didengar Arkan.

Arkan menoleh ke arah Laura, dia terkejut. Karena terdapat cairan merah di lubang hidung Laura.

"Darah, Lo mimisan," ucap singkat Arkan yang terdapat sedikit rasa khawatir.

Alone AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang