-27. Weakness-

140 20 2
                                    

"-unless.."

"Unless what, Pansy?!"

"Change him, Drake."

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak-tidak.

"Are you out of your mind, Pansy?-"

"-How, how can you suggest such thing?!"

".... No." So much seems like he hesitated himself.

"For Merlin sake, Drake. He's dying!"

Blaise, menyela dengan kejengkelan yang begitu kentara. Memberi tatapan seolah-olah si blonde di hadapannya adalah sesuatu yang paling aneh di dunia. Sedang yang ditatap, mulai menunjukkan perilaku defensif dadakan yang menyanyat hati. Hawa dominasi berganti dengan cepat disapu angin malam. Yang tersisa cuma ketidakyakinan ala-ala pengecut, yang sebenarnya bukan gayanya sama sekali. Sudah jelas 'Draco Malfoy' dan 'hal buruk yang menimpa Harry Potter', bukan kombinasi yang baik.

"I can't- " Tandasnya dengan nada yang semakin menunjukkan sisi yang tak keren sedikitpun.

Semua badan di ruangan itu masih menanti. Mencoba memberi kesempatan yang baik pada seorang Draco Malfoy untuk beripikir sejenak sambil dikejar waktu. Atau setidak-tidaknya memberi cukup jeda buatnya untuk melanjutkan kalimat yang sepertinya akan dilanjutkan.

Tapi Blaise Zabini dengan 'teman rasional'-nya menolak pilihan terburuk untuk penguluran waktu yang dilakukan si blonde.

"You go, or I'll go." Timpalnya mantap. Seakan tak punya rasa takut dilibas mood swing ekstrim keturunan Malfoy, yang selama ini menyandang titel sahabat berkedok 'atasan'-nya, yang sedang sangat tidak stabil-

"Beg you pardon, did I hear you right?" -benar, kan?

"Listen here Malfoy. If you're not gonna save him, then let me." Blaise, kehilangan rasa takut dan memilih untuk menyambut para hormon adrenalin dengan tangan terbuka.

"But, the one who's did the ritual- What're you trying to say, Zabini? You've laid your eyes on him, didn't you?!"

"I- " Cukup. Blaise tidak punya waktu untuk ini. Ia menghela nafasnya dengan kasar. Seluruh jari tangan kanan menyapu cepat wajahnya tanda frustrasi. Lalu melanjutkan kalimatnya.

"-Drake, just make the choice already. We can somehow deal with the rest. Please -just this once. Kau sendiri tahu sudah se-sekarat apa Harry sekarang, dan kau masih disini berdebat dengaku?"

"I can't deal with the rest, okay?! He's gonna grow some hatred against me!" Semua mata lagi-lagi terkejut dengan sikap inferior yang ditunjukkan Draco Malfoy yang begitu berbanding terbalik dengannya beberapa menit lalu. Tapi sungguh tidak menutup rasa maklum akan kewajaran yang ada. Mate-nya yang seorang manusia, sekarat di seberang sana.

"Fine! I'll take that as a no then."

"...."

Pria yang lebih tinggi dari si blonde itu mengerutkan alisnya tidak suka. Tak puas dengan respon bisu dari si blonde.

"Yeah, what do I expects. You're not even try to object me."

"Now sod off and start to live your life without him." Katanya lagi dengan pasrah. Terlalu tak percaya kalau si aristokrat tegas yang dikenalnya menjadi begitu lembek.

Draco Malfoy dengan egonya yang tinggi, merasa tertekan. Kata-kata Blaise tentu melukainya. Lalu dengan suara yang tersisa dari tenggorokannya, dan beberapa serpihan konsentrasi yang bisa ia kumpulkan-

ZWOOP

-Draco Malfoy menghilang.


Ia menemukan bahwa sepatu hitamnya yang sudah dilumuri bercak merah dan bekas lumpur yang sudah mengering, mendarat di tanah yang lumayan tinggi, hanya dalam beberapa detik. Permukaannya yang terpecah belah disana-sini sebelas duabelas dengan isi kepalanya. Sisa-sisa suara yang ternyata masih ia miliki, digunakannya untuk setidaknya mengeluarkan beban kepalanya dan jiwanya saat itu dengan spontan. Tapi, meneriaki dan mengumpati udara atau debu yang terselip di celah-celah retakan yang begitu jelek tentu tak ada gunanya.

Kenyataan menepuk-nepuk kepalanya dengan tak sopan, hanya untuk memberi peringatan tak berguna tentang sejarah tempat ini. Dari semua hal- tempat yang ada dipikirannya cuma tempat ini?

Malham Cove, sialan.

Semua kejadian yang akhir-akhir ini atau yang barusaja terjadi tentu tak bisa begitu saja hilang dari pikirannya. Draco mengerti hal itu dengan baik. Menemukan seseorang yang membuatnya melewati garis 'tanpa perasaan', tanpa beban, adalah hal yang selalu disesalinya. Tapi sialnya orang-orang seperti itu datang tanpa peringatan. Kehidupannya yang bisa disetarakan dengan waktu dibuatnya barang-barang kuno yang ditemukan di jaman ini, jadi jaminan kalau hal memuakkan yang namanya perasaan itu ada.

Ia selalu kesulitan menghadapi yang begini-begini. Menjengkelkan saat tahu kalau dirinya bisa menjadi seseorang yang begitu diluar karakter. But, how could this gets worse? Harry's dying and Blaise would 'save' him. Which means Blaise gonna have the green eyed lad as his 'forced mate', as much as his blood which will runs inside him?

Tidak. Draco yakin, selama ini ia sama sekali tak pernah menerima sinyal kalau orang kepercayaannya yang menyandang nama Zabini itu tertarik pada seorang Harry Potter. Meski Luna tak memberi tahu pun, Draco tahu benar kalau Pansy adalah matenya. Tapi, ia juga tak pernah melihat Blaise menjadi begitu serius untuk menolong seseorang. I mean, he kills people without mercy.

Demi apapun, fakta membingungkan itu membuatnya kesal. Fakta bahwa sebentar lagi Harry akan berada di tangan seseorang. Tapi nalar bodohnya kembali memberi argument payah. Kalau dirinya yang melakukan pengubahan itu, Harry Potter akan membencinya selama hidupnya -which literally never ends.

No, this is wrong. Apa yang ia harapkan? Love? Ibunya, ibunya adalah semua cinta yang ia butuhkan selama ini. Senyuman keibuannya, sikap penuh penerimaannya, kehangatannya, semua. Lalu Harry? Draco selalu menemukan senyum tulus pria muda itu saat memakan makanan yang dimasak Moony. Oh, jangan lupakan treacle tart. Atau saat mengurus tanaman bunga tak berguna yang ia berikan Desember lalu. Atau saat keturunan Potter itu menemukan bahwa jendela kecil terpasang di salah satu sisi ruang basementnya. Orang itu begitu payah tentang 'bersembunyi' dan berbohong. Masquerade? Aura ungunya? Tidak tahu Rooibos yang sebenarnya? Ha! Sang keturunan Malfoy sudah jatuh terlalu dalam, lalu tenggelam -tak tertolong.

Pathethic. Setelah semua reality check tadi, yang tersisa untuknya hanya dirinya -dan fakta bahwa hari selanjutnya ia bertemu seseorang, orang itu sudah menyandang tanda dan nama belakang Zabini. Tapi bagus, setidaknya ia melihat pria muda yang mengambil kewarasannya  dan sisi lemahnya itu pada akhirnya masih menghembuskan nafas.




HLJ.

AURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang