9

6.6K 532 13
                                    

Braakkkk

Bugh!!

Sinta terbangun, kaget mendengar keributan didepan pintu kamarnya. Lingkar hitam tercetak dibawah mata indah milik Sinta. Semalam ia tidur jam 2 dini hari.

Menatap jam dinakas masih pukul 6 pagi.

Bughh!!

Suara gaduh itu mulai terdengar lagi. Bergegas Sinta berlari membuka pintu. Didepannya Rama tersungkur dengan sangat tidak aesthetic. Juga Arvin yang berdiri dengan mengepalkan kedua tangannya.

"astaghfirullah, Rama kamu ngapain nungging-nungging kek gitu?" tanya Sinta heran. Wajar Sinta lambat memahami situasi yang terjadi, nyawanya belum benar-benar terkumpul.

"bangun lo bangsat!" ujar Arvin membalik Rama yang sudah tak berdaya. Mencengkeram erat kerah baju Rama yang lusuh.

"ngapain lo sepagi ini disini?" tanya Arvin penuh penekanan.

"Ar—"

"diem Ta, aku lagi ngomong sama cowok brengsek ini," desis Arvin memotong kalimat Sinta.

"gue tanya tuh dijawab! Ngapain lo sepagi ini disini?!" bentak Arvin.

"gue- mau minta ma-af," ujar Rama terbata. Disudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Ar, udah jangan gitu, kasian dia," ujar Sinta yang langsung diberi tatapan tajam oleh Arvin.

"cowok kaya gini nggak pantes dikasihanin, dia bahkan nggak mikir waktu nyakitin kamu," ujar Arvin geram.

"gu-e nggak mak-sud gitu," ujar Rama membela diri. Ujungnya diberi bogem mentah dari Arvin dengan cuma-cuma.

"Ar udah, jangan kaya gini!" bentak Sinta membantu Rama yang kembali tersungkur.

Arvin menatap dingin, seolah menuli oleh bentakan Sinta.

"aku pantes dapetin ini Sin, maafin aku," lirih Rama hampir tidak terdengar.

Setelah mengatakan itu perlahan Rama menutup matanya rapat. Sinta histeris takut Rama benar-benar koid.

"Ar tolongin Rama!!" jerit Sinta panik.

"Rama bangun," Sinta menepuk-nepuk pipi Rama. Namun tak ada respon sama sekali.

"ada apa nih? Astaghfirullah!" Bara kaget melihat kekacauan dirumahnya. Terlebih Sinta memangku Rama yang tidak sadarkan diri. Juga Arvin yang menatap sengit pada Rama.

"heh bantuin Vin, anak orang ini!" sentak Bara. Arvin berdecak malas tapi tak urung menuruti perintah Bara.

"bawa ke kamar Sinta aja yang deket," ujar Sinta.

"nggak ya Ta!" tolak Arvin mentah-mentah.

"bener kata Sinta, bisa encok papa kalau harus bawa Rama turun ke bawah," mendengar Bara sudah berultimatum, sambil cemberut Arvin menggotong Rama ke kamar Sinta dengan terpaksa.

***

"ssh akh.." desis Rama merasakan nyeri dibeberapa bagian wajahnya. Meskipun abu gosong yang melekat diwajah Rama akibat dari pukulan teplon menghilang karena dibersihkan Sinta, sekarang memarnya terlihat.

Disudut mata, hidung, pipi, sudut bibir juga memar diperut. Hanya saja yang diperut Rama tidak berani menyuruh Sinta mengobatinya.

Bagaimana mau berani, orang yang membuatnya babak belur begini sedang menatapnya tajam. Arvin duduk disofa dengan bersidekap dada. Mengamati princess kesayangannya yang tengah mengobati Rama.

Arvin tak mengalihkan pandangannya sedikitpun. Hanya bernafas dan berkedip saja.

"huft," Sinta menghela nafas lelah, "sampai kapan kamu mau natap kita kaya gitu Ar?" tanya Sinta.

Mantan Gak Ada AkhlakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang