13.

1.1K 189 6
                                    

Jangan lupa vote..
















"Aku.. Aku tidak bisa Kaesa.."

DEG

Kaesa hanya membalas ucapan Irene dengan senyum mirisnya. Dua sudah menduga hal ini akan terjadi kepadanya. Dia sudah menduga jawaban Irene kepadanya.

"Why?" Bisik Kaesa parau.

Irene menggeleng pelan, "Kamu.. Perkataan kamu waktu itu membuat ku takut. Bukankah hatimu sudah berpindah?"

Dalam hati Kaesa tertawa miris. Benar perkiraan Dio, dokter psikiater dengan wajah dinginnya itu memang selalu tepat akan hal menebak kejadian yang akan berdatangan.

"Iya.. Pasti kamu akan curiga kalau aku hanya akan sunggah sajakan di hatimu?" Tanya Kaesa yang dibakas anggukkan.

Kaesa melangkah mundur menjauhi Irene. Dia masih menundukkan kepalanya dengan pelupuk mata yang digenangi air matanya. Hatinya kembali sakit untuk kesekian kalinya.

Dia mendingak, menatap Irene dengan tarapan teduhnya, "Bolehkah kau memberikanku kesempatan untuk menebus kesalahanku? Setidaknya sampai dia bangun dari tidur panjangnya.."

Irene masih dian mematung. Membuat Kaesa kembali merasa sakit. "Maaf kalau aku buat kamu jadi bingung.." Ujar Kaesa oelan.

Dia kembali tersenyum lebar. Menampulkan senyum beruangnya, "Ayuk makan? Aku temenin"

Ditariknya tangan Irene dan membawa bebek lalapan yang tadi dia beli di atas meja. Mendudukkan Irene di kursi makan dan menaruh piring keramik itu di depan Irene.

Dia kembali beranjak pergi dan kembaki dengan membawa macbook miliknya. Berjalan lagi ke bar dapur dan membuat kopi. Sedangkan Irene hanya melihat gerak-gerik Kaesa dari tempat duduknya. Bahkan makanannya yang sedikit mendingin itu dibiarkannya.

"Loh? Kok makanannya belum dimakan sih? Ngga laper emang?" Tanya Kaesa bingung.

Dia kembali dengan cangkir di tangan kirinya. Menyesap sedikit kopi susu buatannya. Duduk d idepan Irene dan membuka mackbook miliknya.

"Aku tidak napsu makan lagi" Ujar Irene dingin.

Kaesa mengangkat alisnya bingung, "Kenapa? Makanannya mau aku angetin lagi?"

Irene menatap Kaesa dibgin. Membuat Kaesa sedikit takut. "Ada apa dengan tatapanmu itu?"

Irene menghela napasnya, "Kau tau? Ucapan cintamu tadi seakan sudah tidak artinya lagi sekarang"

Kaesa menyerengit bingung, "Mak-maksud kamu?"

Irene mendengus kesal. Dia berdiri dan mendudukkan dirinya di pangkuan Kaesa dengan kedua kakinya yang melingkar di antara pingga Kaesa. Membuat badan Kaesa mematung dibuatnya.

"Sebenarnya kau masih cinta kepada ku atau tidak sih? Kenapa kamu seolah-olah mempermainkan ku Kaesa Laurena Naratama?" Tanya Irnee sarkas.

"Kalau kau masih mencintaiku, seharusnya kau tidak mengatakan kalau hatimu sudah berpindah tempat dan kau tidak akan menikah dengannya. Kau tau? Ucapannu kemarin membuatku insecure" Lanjut Irene. Bahkan sekarang dia mengguncang keras kedua bahu Kaesa.

Kaesa memegang kedua tangan Irene yang mebggoncak bahunya, "Irene berhenti.. Aku pusing"

"Apa? Alasan apa lagi yang mau kamu bilang ha?" Tanya Irene marah.

"Apa kamu bilang cinta ke aku karena dia masih belum sadar dalam tidur panjangnya. Iya? Kamu cuma jadiin aku pelampiasan aja gitu? Atau kamu cuma singgah sebentar dan meninggalkan ku pergi lagi untuk melanjutkan hidup bahagiamu dengan keluarga kecilmu itu ha?!"

Lintang Rasa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang