13

252 12 1
                                    

Hatiku masih tak karuan, rasanya benar benar tak ingin kembali ke pesantren sore ini juga. Andai waktu bisa diubah, mundur sehari saja..

Sesampainya dipondok, kukira semua santri bahagia bahagia saja berlarian kesana kemari menceritakan apa saja yang mereka lakukan selama liburan, bersenda gurau atau makan makan jajanan yang dibawa dari rumah. Namun berbeda denganku, aku hanya diam duduk merenung di teras kamar. Mau sampai kapan ini berlangsung ?

Rasanya aku masih dihantui rasa bersalah, rasa cemas sekaligus rasa khawatir yang mendalam. Tak ada hal lain dipikiranku kecuali memikirkan tentanh keadaan afif yang entah nasibnya seperti apa dan bagaimana.

" Ya Allah semoga dia baik baik saja"
.
.
.
.

Keesokan harinya, saat menjelang dhuhur sahabatku dari Bali menelepon, ternyata ia menelponku atas suruhan afif karena afif tak mungkin berkontak denganku saat ini. Ia tau aku cemas makanya ia berusaha mencari jalan untuk memberiku kabar. Dan aku harap kabar itu baik.. :)

" ay, masih cemas ya?"

" iya mut.. Coba bayangin sekarang aku yg salah tapi aku yang ga bisa berbuat apa apa.. Bahkan buat ngerti keadaannya aja aku ga bisa mut"

" ada aku ay! Aku bakal kabari kamu terus tentang perkembangan dia. Oh iya tangan dia ternyata retak ay"

" Ya Allah.. Tapi kemarin tangannya malah kliatan baik baik aja mut"

" ya justru itu.. Doain aja semoga dia kuat dan cepet sembuh ay"

" iya.. Dia di opname atau gimana sekarang"

" sebenernya disuruh opname tapi dari pihak keluarganya biar dirawat dirumah.."

" makasih ya mut infonya :')"

" sama sama ay. Jangan sedih lagi ya!!"

" iya mut.."

Kuhela napas panjang, masih berkalut dengan rasa bersalah yang entah kapan memudar.. Lalu hal selanjutnya aku harus gimana?

Hampir setiap harinya sahabatku menelepon, memberikan kabar diselingi hiburan agar aku tak cemas namun hiburan yang diberikannya hanya mampu membuatku tersenyum beberapa saat saja, setelah hiburan itu selesai aku kembali terluka merasa cemas yang mendalam.

Genap satu bulan sudah aku berada dipesantren setelah liburan idhul fitri. Hari ini saatnya aku dijenguk, karena rumahku cukup jauh dari pondok makanya penjengukan harus disertai jadwal yaitu sebulan sekali.

Kuhampiri keluargaku dan langsung menyalaminya, mencium punggung tangan bapak dan ibu serta menceritakan beberapa hal menarik yang kudapati dari pondok. Hanya sekedar membuka obrolan

Seperti biasanya ketika aku dijenguk kami langsung pergi keluar mencari makan dan ke swalayan untuk membeli sabun serta jajanan untukku yang telah habis.

" ayu kemarin abis ngapain, temennya ada yang kecelakaan ya? "

Kutelan saliva dalam dalam dengan tatapan terkejut disertai dua bola mata yang membesar, " bentar lagi bakal kena hisab nih " batinku

" bapak dikasi tau ustadz soalnya beberapa hari yang lalu.. "

" pantes minta berangkat dulu kesolo "

" bukan karna itu ya pak.. Itu aja ga sengaja"

" tidak sengaja tapi sudah terencana"

" beneran ga sengaja ketemunya"

" anakke parah ya.. Lha kok ayu ga telpon bapak?"

" ya nanti bapak marah :^"

" Lha kalau tau bapak bakal marah nek ayu kaya gini kenapa masi di lakuin?"

" ya kan ga tau bakal kaya gini"

" berarti ayu ga tanggung jawab?"

" kan tak deketin terus tak tanya mana aja yang sakit trs ayu disuruh pulang soalnya bentar lagi mau berangkat ke pondok"

" jangan diulang kaya gitu lagi, kalau berani berbuat harusnya berani tanggung jawab juga"

" iya pak.."

" ni bapak uda kontakan sama anaknya"

" terus gimana pak sekarang"

" ya sekarang uda agak membaik tapi tangannya kan retak"

" iya ayu liat kecelakaannya"

Sejak saat itu orang tuaku dekat dengan dia, ya akhir yang baik untuk sebuah awalan yg buruk. Mungkin itu caption dari part 13 ini.. So flashbackny uda ya. Sekarang ganti alur.. But di chapter selanjutnya. See u

Dalam Satu AamiinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang