2. Insiden CD

92 69 81
                                        

"Mampus!"

"Gue telat!"

Nara berdecak kesal ketika melihat pintu gerbang sekolahnya sudah tertutup rapat. Dia melirik pergelangan kirinya, ternyata sudah pukul tujuh lewat sepuluh. Pantas saja Pak Mamat sudah menutupnya. Dia terlambat sepuluh menit. Bisa-bisanya Nara telat seperti ini, padahal selama dua tahun ini, tak pernah sehari pun ia terlambat untuk datang ke sekolah.

"Arrghhh gimana ini?!" gerutunya kesal. Jika saja hari ini bukan hari penting, bisa saja Nara bolos sehari ini aja. Tapi tepatnya siang ini semua orang tua kelas dua belas akan datang ke sekolah karena akan diadakan rapat akhir tahun. Bagaimana nantinya jika sang Mama datang ke sekolah dan anaknya tidak masuk.

Seketika terlintas sebuah ide di pikirannya.

"Gak ada cara lain" tekadnya. Ya sepertinya mau tidak mau dia harus memanjat pagar. Menurutnya tidak ada cara lain selain hal itu. Dan hanya itu yang ada dipikirannya sekarang.

Nara berjalan ke belakang sekolah. Mungkin disana dia akan memulai aksi yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya itu.

Sesampainya disana Nara mendadak kebingungan, bagaimana bisa dia memanjat benteng yang dua kali lebih tinggi darinya. Belum lagi dia mengenakan rok yang pasti akan kesulitan untuk memnajat dinding tua itu.

Detik berikutnya gadis itu menyeringai ketika ekor matanya menangkap sebuah kursi dibawah pohon. Sepertinya itu sudah biasa dipakai oleh murid yang kesiangan, seperti dirinya sekarang. Tanpa berlama-lama lagi dia menarik kursi itu hingga dekat dengan tembok pagar yang menjadi benteng pembatas area sekolah.

Ternyata kursi yang saat ini dinaikinya tidak menjangkau. Terlalu pendek untuk menggapai dinding kokoh yang menjadi penghalangnya masuk kedalam sekolah.

"Sialan gak nyampe" umpatnya kesal.

Tanpa disadari sejak tadi ada seseorang yang memperhatikannya. Seorang lelaki berseragam putih abu dengan keadaan pakaian sudah tak beraturan, baju putih yang seharusnya dimasukan malah dibiarkan keluar, ditambah kedua kancing atasnya terbuka sehingga mrmperlihatkan kaos putih dalamannya. Juga jangan lupakan kedua jarinya mengapit sebatang rokok yang terus dihisapnya.

"Perlu bantuan?" tanyanya.
Sontak membuat Nara terkejut bukan main. Sampai-sampai ia langsung melompat dari atas kursi. Sangat mengagetkan jantungnya.

KBL KBL ... Kaget banget lohh :v

Perempuan itu menarik nafasnya lega saat menyadari ternyata bukan guru ataupun anggota OSIS yang memergokinya, melainkan lelaki menyebalkan yang kemarin bertemu dengannya di halte. Ya, dia Nagarjuna.

"Kalo butuh bantuan gue siap kok" sambungnya kemudian. Nara hanya menatapnya sekilas.

"Gak usah, makasih!" tolaknya. Meski sebenarnya dia sendiri tidak yakin kalau dia bisa melakukannya sendiri.

"Okeyy" jawabnya dengan senyum tak meyakinkan bahwa Nara benar-benar tidak membutuhkannya.

Naga sengaja tak langsung membantu Nara, membiarkan Nara berusaha dengan sendiri. Meski matanya tak pernah berpaling memperhatikan tingkah gadis seumurannya itu.

"Beneran gak butuh bantuan?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan.

"Gak! Gue bisa sendiri" jawab gadis keras kepala itu. Tidak bisa dipungkiri keringatnya sudah bercucuran, ia mulai lelah. Usahanya belum membuahkan hasil.

NARANAGA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang