-12. Destiny - Desire-

256 45 15
                                    

PREVIOUS CHAPTER

 "Siapa Lily bagimu?"

Draco melihat ibunya penuh harap, mendapati sang ibu menghela nafas panjang sebelum akhirnya menjawab.

"Sepertinya sudah saatnya kau mengetahui hal ini."

END OF PREVIOUS CHAPTER

.
.

.

Draco tak habis pikir. Ternyata kesitu arah cerita bak benang semrawut ini. Pantas-pantas saja ibunya saat itu begitu linglung.

"Lily adalah Snape di pihakku. Kau mengerti?"

"Maksudnya?"

"Lily –wanita cemerlang itu adalah satu-satunya orang yang bisa kuanggap sebagai saudara. Ditengah krisis Aura Merah diambang kepunahannya. Walaupun kami dari keluarga berbeda, dan asalku dari keturunan Black, dia tetap menjagaku layaknya saudarinya sendiri. Mungkin karena salah satu kawan James, Sirius yang juga seorang Black. Membuatnya merubah perspektif tentang keturunan kami."

"Oh, tidak-"

"Begitulah adanya. Sampai insiden penculikan itu terjadi, Snape akhirnya terbunuh. Kali kedua, naasnya Lily juga terbunuh. Pertahananku runtuh. Pada akhirnya aku mungkin memaafkan Lucius. Tapi tindakannya pada Harry membuatku terkejut dan was-was."

Draco terdiam, membenarkan kalimat terakhir ibunya. Ibunya sudah tahu benar tentang pria muda yang sekarang mendekam di basement.

"Hmm. Kau tahu? Ada saat-saat membahagiakan saat setelah kami berdua –aku dan Lily- akhirnya menemukan pasangan kami masing-masing. Menikah dan sama-sama dianugerahi seorang anak laki-laki. Spontan saja setelah saling berkabar kami memutuskan untuk bertemu diam-diam."

"Setelah kami kehilangan kontak bertahun-tahun lamanya akibat insiden Snape, kami akhirnya bisa menghabiskan waktu. Berbincang tentang apapun yang terjadi pada hidup kami pada tahun-tahun yang terlewatkan itu. Lalu pada akhirnya kami membahas ini –dengarkan baik-baik Drake, my love." Narcissa melanjutkan setelah menerima anggukan serius dari puteranya.

"Saat itu kau dan putera Lily –Harry, sudah berusia belasan tahun. Jadi, setelah mengetahui bahwa kalian berdua masing-masing punya Aura Merah, kami memutuskan untuk menurunkan lagu-lagu itu pada kalian."

"Tapi- Mother, mengapa kau memberikan kalimat-kalimat rumpang padaku?" sanggahnya cepat.

"Begini my love, Harry terlahir dengan kondisi berbeda. Sama sepertimu, kau tahu itu. Tetapi, dia adalah kasus yang lebih unik lagi karena dua auranya begitu kuat. Lily menyadari bahwa ini bukanlah hal yang bagus bagi kelangsungan hidup mereka. Jadi kami berdua membuat keputusan paling bijak yang kami tahu. Memberikan kalian kalimat rumpang disisi berbeda. Mengerti?"

"Lucu saat aku berpikir kalau kau sebenarnya tengah mengatakan bahwa kami dijodohkan, Mother."

"Pernah berpikir mengapa semua kekalutan ini terjadi padamu? Mengapa Aura Merahmu begitu redup? Atau, mengapa Harry bisa bertahan di bawah sana?" Ibunya berujar enteng, memasang senyum paling damai yang pernah ia lihat.

Begitu tersentak, Draco meninggalkan ibunya sendiri dengan terburu-buru.

Tidak mungkin! Pikirnya panik.

.

.

Draco mengutuk, kenapa jalan dari bagian utara manor kearah timur terasa begitu panjang. Mengutuk pula maid yang sempat menubruknya –ia yang menubruk si maid-, disaat-saat genting begitu. Beberapa umpatan melewati mulutnya, baru kali ini sebal dengan manornya yang kelewat megah, sampai-sampai membutuhkan waktu untuk mencapai bagian yang berbeda. Akhirnya, tibalah ia pada sisi timur manor yang juga dikelilingi taman yang akhir-akhir ini menjadi hiburan Harry. Ia berjalan turun pada lorong tak berpintu menuju ke basement, tempat Harry 'disekap'.

AURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang