DUA BELAS

7.4K 1K 157
                                    

Suasana kelas 11-1 tampak begitu sunyi. Hanya ada satu suara yang mengisi ruang kelas. Yaitu Pak Yesung, selaku guru Seni Musik. Menjadi satu-satunya guru yang paling disukai oleh para murid karena memiliki suara yang indah ketika bernyanyi.

"Jadi. Untuk pengambilan nilai dua minggu lagi, Bapak akan membentuk satu kelompok dua orang. Kelompok sudah Bapak tentukan," kata Pak Yesung yang membuat sesisi kelas mendesah kecewa.

Inilah yang paling tidak disukai oleh para murid, termasuk kelas unggulan seperti 11-1. Tidak semua penghuni kelas menguasai materi, setidaknya terendah ulangan mereka selalu ada di angka 80 sampai 85. Entah ini yang dikatakan tidak menguasai materi atau memang mereka hanya membual? Dan yang bikin mereka kecewa adalah penghuni kelas 11-1 tidak semua pandai bernyanyi.

"Dikarena materi sebelumnya belum Bapak ambil nilai, maka untuk pengambilan kali ini akan Bapak serahkan ke masing-masing kelompok. Kalian boleh membawakan lagu dengan memainkan alat musik, bernyanyi atau keduanya diperbolehkan," jelas Pak Yesung yang membuat seisi kelas bernapas lega.

Bila seperti ini mereka tidak perlu kecewa. Setidaknya, bila tidak ada yang bisa bernyanyi dapat memainkan alat musik saja dan begitu sebaliknya.

Pak Yesung mulai membaca nama masing-masing setiap kelompok. Sampai dikelompok 14, satu orang mulai terlihat gelisah.

Hanya tinggal 3 orang lagi. Semoga dengan Yoshi, biar kita bisa mainin alat musik aja, pinta Jaemin dalam hatinya.

"Kelompok 14. Kanemoto Yoshinori dengan Yoo Jimin," putus Pak Yesung yang membuat Jaemin segera mendesah kecewa.

"Berarti kelompok 15 adalah Huang Renjun dengan Jung Jaemin."

Berpapasan dengan nama yang disebutkan oleh Pak Yesung, keduanya saling melihat dan menatap tajam. Seakan tengah saling memberikan ancaman 'awas kalau lo ngancurin kelompok kita'.

"Sekian untuk pelajaran hari ini. Tolong minggu depan kalian submit ke Bapak mengenai apa yang akan kalian tampilkan nanti," kata Pak Yesung sembari merapikan buku pelajarannya.

Sepeninggalan Pak Yesung, Renjun bangkit dari duduknya menuju meja Jaemin. Mengetuk-ngetuk sang pemilik meja untuk segera melihat ke arahnya.

"Gue mau kita nyanyi aja," putus Renjun.

"Lah? Suara gue sumbang. Kagak! Kagak! Bawain alat musik aja," tolak Jaemin.

"Gue kagak bisa main alat musik! Nyanyi aja udah sih. Bagian lo dikit aja, biar suara sumbang lo ketutup sama suara gue," usul Renjun, namun Jaemin tampak tidak terima.

"Sembarangan." Jaemin melipat tangannya di dada. "Enak di lo, enggak enak di gue itu namanya."

"Lah? Enak di lo lah, kagak usah banyak-banyak bagian lo nyanyi," sungut Renjun.

"Heh! Kalau lo lupa, Pak Yesung itu nilainya dari pembagian part juga. Kalau part gue dikit, ya nilai gue jelek." Jaemin masih tidak terima. Nilainya menjadi taruhan di pengambilan nilai nanti.

"Kar. Mending gue bawa gitar apa beat box aja?" tanya Yoshi yang membuat Renjun dan Jaemin melihat interaksi kelompok 14.

Perempuan bernama Yoo Jimin yang kerap di sapa Karina itu tampak berpikir. "Gitar aja Yoshi. Materi kemarin kan alat musik dan sekarang tarik suara. Gue tahu kok, lo enggak pandai nyanyi kecuali nge-rapp. Kita cari aman aja, lo main gitar, gue yang nyanyi."

Jaemin tersenyum. Renjun pun tersenyum. Terima kasih Yoshi dan Karina.

"Gue main keyboard," kata Jaemin.

"Gue yang nyanyi," sahut Renjun.

Keduanya berjabat tangan. "Nilai A!"

***

Haechan tersenyum senang. Jeno memasang muka asem.

"Haechan senang banget tuh. Sekelompok sama Jeno buat pengambilan nilai Pak Yesung," kata Hyunjin yang langsung disambit botol minum oleh Jeno.

"Bawain lagu romantis ya kelompok 10!" seru Jihoon yang langsung disetujui oleh penghuni kelas 11-2.

Siapa sih penghuni kelas 11-2 yang enggak tahu soal seberapa besar cinta Lee Donghyuck kepada seorang Jung Jeno? Jawabannya enggak ada. Semua penghuni 11-2 tahu itu. Dan saat Pak Yesung menyebut kedua nama itu, seisi kelas langsung ramai dan bersorak heboh.

"Jeno mau main alat musik apa?" tanya Haechan lembut.

"Terserah gue lah," ketus Jeno.

"Haechan kan harus tahu. Biar bisa menyesuaikan suara Haechan sama alat musik yang Jeno mainin nanti," balas Haechan yang tersenyum hangat.

"Gitar," kata Jeno singkat.

"Gitar petik biasa apa gitar listrik?" tanya Haechan lagi. Sungguh ia merasa senang dapat bertanya seperti ini. Momen yang paling langka dan sangat dimanfaatkan olehnya, karena Jeno pasti akan menjawab pertanyaannya.

Jeno memutar kedua bola matanya malas. "Ya lo pikir aja sendiri. Emang boleh bawa gitar listrik ke sekolah? Ngadi-ngadi aja jadi orang."

Haechan mengerucutkan bibirnya. Dingin sekali kayak batu es sang pujaan hati Haechan. Enggak apa-apa. Kata Papa, Haechan itu kayak matahari dan matahari bisa nyairin batu es.

"Soal lagi itu terserah lo. Gue ngikut," kata Jeno yang buat Haechan tersenyum. "Dah. Gue mau makan siang, kembaran gue udah dateng," lanjutnya bangkit dari tempat duduk dengan membawa kotak makan siangnya.

Haechan menatap punggung Jeno yang mulai menghilang dari balik pintu. Punggung yany selalu dilihatnya dan ingin sekali memeluk Jeno dari belakang. Membayangkan itu saja kedua pipi Haechan sudah kembali memerah.

"Lagu romantis aja deh. Hehehehehe ... lagu apa ya yang cocok biar Jeno terlena sama suara Haechan ya?"

Haechan bangkit dari tempat duduknya. "Coba tanya Renjun atau Chenle deh, kan katanya dia mau bantuin gue deket sama Jeno."

Langkah Haechan terhenti saat berada di depan kelas. "YA TUHAN! ENGGAK SABAR DUA MINGGU LAGI PENGAMBILAN NILAI SAMA JENO!"

"CIE HAECHAN! SENENG NIH! DITUNGGU YA PENAMPILAN SAMA PUJAAN HATINYA!"

"CIEEEEE ... CIEEEEEEE ... CIEEEEEEE!"

"YANG KESAMPEAN DUET SAMA PUJAAN HATI MAH BEDA!"

"IH! KALIAN JANGAN GODAIN GUE DONG! KAN MALU!" teriak Haechan kepada teman sekelasnya.

"CIEEEEE! MALU NIH MALU!"

"BIASA JUGA MALU-MALUIN ELAAAAH!"

Muka Haechan merah. Ia langsung keluar dari kelas mencari keberadaan sahabat dan juga adik sahabatnya yang mungkin berada di kelas sepuluh.

***

9 Januari 2021

Kakak Beradik Jung (Jaedo, Nohyuck & Jaemren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang