21. Bertengkar

670 93 21
                                    

Hayi keluar begitu saja dari dalam mobil tanpa menunggu Morgan. Dia berjalan menuju rumahnya dengan kaki tertatih, Morgan menggeram melihat itu, memangnya apa guna dirinya jika Hayi melakukan semuanya sendirian. Cowok itu mengambil tas Hayi yang diletakkan di jok belakang kemudian berjalan cepat menyusul Hayi. Hayi sempat terkejut saat Morgan berdiri di sebelah kanannya membantunya untuk berjalan.

"Gue gak butuh bantuan lo!" kata Hayi ketus.

"Lo pikir apa gunanya gue di sini!" Balas Morgan, untuk hal-hal yang berbau menusuk, Morgan memang jagonya.

Keduanya mengucap salam dan masuk ke dalam rumah Hayi. Bukannya panik karena Hayi terluka, Hamka dan mama Hayi malah saling diam begitu menghampiri Hayi.

"Emmm, Hayi kakinya terkilir, di bawa ke mana ya?" tanya Morgan kikuk, dia tak biasa ditatap seintens itu.

"E...langsung ke kamarnya aja." Laila akhirnya tersadar dan membantu Morgan menuntun Hayi menuju kamar gadis itu yang berada di lantai dua.

Hamka mengikuti dari belakang, dia bukan penasaran dengan cedera yang Hayi alami, dia malah penasaran, siapa gerangan yang mengantar adiknya itu. Tadi pagi memang ada yang meneleponnya mengabari bahwa Hayi akan pulang dan berhenti mengikuti kegiatan perkemahan, namun dia tak menyangka orang itu akan sekeren ini.

Morgan membantu Hayi duduk di atas kasur kemudian menaikkan kaki gadis itu. Dalam hatinya Hayi sibuk menyinyiri Morgan yang sangat pandai berpura-pura. Beberapa menit yang lalu mereka baru saja bertengkar, tak mungkin Morgan memaafkannya secepat itu kalau bukan hanya sekedar pura-pura.

"Terima kasih ya?"

"Morgan Tan," sambung Morgan cepat yang sudah mengerti maksud dari Laila menggantung kalimatnya.

"Ah iya, terima kasih ya Morgan." Laila tersenyum ke arah anak laki-laki tampan di depannya ini.

"Iya Tan sama-sama, saya senang kok bantuin Hayi, lagian saya memang harus jagain dia," ujar Morgan membuat Hayi mendelik ke arahnya.

"Begitu ya, ngomong-ngomong kalian teman sekelas? Memangnya kamu gak apa-apa meninggalkan perkemahan?" Laila bertanya penasaran, Morgan sangat tampan, Laila ingin terus berbicara dengan anak itu.

"Oh enggak Tan, saya kakak kelas Hayi sekaligus..." Morgan menggantung kalimatnya, matanya menatap Hayi yang balas menatapnya sambil menggeleng memohon.

"Pacarnya?" potong Hamka, dia sudah curiga sejak keduanya sampai di rumah tadi.

"Iya Bang," jawab Morgan tanpa sungkan, membuat Hayi menghela napas muak. Hayi tak tahu lagi bagaimana otak Morgan bekerja, cowok itu selalu bertindak sesuka hatinya.

"Kan Ma! Aku udah bilang kan kalau Hayi udah mulai pacaran," ujar Hamka tampak seperti kompor yang ingin meledakkan mamanya.

Laila tampak tersenyum. "Enggak apa-apa kok, wajar anak remaja mulai mengenal yang namanya pacaran, kamu juga dulu gitu."

Hamka memicingkan matanya menatap nanar mamanya. Dia tahu betul pasti mamanya seperti itu karena pacar Hayi gantang, coba kalau tidak, pasti sudah dilarang habis-habisan Hayi untuk berpacaran.

"Kamu temenin mereka di sini ya, Mama mau nelepon tukang urut buat ngurut kaki Hayi," ujar Laila meninggalkan tiga orang itu di kamar Hayi. Morgan duduk di kasur Hayi di sisi kosong yang tak ditiduri cewek itu. Sementara Hamka duduk di sofa single di seberangnya.

"Lo beneran cinta sama Hayi?" tanya Hamka tanpa basa-basi, begitu-begitu dia tetap menyayangi Hayi dan tak akan membiarkan adiknya itu jatuh ke tangan yang salah.

"Kalau gak beneran ngapain gue jemput dia pagi-pagi buta kayak tadi? Gue jarang banget bangun pagi."

Hamka mengangguk, itu merupakan suatu pengorbanan besar di hari minggu seperti ini, apalagi untuk orang-ornag yang menjadikan malam minggu sebagai malam begadang, Hamka sendiri tadi pagi saat ditelepon Morgan belum bangun, dia mengangkat telepon dengan keadaan setengah sadar.

Kapten MorganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang