-11. Darjeeling-

213 43 2
                                    

Draco di sisi lain, di penghujung hari Sabtu itu, berkunjung ke ruang kerja ayahnya dan tampak begitu frustrasi. Maka ia memilih untuk bertanya. "So, father. What exactly will you do to the bloke?" Untuk kemudian hanya mendapat kekecewaan lain saat sang ayah hanya menjawab dengan pernyataan menyebalkan seperti "Mind your own business, Draco.", atau "Leave me alone." Yang ia dapatkan beberapa hari lalu. Akhir-akhir ini ia merasa begitu terganggu dengan semua ini.

Seperti biasanya, Draco akan beralih untuk mengunjungi ruang tidur orang tuanya, hanya untuk menemui ibunya yang sudah bersiap-siap untuk tidur. Lalu, mendapatkan beberapa pelukan sayang atau sekedar tepukan pelan konstan dari tangan hangat sang ibu pada surai pirang platina nya. Seolah tahu bahwa ia baru saja melewatkan hari-hari yang buruk. Karena memang begitu kenyataanya. Sebenarnya anak perusahaan ayahnya yang ia ambil alih sampai hari ini tidak bermasalah sama sekali. Kinerjanya pun kinerja karyawannya baik-baik saja. Tetapi, sejak pemuda Harry itu menjadi tawanan keluarganya. Semakin hari membuatnya semakin frustasi. Lantaran sang ayah tidak mengambil tindakan tegas apapun seperti biasanya. Dan keanehan itu membuatnya kalut.

Di satu sisi ia takut akan kemungkinan ayahnya untuk kembali mengacau dan menyakiti ibunya lagi entah dengan cara apapun itu, dan tentu berkaitan dengan Harry. Di sisi lain, ada sesuatu di benaknya yang menyatakan rasa kasihan yang gamblang pada si young adult Potter. Setelah menghabiskan beberapa menit, ia akan beranjak dari tempat tidur orang tuanya, lalu mencium kening ibunya sebelum pamit untuk meninggalkan ruang itu. Memutuskan untuk sekali lagi berusaha mendapatkan jawaban dari sang ayah, melangkahkan kakinya ke bagian Barat manor. Tetapi sesampainya di depan pintu kayu hitam yang panjangnya dua kali lipat dari tingginya itu, pintunya terbuka sedikit, dan ia tak mendapati siapapun disana. Sepertinya ayahnya sudah menuju kamarnya lewat jalan lain.

Lalu dengan berani ia memasuki ruangan kosong itu, hanya untuk terkejut mendapati meja sang ayah yang dihiasi kertas-kertas dan beberapa foto yang berserakan. Dan apa yang selanjutnya ia sadari setelah mempelajari beberapa alurnya membuatnya geram –tentu semua ini berhubungan. Mereka –kertas-kertas itu memuat satu nama yang dahulu membuat ayahnya kacau. Severus Snape. Kolega yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri, mati di tangan seorang Potter –James Potter, dan ketiga kawannya 'The Marauders'. Tapi bukan tanpa alasan. Sebenarnya keempat orang itu tak akan mengusik siapapun, sampai Snape bertindak tak masuk akal. Menculik Lily, yang pada saat itu sudah resmi menjadi pasangan James. Sedikit perang klan aura disana-sini. Lalu kematian koleganya ini membuat sang ayah turut kacau. Lalu melakukan kesalahan yang sama tanpa aba-aba. Untuk kedua kalinya menculik Lily, sebagai tindakan balas dendamnya. Kemudian spontan menghancurkan hati sang ibu dan dirinya yang pada saat itu berusia 14 tahun. Tentu, Harry 'Potter' ada kaitannya dengan semua ini! Ia keturunan langsung dari si terkenal James dengan Lily. Terlebih kondisi Harry yang sialnya unik, alasan bagus lain yang membuatnya diincar 'orang-orang'.

Alasan bagus juga untuk menuruti insting gilanya yang bekerja setelahnya.

"Mau ngomong tentang sesuatu?" Pemuda di balik jeruji mengambil inisiatif untuk memecah keheningan. Terlihat sibuk mencari-cari posisi yang pas untuk duduk. Lalu diam sambil menopang dagu dengan kedua telapak tangannya. Bersila tepat dihadapan jeruji –dan Malfoy.

Ya, basement Harry.  12 derajat celcius, pukul 10.23 malam. 

"Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

"Perhatikan baik-baik." Lalu setelah jeda sesaat, dan merapikan selimut tebalnya yang melorot dari bahunya, ia kembali bersuara. "Nah, bisa beritahu berapa jarak deretan besi ini dari tempatmu sekarang?"

"Entah. Dua setengah –tiga meter, mungkin?"

"Tepat sekali. Jadi, mau telinga saja atau paket lengkap opini?"

AURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang