14. Menjadi Pacar Morgan

700 87 9
                                    

"Gak nyangka gue kak Morgan bisa aneh kayak gitu juga." Nada berkata sembari memasukkan laptopnya ke dalam tas, Hayi di sebelahnya hanya tersenyum. Memang Morgan sangat pandai menyembunyikan keabsurdannya di balik wajah datar.

"Sumpah di luar ekspektasi gue banget. Gue kira wawancaranya bakal monoton gitu lho, maksudnya bakal garing banget, tahunya kak Morgan bisa bobrok juga." Nada masih mengoceh saat dirinya dan Hayi sudah selesai memberesi barang-barang masing-masing.

"Gue kira juga gitu, tapi ternyata baik juga tuh orang," timpal Saka yang ikut berkumpul dengan Hayi dan Nada.

"Pantesan lo mau jadi pacarnya," kata Endru yang ikut nimbrung juga.

Hayi hanya bisa tersenyum. Dia tak tahu harus mengatakan apa, Morgan memang aneh, cowok itu bahkan sering kali terang-terangan melakukan sesuatu yang tak Hayi prediksi. Wajah datarnya seperti hanya alibi untuk menutupi betapa kocaknya dirinya.

Morgan yang semula sudah berangkat ke ruang ganti untuk mengganti celana. Kini kembali menghampiri Hayi dan kawan-kawan.

"Eh...eh tuh orangnya diem-diem," ucap Nada, mereka semua langsung sok sibuk dengan barang masing-masing.

Morgan mendekat ke Hayi, merangkulkan tangannya ke bahu gadis itu. "Nanti kamu pulang bareng aku aja. Kalau udah selesai aku tunggu di lapangan indoor," ujar Morgan.

"Gue duluan guys," pamit Morgan pada teman-teman Hayi yang lain.

"Ekspresinya datar banget! Kayak bukan orang yang sama," celetuk Nada selepas kepergian Morgan.

"Ya udah, kita duluan ya Yi." Endru menepuk bahu Hayi berpamitan. Nada dan Saka juga berpamitan pada Hayi tanpa menepuk bahunya, karena ternyata dua orang itu masih adik kelas Hayi, keduanya duduk di kelas sepuluh. Karena kesalah pahaman sejak awal jadi mereka memutuskan untuk saling menyapa dengan nama saja agar lebih nyaman dan tak ada sungkan-sungkanan.

Hayi awal mengetahuinya cukup kaget karena Saka bahkan lebih tinggi dari Endru, namun setelahnya dia biasa saja karena tinggi badan memang tak ditentukan dari umur.

Hayi mencangklong tasnya kemudian berjalan menuju lapangan indoor. Sangat malas sebenarnya menunggu morgan di tribune sendirian, tapi mau bagaimana lagi? Titah tuan muda Morgan haram hukumnya dilanggar, apalagi kalau Hayi masih ingin hidup tenang besok.

Hayi berjalan masuk dan menuruni tangga lalu duduk di tribune barisan ke tiga, setelah memastikan Morgan tahu bahwa dia sudah di sana, Hayi memasang aerphone untuk menghilangkan kebosanan. Asal tahu saja, menonton permainan basket di dalam ruangan seperti ini cukup berisik dan Hayi kurang suka itu.

Hayi fokus menatap bola yang bergerak ke sana kemari, berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Lama-lama matanya jadi sangat berat, kantuk sepertinya mulai menghampirinya. Suasana menjadi tak karuan karena lagu yang didengarkan Hayi juga sangat cocok untuk dibawa ke alam mimpi.

"Nunggu Morgan?" tanya seseorang, Hayi menoleh dan mendapati Jasmine mendudukkan dirinya di sebelah Hayi.

Entah kenapa Hayi jadi langsung segar, dia agak takut dengan Jasmine, takut kalau gadis itu mengamuk padanya karena telah merebut Morgan. "Iya Kak. Kakak juga lagi nunggu Kak Kevin?" tanya Hayi basa-basi.

"Iya nih, gue emang langganannya tempat ini. Dulu Morgan, eh punya pacar lagi ternyata balik-balik pemain basket lagi." Jasmine terkekeh merasa geli akan dirinya sendiri. Hayi juga ikut terkekeh kaku.

Kapten MorganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang