3

477 18 6
                                    

Pernahkah kalian berada pada posisi terpahit, dimana kalian harus dituntut untuk menjalaninya, tertuntut untuk menjadi pribadi penerima, pada saat sebuah keinginan yang telah lama terimpikan namun harus mengikhlaskan untuk mengubur dalam dalam? Selalu menguatkan hati agar tetap tegar namun selalu aja terkalah dengan perasaan yang tak mampu menutupi luka?

Ya, kusinggung rasa terpurukku saat itu. Tepat pada tanggal 29 Juni 2020. Ahh, rasanya peristiwa itu tak mungkin bisa kulupa dalam sejarah hidupku, dimana ternyata menerima realita yg berbalik dengan ekspetasi itu sangat lah sulit.

Aku sudah menyiapkan barang dekor untuk menghias kamarku, karena tak lama lagi kita akan menikah, namun melalui jalur sir secara agama belum secara negara. Beberapa hari yang lalu pun aku telah merombak kamarku menjadi sebuah ruangan yg Indah bak kamar hotel dengan nuansa krem. Tidak hanya itu, perombakan kamarku pun disertai membeli kasur, almari serta meja riasnya. Aku sudah membeli banyak barang untuk mempercantik kamar ini, dan tak sabar menanti hari dimana kami akan menjadi sepasang suami istri yang sah.

29 Juni 2020..
Tepat pukul 16.00 WIB.

Aku dan kedua orang tuaku pergi menemui seorang ustadz yang sudah sangat dekat dengan keluarga kami, yang biasanya menjadi ustadz rujukan. Bapak memintanya untuk menikahkan kami secara sir. Karena kami memang belum bisa menikah melalui KUA. Faktor utamanya adalah karena usia kita yang tergolong masih muda. Belum genap 19 tahun. Padahal syarat pernikahan sekarang adalah masing masing calon pengantin minimal berusia 19 tahun, dibawah itu harus dengan proses persidangan yang sangat sulit syaratnya.

Apa jawaban ustadz itu?
Jawaban yang jauh dari perkiraanku sendiri.
" maaf pak saya ngga berani menikahkan sir lagi, karena masalah kemarin pun saya mendapat peringatan, karena sekarang pernikahan sir di Indonesia adalah pernikahan ilegal sehingga jika ketahuan oleh pihak yang bersangkutan bisa dikenai sanksi yang cukup berat,,, begini saja, bagaimana jika kalian harus saling sabar ya mba Ayu "

Bapak membuang nafas panjang, wajahnya menoleh ke arahku. Aku masi tak percaya.. Hei ini mimpi kan? Prank kan?? Air mataku perlahan menetes jatuh membanjiri kedua pipi. Aku menangis sejadi jadinya.

Pernahkah kalian merasakan rasa sedih yang sangat sehingga seperti jarum yang menusuk menyesakkan dada? Itu yang ku rasa. Aku sangat kecewa dengan keadaan sehingga tangis ku tak terkendali lagi.

Bapak mencari cara lain yaitu dengan menanyakan perihal ini kepada teman karibnya yang menjadi hakim di Kalimantan, perkataan ustadz itu memang benar, aku semakin menjadi jadi, rasa kecewa ini semakin memarah, aku hancur karena ekspetasiku sendiri. Aku marah bahkan aku benci dengan keadaan.

Akhirnya kami pulang membawa banyak luka yang membeban. Tak sanggup untuk kembali menangis, aku hanya diam dengan tatapan kosong, kurasa akulah manusia paling tragis di hari itu.

Namun perlahan aku mencoba untuk bangkit dari kenyataan, mencoba untuk kembali berdiri tegak memondasikan hati yang kuat, meski rasanya masih hanyut dalam rasa kekecewaan.

Aku bangkit, karna aku memang harus mempersiapkan diri untuk acara lamaran yang tak jauh lagi dari hari itu.

Dalam Satu AamiinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang