Suara percikan perapian yang melalap bilah-bilah ek kering memenuhi ruangannya kali ini. Segelas cokelat panas yang baru saja habis ia telan beberapa menit lalu, sayangnya sama sekali tidak membantu. Pikirannya kocar-kacir, tapi tubuhnya terlentang nyaman diatas kasur queen size, diatas balutan dua lapis kain tebal dan beberapa balutan kain penghangat lainnya. Jam waker putih mungil disebelah mug yang kini menyisakan jejak wangi cokelat, menunjukkan pukul dua dini hari. Ia tak bisa tidur.
Kejadian kemarin petang masih terputar di otaknya. Kurang lebih Harry sudah berkali-kali mengingatkan kepalanya sendiri bahwa yang terjadi kemarin adalah sebuah kenyataan yang setidaknya harus ia terima. Jadi, melodi itu punya arti. Jadi, ada rencana ibunya dan Mrs.Malfoy –dan Yang Kuasa tentunya, diatas semua ini. Terlepas dari semua ini, ia masih percaya Tuhan. Jadi, Mrs. Malfoy tahu eksistensi dirinya. Wah- tak diragukan lagi keluarga Malfoy tahu menahu tentang kematian orang tuanya. Lalu seperti biasa, ia akan mencoba membawa pemikiran-pemikirannya itu ke alam bawah sadar. Sekedar untuk menelan semuanya menjadi mimpi. Dan pada akhirnya ia berhasil tertidur.
Dan terbangun- "Hey. Hey, Harry." –atas siulan samar-samar, derap kaki menuruni anak tangga, dan sapaan –panggilan- singkat khas seseorang.
"Bisa kau mengetuk pintunya terlebih dahulu? Kukira kau seorang asisten noble yang punya manner- oh-" jeruji besi bukanlah pintu.
"Bagus, kau sudah melempar kalimat menusuk seperti biasa. Jadi kuanggap kau sudah cukup sadar."
"Kali ini apa, 'kebanggan Diggory'?" suaranya masih serak –pukul tujuh pagi. Sebenarnya malas menimpali Cedric hari ini. Ia ingin tidur saja.
"Aku tahu kau itu spesial. Tapi bisa tidak, tenangkan dirimu dan kobaran ungu di sekelilingmu itu? Kau mengundang terlalu banyak atensi, bahkan saat berada dibawah sini."
Kurang lebih Cedric mendengar kata penyesalan semacam 'oh, maaf' setelahnya. Tapi dibarengi juga dengan kalimat lainnya.
"-tapi aku tak bisa mengendalikannya."
"Candaan lain?"
"Serius."
.
.
Sesaat setelah Cedric mengecek keseriusannya, ia mendengar asisten pribadi Malfoy satu itu menjauh kurang lebih dua meter. Dan samar-samar berbincang dengan seseorang di seberang sana, sok serius. Lalu menutupnya dan mengatakan sesuatu seperti 'Kau, tunggu disini.' padanya. Memangnya aku bisa pergi kemana? Lelucon Cedric payah.
Begitulah awal bagaimana giliran Harry yang memasang wajah berpikir dan terkejut, lagi. Ada seseorang lain yang datang. Bersalaman sesaat setelah berbasa-basi dengan Cedric. Lalu lurus berjalan kearahnya, dan membuka satu sisi jeruji besi. Harry, sekali lagi, memasang sikap defensif. Memperburuk kobaran aura ungu di sekelilingnya. Anehnya familiar terhadap wajah orang ini-
"Tenang, kau hanya akan memperburuk keadaanmu dengan memasang tampang ingin membunuh seperti itu."
"Cedric –Diggory! Siapa orang yang seenaknya kau ijinkan masuk ke dalam sini?!" Racau Harry, bagus- ia panic sekarang. Like, hell, orang waras mana yang masih bisa tenang saat didampingi oleh dua makhluk penghisap darah, tanpa senjata apapun?
"Zabini –Blaise Zabini. Itu namaku. Dan aku datang kesini untuk memperbaiki itu." Katanya sambil memutar-mutar telunjuk dihadapan Harry.
"Kau –Zabini yang itu?" Tentu saja.
"Iya, Zabini yang itu." Katanya tak sabaran. Malas mendebat untuk sekedar tahu, maksud dari 'yang itu'.
"Untuk sesaat kau mulai terlihat tak seperti orang luar mansion ini, Harry, kau tahu? Karena, kau mengenal satu orang penting lagi." Timpal Cedric acak.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURA
FanfictionAlternate Universe. Aura. Creatures. Ina-Eng Drarry. Draco(T)xHarry(B). Suatu ketika dalam penyamarannya, nomor telepon Harry yang seharusnya tidak diketahui siapapun tipa-tiba berdering. Menampilkan suara seorang wanita yang setelahnya ia ketahui...