25. Kiss

785 86 31
                                    

"Temenin gue ke toilet yuk Sal," pinta Hayi, Salwa mengangguk, Qasi tak bisa diganggu karena sedang mengerjakan tugas matematika yang belum selesai.

"Gue ke toilet dulu ya Si," pamit Hayi yang diangguki Qasi. Hayi dan Salwa permisi pada guru yang mengajar.

"Emangnya lo gak ngasih lihat Qasi tadi?" tanya Salwa, memang dirinya dan Hayi sudah siap mengerjakan soal matematika tersebut dan sudah di kumpulkan ke meja guru.

"Dianya gak mau, mau berusaha sendiri. Gue cuma ngasih tahu dasar-dasarnya aja," jelas Hayi, Salwa mengangguk, meski manja, centil dan terkadang galak seperti itu, Qasi sangat jarang mengambil kesempatan dalam persahabatan mereka, gadis itu kebanyakan mengusahakan sendiri jika dia merasa masih bisa mengusahakannya.

Hayi dan Salwa terdiam saat anak-anak kelas dua belas ternyata sedang kerja bakti di teras kelas. Mereka memang berniat ke toilet yang berada di lantai satu karena katanya toilet di lantai dua di mana kelas mereka berada sedang rusak salah satunya, jadi yang satu itu harus diperbaiki dulu baru nanti semuanya boleh digunakan.

"Udah gak apa-apa." Salwa menggandeng lengan Hayi dan mengajaknya berjalan, sepanjang perjalanan keduanya menunduk, apalagi Hayi, dia merasa bahwa tatapan orang-orang terhadapnya sangat tidak biasa. Salwa mengencangkan pegangannya pada lengan Hayi, karena dia juga merasakan hal yang sama.

Entah kenapa koridor rasanya menjadi jauh lebih panjang. Tatapan-tatapan mengintimidasi itu seolah mengikuti mereka. Keduanya tak mengerti apa salah mereka, tapi karena semua yang menatap sinis adalah anak kelas dua belas jadi mereka tak berani bertanya. Mereka berdua menghela napas lega saat sudah mencapai pintu toilet.

Hayi lekas masuk ke salah satu toilet, sementara Salwa merapikan rambutnya di depan kaca. Gadis itu masih tak mengerti dengan maksud dari orang-orang di luar sana, Salwa tak pernah merasa bahwa dia melakukan kesalahan fatal, apalagi Hayi. Salwa sangat tahu betapa baik hati sahabatnya itu.

Hayi keluar, dia ikut berkaca bersama Salwa. "Apa cuma gue yang ngerasa kalau kita ditatap sinis sama kakak kelas?" tanya Hayi menatap Salwa.

"Gue juga ngerasa kok Yi, ada apa ya?" tanya Salwa balik. Hayi menggeleng tak tahu, dia sendiri terheran-heran, dia sama sekali tak merasa bahwa dia melakukan sebuah kesalahan yang bisa menjadi alasan para kakak kelasnya menatapnya seperti itu.

Sekarang mereka berdua tak tahu bagaimana caranya balik ke kelas. Atau melalui tangga yang satunya lagi?

Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam toilet juga. "Eh Hayi," sapa Jasmine, iya yang baru masuk adalah Jasmine.

"Kak Jasmine," sapa Hayi balik.

"Semua kelas dua belas emang lagi kerja bakti ya Kak?" tanya Salwa penasaran, kalau mereka semua sudah selesai maka keduanya bisa kembali dengan damai.

"Iya, benerin taman depan kelas," jelas Jasmine mencuci tangannya di wastafel.

"Kenapa?" tanya Jasmine saat Hayi dan Salwa hanya saling tatap.

"Kita disinisin sama semua cewek kelas dua belas," jelas Salwa, Hayi tak berani mengatakannya pada Jasmine takut teman gadis itu juga menatap mereka dengan pandangan sinis, nanti Jasmine menceritannya lagi ke teman-temannya dan membuat Hayi juga Salwa semakin dibenci.

Jasmine terkekeh. "Itu alasan kenapa gue memilih putus dari Morgan, fans-nya galak-galak," ujar Jasmine.

Dan kini Hayi dan Salwa baru paham.

"Gak apa-apa kok, mereka paling cuma iri aja, Morgan kan maunya sama lo, gak perlu lo pikirin pandangan mereka," terang Jasmine. "Gue duluan ya," pamitnya.

Hayi dan Salwa memilih untuk lewat tangga yang satu lagi, meski akan sangat jauh ke kelas mereka tapi itu lebih baik daripada melewati anak-anak kelas dua belas.

"Maafin gue ya Sal," ucap Hayi sungkan.

"Gak apa-apa. Bukan salah lo," kata Salwa mengerti.

***

"Persis kayak lo pas ngambek sama Hayi," kata Salwa, Salwa dan Hayi tengah menceritakan kejadian yang mereka alami saat menuju toilet tadi.

"Idih, kalau lo sama gue tadi Yi, udah gue sinisin balik, dikira apaan! Emang ya kalau orang gak bisa memiliki tuh bawaannya sirik aja!"

"Kayak lo enggak aja!" sosor Salwa, dia adalah saksi di mana Qasi baru mau berdamai dengan Hayi saat tahu Hayi dan Morgan hanya pura-pura.

"Gue tampak luarnya emang kayak gitu Sal, tapi sebenarnya gue mah tetep nganggep Hayi sahabat gue," jelas Qasi yang tentu saja tak Salwa percayai, gadis itu tukang ngambek tak mungkin hatinya tak ikut kesal dengan Hayi. Hayi hanya tersenyum lantas melanjutkan mengepel lantai. Tiga gadis itu memang bertugas piket hari ini. Kenapa hanya tinggal bertiga? Karena ketiganya yang meminta untuk mengepel lantai, tugas paling akhir dari piket kelas.

"Terserah lo deh, yang penting aslinya gue gak kayak gitu, kan gue yang tahu gimana isi hati gue," ujar Qasi masih berusaha membela diri.

"Sedangkan sekarang aja lo masih sering iri sama Hayi, gak usah munafik Qas, lo tuh salah satu bucinnya Morgan garis keras.

"Apaan sih lo Sal! Lo kok malah ngata-ngatain gue sih?!" Qasi berdiri menantang dengan gagang kain pelnya.

"Siapa yang ngata-ngatain lo, faktanya emang bener kan? Buat apa sih kalian sampe segitunya suka sama orang, sampe buat orang itu jadi gak nyaman. Orang di sekitarnya juga jadi gak nyaman? Aneh deh sama kalian, suka boleh bego jangan!"

"Itu kan mereka! Kenapa lo malah kayak nyudutin gue gitu?"

"Guys udah ya, gak ada yang salah kok." Hayi berusaha melerai tanpa memasukkan emosi ke dalamnya.

"Diem lo!!" kata Salwa dan Qasi secara bersamaan.

"Dia kalau gak dikasih tahu gak bakal berubah, sebagai sahabat udah kewajiban kita buat ngasih tahu dia biar sifatnya itu gak mendarah daging!" terang Salwa menunjuk-nunjuk Qasi, sebagai sosok yang bijak baru kali ini Hayi melihat Salwa benar-benar mengungkapkan kemarahannya.

"Lo tuh yang harusnya sadar diri! Suka banget ikut campur urusan orang!" balas Qasi yang memang tak akan mau kalah.

"Woi! Gue yang ngejalanin. Lo berdua jangan berantem dong gara-gara ini!" Hayi melempar gagang kain pelnya tak terima.

"Oke, sorry." Lagi-lagi Qasi dan Salwa berkata bersamaan membuat keduanya saling berpandangan kemudian tertawa. Aneh juga kalau diingat-ingat.

Dan sekarang Hayi sedang menyaksikan dua orang yang saling tertawa-tawa seperti orang gila, siapa lagi kalau bukan Qasi dan Salwa, Hayi lalu melanjutkan mengepelnya.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Hayi.

Morgan :
'Gue di lapangan basket indoor, lo ke sini aja.'

"Gue titip kain pel gue ya, tolong jemurin, gue mau ke lapangan indoor," jelas Hayi, Qasi dan Salwa mengacungkam jempol yang lagi-lagi bersamaan. Keduanya sudah berdamai dengan hitungan detik, Hayi sendiri tak tahu bagaimana dia bisa berteman baik dengan dua orang berbeda kepribadian itu.

Hayi berjalan menyusuri koridor menuju lapangan indoor. Sekolah sudah sepi, hanya tinggal beberapa murid lagi yang masih berada di sana, agak menyeramkan juga berjalan sendirian di koridor. Hayi mempercepat langkahnya. Dia langsung membuka pintu menuju lapangan saat sudah sampai di depan ruangan lapangan.

Hanya ada Morgan sendirian di sana, Hayi mendekatinya. "Kenapa di sin..." Kalimat Hayi menggantung saat tanpa aba-aba Morgan yang berdiri di hadapannya menempelkan bibirnya ke bibir Hayi.

♡♡♡

Baris guys! Kita tabok Morgan sama sama!!!

Kapten MorganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang