Chap. 1 Dihari Aku Bertemu Dengannya

106 11 10
                                    


"Apa yang ada di bawah kegelapan tidak akan terlihat oleh mata, untuk melihatnya diperlukan cahaya. Sayangnya, cahaya itu sangat sulit ditemukan perlu ratusan bahkan ribuan langkah mencarinya. Tidak cukup sehari dua hari. Bahkan seumur hidupnya penuh dengan jalan kegelapan."

Tidak ada yang pernah berpikir untuk merasakan jatuh cinta. Karena cinta akan datang bersama orang yang tepat pula. Jauh sebelum cinta datang, mimpi akan memberi sebuah suratan.

Pada langit gelap bertabur bintang, ia bermimpi. Pada langit cerah bersinar,  ia bertemu. Pada langit senja merah yang berpijar, ia menaruh harap.

Sautan ayam jago memekakkan gendang telinga. Sinar matahari masuk tanpa permisi menembus lapisan kaca berbingkai. Hembusan udara hangat menyelimuti kulit yang semalaman berperang melawan dingin.

Suara alarm menggema seluruh ruangan minimalis 3m x 3m membangunkan seorang laki-laki berwajah oriental kontras dengan rambut hitam pekat, si pemikat hati para gadis.

Jarum jam menunjukkan pukul tiga puluh menit menuju 07.30 bel sekolah berbunyi. Laki-laki itu masih terjebak dalam mimpi indahnya. Ia terperanjak dari kasur mengambil handuk menuju kamar mandi. Butuh waktu lima menit untuk membersihkan badan dari bakteri yang melekat menemani tidur.

Beruntunglah si laki-laki rambut hitam itu sudah mempersiapkan isi tasnya. Kejar-kejaran dengan waktu tidak peduli penampilan semrawut. Melupakan begitu saja jadwal asupan bagi para cacing didalam perutnya.

"Aku berangkat," ucap salam laki-laki berhiaskan kacamata frame hitam kepada rumah yang dihuninya seorang diri.

Marathon sepeda tiga kilometer menuju sekolah. Sangat menyehatkan tubuh terhindar dari berbagai penyakit. Kabar baiknya Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya. Tepat setelah bel berbunyi, laki-laki itu berhasil mencapai garis finish SMP Perintis.

"Haa ... Yoshaa! Aku tepat waktu! Berantakan sekali penampilanku. Ke toilet ah," ucap si pria dengan napas tersenggal. Ia mulai menginjakkan kaki di halaman sekolah.

"Masih sempat mikirin ke toilet? Luar biasa Wakil Ketua OSIS kita, Devanka Arkana," ucap seorang laki-laki khas asia tenggara. Seragam dengan atribut lengkap juga sabuk kuning di lengan kiri. Tidak lupa ia memasang wajah garang.

"Maaf, Pak Ketua. Kalau begitu gue rapihin di sini aja, ya. Gue bakal ditatap sinis sama semua gadis. Bukan hanya itu, gue juga bakal jadi buah bibir seharian. Benar 'kan, Pak Ketua?" sindir Devanka menyikut lengan pria menyeramkan di hadapannya.

"Cih. Terserah lo! Cepat kembali ke kelas! Pelajaran akan dimulai!" laki-laki bergelar Ketua OSIS itu pergi meninggalkan Devanka yang tengah sibuk dengan seragam dan rambutnya.

Devanka melangkahkan kaki jenjang berotot tertutup celana panjang berwarna biru dongker sambil menyusuri koridor sekolah yang tampak sepi.

Kelas 7-1 terkenal sebagai kelas khusus tempat ia mengejar ilmu berada di lantai tiga. Menanjaki anak tangga satu per satu sambil berdebat dengan pikiran, roti isi keju atau croissant isi cokelat.

Dari arah matahari terbit, muncul seorang gadis dengan rambut blonde panjang bergelombang bak tuan putri kerajaan seberang. Mata mereka saling bertemu. Dalam hati tiada henti memuja gadis blasteran Rusia-Jepang. Manik mata cokelat sedap dipandang serta bibir mungil merah merona.

"Cantik sekali," gumam Devanka terpesona. Si gadis sudah menghilang. Namun, hati dan pikiran Devanka masih melekat kuat memandang. Sadar menit terus berlalu, ia bergegas menuju kelas.

Kursi barisan ketiga dari depan bersebelahan dengan jendela menjadi tempat singgah si laki-laki kacamata. Sang guru berkepala botak. Terkenal kebengisannya dalam memberi tugas memasuki kelas murid teladan nan jenius, kelas 7-1.

Mengejar Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang