Chap. 11 Hadiah (tidak) Terindah

23 5 28
                                    

***
Hai readers...
Aku kembali aktif nih.
Makasih buat kalian yg setia menunggu cerita ku. Chap 11 sudah rilis.

Selamat membaca..
***

"Aku merasa kita baru saja bersenang-senang. Bersamamu begitu luar biasa. Hanya denganmu dan bukan siapa pun. Namun, ketika aku bangun di pagi hari, kau sudah tak ada di sana."

"Cih. Kenapa Devanka mesti datang sih. Padahal tinggal sedikit lagi. Argh sial!" umpat si orang misterius. Membuang masker dan topi setengah harga. Memukul westafel yang tidak bersalah. Kasihan sekali.

Terdengar suara dari kejauhan. Segera memperbaiki penampilan. Menutup jiwa buruk rapat-rapat.

"Eh lo tau nggak. Harga donat di kedai sebelah lagi promo, lho. Oh, hai Resia. Lagi ngapain?"

"Oh, hai juga. Eh ... gue ... lagi cuci muka ... Iya, cuci muka. Gue ngantuk banget tadi," sangkal Resia.

"Gue duluan, ya gaes. Gue buru-buru soalnya. Bye."

Akting sempurna dari Resia. Manis di luar, pahit di dalam. Bibirnya hebat merangkai kata. Namun, hatinya luar biasa membara. Mengejar cinta yang belum tentu berbalas.

'Untung udah gue buang tadi,' batin Resia bertolak belakang. Pandai menyembunyikan, pandai tebal muka. Dunia ini kejam. Siapa yang sanggup bertahan dialah pemenangnya.

Tinggalkan dia. Mari kita kembali ke sepasang dara yang dimabuk asmara.

Rintihan kesakitan terdengar jelas memekakkan gendang telinga. Luka sobek cukup dalam meninggalkan bekas.

Kaki tangan berdarah. Dengan telaten Devanka mengobati luka sayatan. Perban terlihat rapih. Sempurna menutup luka.

"Apa terasa sakit, Fel?" tanya Devanka takut luka itu memberikan reaksi yang menyakitkan. Si gadis menggelengkan kepala.

"Ceritakan kepadaku. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu bisa berada di loker penyimpanan lab IPA?" Felicia diam seribu kata.

Genggaman tangan Devanka seolah berkata "percaya padaku semua akan baik-baik saja". Tatapan mata terlihat sangat menyakinkan. Namun, bibir terkunci rapat. Tidak dibiarkan terbuka walau hanya untuk mengucapkan huruf A.

Rasa ingin tahu mengusai Devanka. Teringat perkataan Sheza tentang tanggung jawab. Felicia sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Devanka. Dasar laki-laki idaman. Tahu betul seperti apa tugas yang diemban.

Sulit sekali membuat Felicia berbicara. Sampai habis akal Devanka. Benar kata pepatah siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai hasil setimpal. Akhirnya si gadis membuka suara.

Tubuh gemetar. Berlinang air mata. Terkulai lemas. Reaksi mengejutkan.

'Apa sebegitu beratnya situasi yang di hadapi Felicia? Apa aku yang kurang tegas ke mereka?' batin Devanka yang terus bertanya.

Tidak tega melihat pujaan hati selalu tertimpa nasib buruk. Seolah takdir selalu mempermainkan orang baik. Iri dengki akan membawa kepada kehancuran. Sudah menjadi takdir Felicia mendapat wajah bak bidadari. Untuk apa mengusiknya.

"Ada yang mengusik gue. Boleh jadi dia penggemar rahasia lo. Gue juga nggak tau apa dia orang yang mengurung gue di kamar mandi. Dia bilang dia cinta lo. Tolong ... jangan libatkan gue ke percintaan kalian!"

"Gue tau lo terkenal di kalangan gadis. Gue juga berterima kasih karena lo selalu berada di sisi gue, tapi, jangan ganggu gue," bentak Felicia.

"Lo tau, Sheza maju melawan siapa pun yang menyentuh gue. Gue beruntung mengenalnya. Kami sudah seperti saudari, Devan. Gue cuma punya Sheza. Dialah harta paling berharga yang ku miliki." tanpa diperintah curahan hati itu keluar dengan sendirinya dari bibir mungil Felicia.

Mengejar Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang