***
Hai readers..
Sebelumny makasih yah udh mampir ke cerita ku ini.. Makasih jg udh support.. Kalian membuat ku semangat ngetik 😍😍Selamat membaca..
***"Dalam dunia yang luas ini telah kutemukan. Dirimu adalah anugerah yang tidak tergantikan bagiku"
Jika seseorang ingin menggapai kesuksesan maka ia harus merasakan yang namanya kegagalan. Begitulah bunyi nasihat orang tua kepada setiap anaknya. Masalah terus saja bergantian absen dalam pikiran Devanka.
Terbesit kata apakah aku telah gagal mengemban tanggung jawab ini? juga ikut andil mengganggu. Matanya kini hanya berani menatap lantai putih SMP Perintis.
Kita diingatkan kembali perihal jangan pernah berjalan sembari menunduk dan jangan pula berjalan sembari menengadah. Namun, anak muda yang satu itu selalu melupakan bagian penting dari nasihat hidup. Ia asik saja berjalan menunduk. Sibuk mencari jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh dirinya sendiri.
Mengabaikan setiap orang yang menyapa. Ia malah menyapa tembok penyanggah bangunan. Seorang siswi telah memperingatkan Devanka tentang sebuah tembok yang tak jauh dari tempatnya berada. Namun, sama sekali tak dihiraukan.
Bruk!
Wakil Ketua OSIS SMP Perintis ternyata sangat ramah kepada tembok yang berdiri kokoh. Hadiah dari si tembok berupa benjolan dan rasa pening diterima Devanka dengan senang hati.
Tak hanya satu tembok yang ia sapa, mungkin sepanjang koridor telah disapanya. Benjolan di kepalanya saja sudah sebesar bola tenis meja. Semoga dia tidak kehilangan ingatannya. Devanka berniat melangkahkan kakinya menuju ruang musik. Menenangkan pikiran bersama Chopin dan Mozart.
"DE...VAN...KA... HAI... DE..VAN..KA.." terdengar suara yang tak asing memanggil dari kejauhan. Devanka menoleh ke sumber suara.
Alden setengah berlari melambaikan tangan menghampiri Devanka. Senyum merekah menghiasi wajah Alden. Seolah mereka telah dipisahkan sekian lama. Merinding melihat tingkah teman masa kecilnya itu. Rasa malu menjadi pusat perhatian membuatnya tidak bisa berkutik.
"Lo ke mana aja? Gue seharian ini nungguin tau. Lo nggak inget?" ucap Alden memegang kedua tangan Devanka dengan mata berbinar. Sebentar lagi akan tersebar berita hot "hubungan rahasia Wakil Ketua OSIS dan Ketua Ekskul Panah". Satu pukulan sukses mendarat dikepala Alden. Rintihan kesakitan terdengar jelas.
"Cukup Alden! Berhenti menjahili gue! Jangan berusaha jadi beban. Kalo sampai gue dengar berita yang aneh tentang gue. Akan gue kejar lalu gue terkam. Inget itu!" sebuah ultimatum telah keluarkan.
Tawa Alden lepas tidak terkendali ketika melihat bola tenis melekat di kening Devanka. Geram, satu jitakan si pria berikan ke Alden. Si pelaku bahkan tak berniat meminta maaf.
"Ok. Ok. Hiburan untuk para bakteri baik yang sudah bekerja keras di perut gue udah cukup. Jadi, lo mikirin apa? Sepertinya sangat serius."
"Ada seseorang yang mempertanyakan tanggung jawab gue. Mempertanyakan tugas gue. Gue berpikir. Apa gue telah gagal. Apa beneran ada sesuatu yang terlewat," keluh Devanka menatap pemandangan perkotaan yang indah dari lantai tiga sekolahnya.
"Apa yang terlewatkan? Apa ini ada sangkut pautnya sama gadis itu?"
"Iyah. Gue dengar dia dibully. Gue mencintainya, tapi gue gagal melindunginya. Benar kata Sheza. Gue terlalu fokus sama event sampai gue nggak peduli tentang Feli. Den, apa gue keluar dari OSIS supaya gue bisa jadi pelindung untuk dia? Supaya dia tau gimana perasaan gue padanya," keluh Devanka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Luka (END)
RomanceDi dunia ini tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Tidak ada cinta tanpa kesedihan. Perjuangan Felicia mencari arti cinta selalu dipenuhi duri dalam setiap langkahnya. Pertemuannya dengan Devanka pun menjadi langkah awal menuju jurang kematian. Ini ada...