3. Ciuman Tidak Langsung

1.2K 98 14
                                    

Hayi membuka pintu kamar Hamka, abangnya itu sedang bermain game di depan komputernya. Hayi sendiri bahkan tak tahu apa sebenarnya tujuan hidup Hamka, sepetinya setengah dari sisa umurnya dia habiskan untuk bermain game. Hayi sering terpengaruh untuk mencoba ikut bermain, namun dia tak pernah menemukan titik keseruannya itu di mana, hingga dia terkadang hanya merusuh, tak pernah benar-benar fokus untuk bermain.

"Masa sekolah punya kebijakan mewajibkan seluruh muridnya untuk ikut ekstrakulikuler." Hayi memulai ceritanya.

"Maju lo goblok! Iya gue di sini, gue jaga sini! Di tembok depan lo tuh ada musuh. Maju!"

"Ck!" Hayi berdecak kemudian menarik headset Hamka hingga terlepas dari kedua telinga abangnya itu.

Hamka tampak marah, dia hanya melirik sekilas Hayi kemudian kembali fokus ke game-nya. "Lo mau ngapain sih?" tanya Hamka tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

"Lo main aja dulu deh, nanti gue baru cerita lagi," kata Hayi malas, dia lantas merebahkan dirinya ke kasur Hamka dan tanpa sadar Hayi malah tertidur.

Beberapa menit kemudian Hamka menyelesaikan permainannya. Dia membalik kursinya dan mendapati Hayi tertidur. "Ck, gak jelas banget hidupnya," gumam Hamka.

"Yi!" panggilnya, dia tak punya waktu untuk menunggu adiknya itu terbangun.

"Hayi!" Kali ini Hamka mengambil boneka dan melemparnya ke Hayi.

"Apaan sih?" Hayi yang tak terima langsung bangkit dari posisi tidurannya. "Lo tuh kayak abang tiri ya," celetuk Hayi.

"Udah gak usah basa-basi, lo mau ngapain?" tanya Hamka tak sabaran.

"Mau diskusi lah, emangnya penting bangat hidup lo sampe harus gue cariin kalau bukan karena butuh?" Sekali lagi Hamka melempar bantal ke Hayi. Justru karena dirinya sepenting itu makanya Hayi butuh!

"Ish, dasar abang tiri!"

Hamka tak membalas itu, toh apa yang Hayi katakan tidaklah benar, mama dan papa mereka menikah hanya sekali, mereka berdua adalah anak kandung dari mama dan papa yang sama.

"Jadi sekolah gue mewajibkan seluruh muridnya buat ikut ekstrakulikuler," cerita Hayi yang akhirnya memilih tak memperpanjang sebel-sebelannya dengan Hamka.

"Terus urusannya sama gue apa?" tanya Hamka cenderung tidak peduli.

"Ya lo kasih saran gue gitu harus ikut apa? Gimana sih!" Kan kembali lagi sebal dengan Hamka yang kalau ngomong suka seenak jidat.

"Lah menurut ngana? Kan lo yang sekolah? Kok gue yang harus kasih saran?" Hayi menghela napasnya malas, kalau saja Hamka berada di dekatnya sekarang, mungkin Hayi akan segera mendaratkan jitakan di jidat abangnya itu.

"Perasaan lo udah semester empat deh, kok bego lo keterlaluan sih?"

"Kok lo malah ngatain gue sih? Lah salah gue di mana?"

"Seharusnya lo gak usah lahir duluan kalau gak berguna!" Hayi mulai berjalan meninggalkan kamar Hamka.

"Kalau masalah itu jangan salahin gue! Salahin aja Tuhan!" Hamka masih tak paham kalau Hayi marah sekarang.

Kapten MorganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang