Chap. 17 Senyum Kesedihan

27 8 83
                                    

Hai readers.. 👋🏻
Aku kembali.. Penasaran gk sm chap ini ? Disini akan terjawab, Felicia yg tanpa sengaja bilang suka sm Devan, Devan jawab apa yahh..

Selamat membacaaaa 😆😆
***

"Meskipun dunia berkata kau menyakitiku. Memaksaku. Satu yang aku percaya. Itulah tanda cintamu. Aku akan bersabar. Bukankah bersabar itu tidak punya batasan? Ia seluas samudera."

"Akhirnya, kita akan segera tiba. Aku enggak tau kalau study tour bisa melelahkan begini, tapi ini menyenangkan! Benar 'kan, Felicia?" senyum sumringah Zalfa menghiasi lembayung senja.

Mereka baru saja kembali dari belajar sembari wisata. Kelompok yang terdiri tiga perempuan dan dua laki-laki, kompak bersandar di kursi empuk kereta api. Menghela napas berat.

Sudah satu bulan semenjak tragedi di atap sekolah. Dengan cekatan, ketua OSIS SMP Perintis yang baru, Devanka Arkana, menetapkan kebijaksaan study tour ke luar kota.

Semua tampak berjalan lancar. Memberi sanksi tegas kepada pelaku bullying. Jika kalian ingin mengetahuinya, hukuman yang pantas bagi seorang penjahat sekolah jelas dikeluarkan dari sekolah. Bukan hanya itu. Pihak sekolah akan meninggalkan catatan kriminal yang membuat siswa kesulitan mencari sekolah pengganti. Cukup tegas bukan.

Felicia menganggukkan kepala, memberikan guratan garis tipis diwajah. Dua orang laki-laki dan dua orang perempuan terpana akan senyumnya. Manis sekali.

"Cukup Felicia, cukup. Jangan kam pamerkan senyum cantikmu. Tidakkah kau sadar di sini kita punya dua orang laki-laki. Siapa yang tau isi hati dan otak mereka setelah melihat senyumanmu itu," tegur Zalfa menutup mulut Felicia.

"Kamu butuh sesuatu, Resia?" tanya Devanka mendekati Resia yang kesulitan mengambil sesuatu di dalam tas. Abai sindiran Zalfa.

"Tidak. Aku bisa sendiri." kelabakan Resia menutup isi tasnya. Namun, justru itu yang membuat Devanka tanpa sengaja menyentuh tangan Resia. Si gadis menarik kembali tangannya.

Hingga sampailah mereka di stasiun pemberhentian terakhir. Di langit senja merah terang kala itu, semuanya bermula.

Arashya, Zalfa dan Resia bersemangat untuk bertemu kasur tercinta. Tersisa sepasang dara, berdiri di tepian garis kuning kereta api. Entah itu karena hari selasa, stasiun tampak sepi dari biasa.

"Felicia, tunggu. Ada yang ingin gue omongin sama lo. Bisa luangin waktu lo sebentar?" panggil Devanka menghentikan Felicia dua langkah di hadapannya. Si gadis menoleh. Ikut menyimak.

"Sebelumnya gue mau minta maaf. Terserah lo mau maafin atau tidak."

"Maaf? Untuk apa? Lo nggak ada salah sama gue." Felicia mengerutkan dahi. Puluhan pertanyaan melayang diotak encernya. Devanka menatap lurus mata berpupil cokelat indah.

"Maaf, gue nggak bisa balas perasaan lo. Ini sangat mengganggu, dan gue harus menuntaskannya sekarang. Lo terlalu sempurna untuk menjadi kekasih gue yang tidak bisa berbuat banyak ini. Lo jenius dalam banyak hal. Boleh jadi pria di luar sana lebih baik sari gue. Gue rasa, gue nggak pantas berada di samping lo."

"Jangan salah paham mengartikan perhatian gue selama ini. Boleh jadi gue cuma menaruh simpati sama lo. Semua perhatian yang gue tunjukkin. Hanyalah kebohongan belaka. Benar gue udah nipu lo dan dengan bangga gue pamerkan bahwa gue bisa dapatin lo. Lagipula, siapa yang mau punya kekasih yang sudah ternodai. Itupun dengan ayahnya sendiri." bagai petir di siang bolong, kalimat itu terdengar paradoks. Ironi memang.

Mengejar Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang