Chap. 10 Nanti Kita Cerita Sebuah Kisah

21 6 20
                                    

***
Hai readers.. 👋🏻👋🏻
Aku kembali setelah sekian purnama. Hehe..
Maafkeun up ku yg lama..
Makasih buat kalian yg setia menunggu kisah cinta Felicia dan Devanka. Kalian yg terbaik. 😘

Selamat membaca
***

"Jemari kita bersentuhan. Memudarkan sepi yang mendera. Aku akan menutup mata dengan perlahan. Menyampaikan perasaanku padamu di tempat ini."

Tangan hangat menggengam erat penuh cemas. Wajah pucat pasi tertidur pulas. Tidak peduli soal-soal penentu kelulusan. Berkeliaran tidak akan ada yang menegur. Ruang kelas kosong, tetapi kantin, lapangan dan taman ramai orang lalu-lalang.

Ada yang sibuk membicarakan daftar peringkat pangeran-pangeran tampan sejagat. Ada pula yang sibuk hilir-mudik. Hanya ada dua insan betah berdiam diri di ruang kesehatan.

'Kapan kamu sadar Feli? Sebenernya apa yang terjadi? Ya ampun,' batin Devanka menanti Felicia. Di dunia penuh romansa akan ada pihak yang selalu menjadi nyamuk.

"Devan. Aku mencarimu ke mana-mana tapi nggak ketemu. Di sini kau rupan-"

Pintu ruang kesehatan terbuka lebar memperlihatkan sepasang Romeo dan Juliet. Sebuah buku setebal ratusan halaman sukses mendarat diwajah Alden.

"Lo gila,ya. Biaya skincare itu mahal! Kalau wajah gue rusak. Mau bayarin keranjang online shop gue?" bentak Alden.

"Manusia masih bisa bertahan hidup dengan satu ginjal. Ini ruang kesehatan atau ku lakban mulutmu!" balas Devanka terpancing emosi.

Aduh. Apa yang bisa dijambak dari sehelai rambut laki-laki. Kecuali rambut mereka panjang terurai. Tangan kanan saling menjambak, tangan kiri saling mencubit pipi, hidung, mulut dan mata. Kalau sudah seperti ini tidak akan ada yang bisa melerai mereka.

"Pftt...."

Suara tawa kecil berhasil memisahkan si tikus dan si kucing ini. Dalam posisi tangan penuh di muka, mereka menoleh ke sumber suara.

"Apa yang kalian lakukan? Kalian seperti seorang anak kecil yang rebutan mainan," ucap Felicia sambil tertawa. Lepas. Langsung jaga jarak dilakukan Alden dan Devanka.

"Kamu sudah siuman? A-ada yang sakit? A-atau ... Kamu ... Kamu perlu se-sesuatu? T-tunggu di sini, ya. Aku.. A-aku mau ambil dulu."

"Nggak perlu, Devan. Terima kasih sebelumnya." bagai tanah kering yang dibasahi hujan semalaman, memberi kehidupan kepada tumbuhan. Seperti itu juga hati Devanka melihat senyuman Felicia.

"Jadi nak Devan kandidat yang beruntung. Syukurlah bapak bisa tenang." kedatangan pak Crisann membuat semua orang terkejut.

"Ahh.. Arash sepertinya ada beberapa poin yang ingin saya bicarakan. Bisakah kita keluar sebentar?" dengan refleks yang sangat baik, Devanka segera menarik tangan si ketua ekskul panah.

"Eh.. Eh.. Tunggu dulu TUNGGU! Saya sudah melengkapi berbagai berkas yang merepotkan itu pak Wakil, apa yang harus dibicarakan la--gi." senyuman mengerikan yang telah lulus sensor diberikan suka cita oleh Devanka.

"Ok pak Ketua ekskul panah Arashya. Mari ikut saya se-ben-tar. Pak Crisann, Felicia, kami pamit keluar. Silahkan kalian lanjutkan pembicaraannya."

"Terima kasih, nak Devan. Oh iya, jangan sampai ada adegan berdarah-darah, ya. Bakal repot nanti bersihinnya." Devanka dan Arash keluar dari ruang kesehatan. Akhirnya suasana kembali tenang.

Pak Crisann mengeluarkan sebuah buku gambar dan pensil meminta dibuatkan pohon, orang dan rumah. Si gadis pun menuruti perintah gurunya. Setelah selesai, pak Crisann memberi nama gambar karya Felicia dengan judul "Kisah Anak Yang Tersesat". Dipandangi cukup lama buah karya Felicia. Cara memandang gambar bagi pak Crisann tentu berbeda dengan manusia biasa pada umumnya.

Mengejar Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang