15. MAAFKAN AKU MAS PANJI

308 40 6
                                    


Karena kebodohanku semua ini terjadi. Aku dipingit dalam ruangan ini, Ibu dan Romo juga bertengkar, juga kemarahan mas Eka yang tak pernah ku duga itu. Apa-apa yang akan terjadi dengan mas Panji pun aku tak tau, semoga dia baik-baik saja. Juga tentang cerita perang dingin antara Romo dan Ayahnya mas Panji sudah kuketahui lebih dulu dari Sumarni. Tapi aku tak tau ternyata cerita itu masih punya dendam yang sangat mendalam dan perang itu masih saja berlanjut kepada mas Eka dan mas Panji. Romo yang sekarang ku ketahui sebagai seorang juru tulis Pribumi di Kantoor Gouverneur dulunya banyak dibuat menderita oleh keluarga ayahnya mas Panji. cerita ini juga ku dapat dari mbok Karsih saat dia mengantarkan makan dan keperluanku di kamar ini.

Sesak sekali kurasa, tak ada hawa segar untuk ku hirup, sudah dua pekan kiranya aku terkurung di ruangan pengap ini. hanya mbok Karsih yang kadang-kadang bercerita denganku kalau-kalau pekerjaannya sudah selesai. Ibu tak diberi izin oleh Romo untuk menengokku. Mas Eka kudengar masih belum juga pergi ke kota tempat dia belajar. Romo sendiri kata mbok Karsih menjadi lebih sering bekerja di rumah, mungkin untuk mengawasiku.

"Ndoro Putri, makan dulu nggih. Jangan seperti ini ndoro, nanti bisa sakit, barang sedikit saja ya?" bujuk mbok Karsih kepadaku

"saya sedang ndak berselera mbok, mbok saja yang makan."

"Jangan ndoro, mbok sudah makan. Ndoro Putri makin kurus seperti ini saya jadi sedih melihatnya. Nanti kalau Tuan Ndoro tau Ndoro Putri ndak makan saya yang kena marah."

"Kasih ke pitik di belakang saja mbok."

"Kalau Ndoro ndak makan-makan terus jadi kurus dan jadi tidak menarik bisa-bisa Tuan Panji berpaling ke mbok nanti, piye?" mbok Karsih melakukan segala cara untuk membujukku

"mbok bisa saja." Sahutku dengan seiris senyum tipis. Hanya mendengar namanya saja sudah membuat hati ini senang, pikirku. Bagaimana kiranya kabar mas Panji? Aku rindu.

"Yasudah, saya makan sedikit yo mbok."

"Nah ngono toh dari tadi, apa perlu saya cerita tentang mas Panji setiap hari supaya Ndoro mau makan." Ledek mbok Karsih dengan gelak tawanya.

"Mbok.." tiba-tiba aku terpikir sesuatu yang mungkin bisa mengobati rindu ini.

"Dalem Ndoro.." dengan mimik wajahnya yang menunggu perintah dari seorang puan.

"Mbok saya boleh minta tolong?"

"Nggih Ndoro.."

"bawakan saya kertas dan alat tulis, tapi biar Romo ndak tau mbok masukkan saja ke dalam klambine mbok. Saya mau tulis surat untuk mas Panji. nanti kalau mas Panji ngasih balasannya langsung dikasih ke saya ya mbok jangan sampe Romo dan mas Eka tau."

"Tapi mbok takut. Kalau sampai ketauan sama Tuan Romo piye?"

"Ndak popo mbok, kalau mbok takut itu semakin mencurigakan. Kalau sampai ketauan saya yang akan ngomong sama Romo, saya yang maksa mbok untuk bantu saya. Mau kan mbok bantu saya?"

"Baiklah Ndoro, tapi mbok ndak tau mau ngasih suratnya ke siapa? Pondoke mas Panji kan ya jauh dari sini Ndoro. Kantor Pos juga jauh, mbok ndak bisa keluar lama-lama"

"Iyo yo mbok, piye yo?" tiba-tiba selagi berpikir aku teringat dengan mas Dayat temannya mas Panji. "Mbok, mbok tau ndak ada cah lajang cedak omahe Sumarni?, temene mas Panji dia mbok."

"Cah Lajang cedak omahe Sumarni?" Dayat?"

"Iya mbok, mas Dayat. Mbok kenal?"

"Yo kenal, wong dia itu keponakane mbok, dia itu anaknya mbakyu ne mbok."

SENJA DI LANGIT HINDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang