"HUAH!!"
Huff.. huff.. huff..
"Terimakasih, Tuhan. Huff.. huff.. pagi ini adalah pagi terbaik yang pernah ada."
Bukan, bukan pujian. Itu sarkasme. Melemparkan kegelisahan dan merengek pada Tuhan di pagi hari dengan bumbu sindir dan sarkasme adalah hidangan pembukanya hari ini. Sedangkan, cemilan gratisan ala-ala nya sudah dinikmati tadi. Puncaknya adalah bangun dengan tidak menyenangkan, nafas berat dan tidak teratur, badan bermandikan keringat, dan 'sedikit' teriakan sebagai topping. Tampilan yang berlumur cairan merah, beserta dekorasi ruang, dan minuman di dalam gelas yang senada. Amis. Sungguh hidangan yang tidak patut masuk rekomendasi. Um, cukup cocok untuk dinamai 'mimpi buruk'.
Sudah sadar. Ia ingat betul dimana dirinya saat ini. Kemudian mencoba duduk, tapi nafasnya tidak kunjung teratur. Ah..akan sangat buruk kalau ia harus merepotkan orang lagi untuk mengisi catatan medisnya dengan 'hiperventilasi'- atau 'serangan panik'. Sayangnya, pikiran seperti ini malah memperburuk keadaan. Beberapa detik setelahnya, matanya mengerjap tak nyaman. Mencoba untuk fokus. "....ayolah.. fokus.. fokus.. tenang.. breath..." Seperti beberapa patah kata yang terus diulang-ulang, dan perlahan masuk ke telinga juga kesadarannya. Menurut, Harry menganggukan kepalanya cepat. Mengabaikan fakta tentang dua telapak tangan dingin yang menangkup wajahnya. Memaksanya untuk terfokus pada wajah pucat empunya yang entah bagaimana ikut-ikutan panik.
"M-Malfoy-"
"Yeah-yeah. Ini aku, ini aku. Kau oke?"
"Hahh-tidak. Akan oke kalau aku bangun seperti orang normal."
"Oh, sudah bisa komentar panjang. Artinya kau sudah normal."
"Ya-ya."
"Mimpi buruk?"
"Mhm. Sort of."
"..."
"Hey, apa- apa kau melakukan hal yang sama seperti si Diggory?"
Menutar kilas balik mimpinya tadi membuat perutnya mual. Demi janggut Merlin. Harry tak habis pikir, kenapa mimpi buruknya kali ini visualisasi dan bahkan urutan kejadiannya pun begitu jelas. Dan diatas semuanya, peran si algojo diambil oleh manusia yang duduk disampingnya saat ini.
"Kau melihatku melakukan itu di mimpimu?" Alih-alih menjawab, Draco mengajukan pertanyaan lain. Sambil dengan konyolnya membuat gestur-gestur aneh disertai kalimat seperti 'you know, like- like this?'. Yang membuat Harry perlahan muak dengan rasa mual yang memburuk adalah bagaimana ia bisa membayangkan peristiwa pembunuhan ala Cedric Diggory, dan bagaimana tepatnya si blonde git ini memperagakannya.
"Lupakan." Tentu saja, balasan berupa pertanyaan dan ketidak pekaan si blonde menjatuhkan seketika minat sang pewaris nama Potter. Potter dan arogansinya yang tak disadari.
"..... as you wish." Balas Draco sambil mengendikkan kedua bahu lebarnya. Seperti tak mau tahu.
"Sarapan menunggu dibawah. Aku yakin semuanya sudah berkumpul." Lanjutnya kalem.
"Mhm."
.
.
.
"Selamat Natal, Malfoy, Harry!" Hermione mengucapkan selamat disusul satu-persatu orang dirumah itu. Oh, ya. Natal, Hari Natal. Ia sempat melupakannya. Thanks to that damned nightmare.
Hermione seperti biasanya, terlihat begitu nyaman dan tenang. Kedua telapak tangannya menggenggam sisi-sisi gelas yang sepertinya berisi cokelat panas, favorit Harry. Tapi, kombinasi orang-orang di ruang makan itu membuatnya heran. 'Apa-apaan dengan kombinasi ini?'- menimbulkan pertanyaan semacam itu. Draco Malfoy, Pansy, Hermione, Cedric, Luna, dan dua orang dewasa- Sirius Black dan Remus Lupin. Jenis-jenis orang yang tidak akan mengadakan perkumpulan macam ini kalau tidak dipaksa keadaan.
Tapi, ia putuskan untuk ikut bersikap tenang dan berusaha menikmati apapun yang tersaji di meja makan. Harus ia akui, menu sarapan yang disajikan dua orang dewasa ini menggugah seleranya. Ternyata, selera mereka tidak membosankan seperti orang paruh baya diluar sana. Jadi, ia memulainya dengan menyeruput sedikit cairan cokelat yang barusan disuguhkan si Malfoy.
"Selesaikan itu, dan makan supmu. Tidak enak kalau kau biarkan ia meresap ke rotinya." Pansy berkomentar dengan luwes.
"Ada apa denganmu? Supnya meluluhkan hatimu?"
Oh- pertanyaan di benak Harry sudah terwakilkan oleh kalimat yang dilontarkan si tampan Cedric. Kasihan, seharusnya Cedric melihat ramalan peruntungannya hari ini. Setidaknya untuk menghindari satu-dua hal yang tak diinginkan. Seperti hantaman manja sendok kayu Pansy, misalnya. Atau pendaran mata Pansy yang mengintimidasi nan murka. Lagipula salahnya juga memancing Pansy dengan tawa mengejeknya. Tapi pemandangan seperti ini tidak buruk juga menurut Harry. Jadi, ia ikut tenggelam dalam suasana itu. Mengabaikan fakta bahwa para vampire di ruangan ini ikut makan dengan tenang. Walau sebenarnya ia tahu, gelas-gelas beberapa 'orang' disini terisi penuh dengan cairan pekat berbau besi, yang mungkin diklaim lagi menjadi 'red wine'. Lalu pandangannya beralih ke gadis bersuara lembut yang barusan ikut tertawa, Luna. Tunggu, Luna?
"Really, Malfoy? Sampai kapan kau akan menyeret Luna dalam masalahku? Bukankah sudah kubilang, aku tidak perlu diasuh. Ia juga perlu menjalani kehidupannya-" Harry berpaling cepat untuk menemukan wajah stoic pagi hari Draco Malfoy, dan menghujaninya dengan bisikan-bisikan menggerutu. Selanjutnya membalas lambaian tangan dan 'Hai' Luna, dengan senyuman terbaiknya.
"Hm? Aku hanya memenuhi keinginannya. Sepertinya dia sedih jauh-jauh dari tuan putri asuhannya." Draco Malfoy, mengendikkan bahunya sekali lagi sok kalem. Dengan sengaja menyelipkan nada penekanan pada kata 'tuan putri'.
"Terserah." Draco menyeringai penuh kemenangan.
"Kau tak ingin makan atau bagaimana?"
"Huh?"
"Supmu. Kau tahu, Mr.Lupin membuatnya dengan susah payah." Ujarnya sambil memberi gesture pada Harry untuk melihat Remus Lupin.
Harry membalas senyuman pria itu, kemudian cepat-cepat mencicipi supnya karena tiba-tiba pria itu- Remus Lupin- mendekat.
"Kau menyukai supnya, Harry?"
"Tentu, ini membantuku lebih tenang, Moony. Aku belum pernah mencoba yang unik seperti ini."
"Aku menyebutnya Brid-Ge! U know? Bread and porridge-" Harry bersumpah, orang ini adalah satu-satunya Black tidak waras yang pernah ia temui. Lagipula, bukankah seharusnya Br-oup, Bread and soup?
"Jangan hiraukan dia. Orang Polandia menyebutnya Zurek, sup fermentasi gandum hitam. Habiskan, dan itu akan membuatmu lebih segar."
"Yeah, thanks, Moony."
"Jadi, tentang obrolan kemarin. Ada apa dengan pertarungan? Maksudku, apa yang diperebutkan?" Sambungnya mantap. Sepertinya tak peduli suasana akan berubah seperti apa nantinya.
"Kau."
"Ya?"
"Yang diperebutkan. Kau." Draco- this little brat and his nonsense- and his stupidly stunning looks.
"Aku?! Dari semua hal- aku tak ada urusan lagi dengan kalian! Tidakkah perkara kalian dengan orang tuaku sudah berhenti saat mereka mati, Malfoy?!"
"Apa? Pikirmu keberadaanmu dan auramu itu mereka anggap angin lalu?!"
"..."
"..."
"..."
"Ugh. Serius?"
"Tentu, Idiot.02." (Read as 'Idiot point zerotwo' :D) Pansy sudah menduganya. Pertemuan kedua idiot ini berarti drama tak berujung. Dan-
ZWOOP
Harry- tinggal tempat duduknya.
.
.
.
.
-HLJ-
KAMU SEDANG MEMBACA
AURA
FanfictionAlternate Universe. Aura. Creatures. Ina-Eng Drarry. Draco(T)xHarry(B). Suatu ketika dalam penyamarannya, nomor telepon Harry yang seharusnya tidak diketahui siapapun tipa-tiba berdering. Menampilkan suara seorang wanita yang setelahnya ia ketahui...