Chap. 18 Andai Kata

18 9 94
                                    

Hai readers.. 👋🏻👋🏻
Hehe akuh kambek nihh..
Setelah kemarin kita tegang"an.. Skrng masih tegang"an.. Devan hidup atau meninggal yahh..
Penasaran ?

Selamat membaca.. 😆😆
***

"Senja menjadi saksi kau mengejarku, kau pula yang meninggalkanku. Ketahuilah tidak ada yang lebih menyakitkan dari kehilangan dirimu."

"Tidak. Tunggu sebentar Feli." Arashya menahan tangan Felicia.

"Aku mengerti kamu sedikit terguncang. Ini permintaan egoisku, tapi bisakah kamu tinggal lebih lama lagi? Karena sejatinya luka Devanka teramat parah, dan aku masih belum sanggup jika harus mempersiapkan hatiku untuk keadaan terburuk," pinta Arashya, menenggelamkan wajah ke pelukan Felicia.

Mungkin semesta sedang tidak bermurah hati kepada Arashya dan Felicia. Mereka berdua larut dalam tangisan. Malam itu menjadi malam penuh ketegangan.

"Ini semua salahku, Kak. Ini semua karena aku bertemu Devanka. Ini semua karena aku menaruh hati kepada dia. Ini semua salah-"

"Sutt ... Cukup ya cukup. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Satu hal yang ku tau. Ini semua bukan salahmu. Ini sudah menjadi bagian dari takdir. Kamu bertemu dengan Devanka pun juga bagian dari itu. Jangan menyimpan penyesalan sekecil apapun bentuknya, yang sudah terjadi, biarlah terjadi karena memang itu harus terjadi. Sekeras apapun manusia mencegahnya."

"Kamu gadis yang kuat. Berkali-kali diterpa badai besar. Dihantam ribuan ombak ganas bernama keluarga. Bahkan niat melanjutkan hidup rasanya sudah enggan, tapi kenyataannya kamu masih berdiri tegak di hadapanku saat ini."

"Aku sudah menganggapmu sebagai adikku sendiri. Ingat Felicia, tanamkan dalam hatimu. Ambil sisi positif dari setiap bagian kejam dalam hidupmu. Boleh jadi suatu saat kamu bisa berbagi kisahmu kepada mereka yang bernasib sama dan memilih jalan kegelapan." jemari Arashya menyentuh bibir mungil Felicia. Ia hanya bisa menyimak sesekali meneteskan air mata. Kembali berpelukan.

Setelah Arashya dan Felicia lama menunggu. Tidak lupa menelepon sanak saudara. Memberi kabar. Raven dan Pak Crisann langsung tancap gas menuju tempat, bergantian jaga.

Lampu ruang operasi yang semula menyala telah padam. Pertanda operasi telah selesai dilakukan.

Tiga dokter keluar dari ruangan. Peluh membanjiri kostum hijau. Kantung mata membesar. Terlihat lelah mulai menyerang. Melakukan operasi selama dua puluh tiga jam konsentrasi penuh. Arashya, Felicia dan Raven berdiri menghampiri para dokter.

Raven si kakak tertua maju melontarkan pertanyaan. Ketiga dokter berwajah suram saling melirik. Menganggukkan kepala.

Hitungan tiga detik, ketiga dokter kompak berkata "maaf", dilanjutkan dengan gelengan kepala yang tertunduk.

Botol air mineral yang sedari tadi digenggam Felicia lepas terjatuh ke lantai putih mengkilap. Menyadarkan para dokter dari lamunannya. Memberikan jalan untuk Felicia. Air mata yang sudah lama berhenti mengalir, kembali menetes.

Felicia menatap tubuh Devanka yang dingin meskipun sudah diselimuti. Beberapa kali menampar pipi. Berharap ini dunia mimpi. Berharap Dewi Fortuna menolongnya. Berharap semesta tidak mempermainkan dirinya lagi.

Berharap Devanka hanya tertidur dan akan segera membuka matanya  melihat Felicia yang sudah menunggu.

"Devan ... Ini bercanda 'kan? Ini tidak sungguhan bukan? Lo memang suka bergurau, ya. Sekarang buka mata lo dan lihat gue! Atau gue akan marah lho! Lo kedinginan ya, Devan. Baiklah gue berbaik hati memberikan jaket putih gue buat lo," tutur Felicia sembari memegang jemari Devanka. Membuka jaket kesayangannya lalu menyelimuti Devanka meski tahu itu perbuatan sia-sia. Air matanya menetes ke tangan Devanka.

Mengejar Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang