-10. Pembersih salju, Kebanggan Diggory, dan Lovegood-

202 42 0
                                    

Seseorang sedang dalam mood nya yang paling buruk. Lucius Malfoy. Rambut blondenya yang biasanya tertata kini sudah tak berada pada tempatnya. Wow, Draco terrified of his father current state. Satu lagi seseorang yang seharusnya tidak tunduk pada seorang klan aura Hijau, seorang Black, Regulus Black. Kini duduk di sofa seberang meja tempat Lucius seharusnya berada –kini ia berada di depan jendela- muak melihat satu-satunya orang berkenamaan Black di ruangan itu. Menggeram tak menyenangkan, tanda nya untuk mulai mengutarakan sesuatu. Tanda si Black untuk harus tetap diam –tapi itu bukan style nya.

"Jadi, Black- apa maksudmu dengan meninggalkan jejak di Black Lake –lagi?!"

"Hey! Itu bukan salahku. Orang-orang picik itu yang sesukanya membuang sampah sembarangan setelah makan, sial."

"Tapi tentu kau tahu yang bertanggung jawab sepenuhnya hari itu, tak lain adalah dirimu, bukan? Karena oh! Aku tahu seseorang sedang mencoba membalaskan dendam pada seorang Arthur Weasley!"

"Well, fuck. Fine! Tapi kau juga harus berterimakasih padaku, berkat diriku kau mendapatkan anak itu!"

"Pardon?-" Katanya. Disini Regulus Black tahu bahwa ia salah langkah. Tak seharusnya ia membahas masalah satu ini, tapi ia kelepasan. Wah, terimakasih pada kontrol emosinya yang buruk. "-You! Must know. Your. Place." Lanjut Lucius yang menekan tiap kata-nya seirama dengan ujung walking cane-nya yang menunjuk-nunjuk –menyentuh- dada si Black tak sopan.

"Now, leave!" Titahnya tegas. Diikuti dengan death glare si Black yang menjauh dari ruangan dengan hentakan kaki -kesal.

Lalu tersisa dua kepala kenamaan Malfoy di ruangan itu. Draco- si Malfoy muda melihat helaan nafas lelah sang ayah yang begitu kentara. Kemudian ia mendapati sang ayah menatapnya tenang. "Ada yang ingin kau sampaikan?" katanya.

"No, father."

"Verry well, you may go."

"Yes, father."

Kurang lebih, Draco adalah anak yang penurut. Walau sebenarnya Draco punya dendam tersendiri pada ayahnya, tapi orang ini tetaplah ayahnya. Sebagaimanapun ia mengacau dalam keluarga di masa lalu, menghancurkan ibu tersayangnya di masa itu, ia tetap bertanggung jawab atas keluarga kecil mereka. Ia tahu benar bagaimana kasih sayang dan cinta sang ibu yang begitu melimpah pada suaminya itu. Jadi Draco memilih untuk menuruti ibunya, yang artinya juga menuruti sang ayah. Ia keluar dari ruangan kerjanya.

.

.

.

Hari demi hari berlalu- dan berganti menjadi minggu-minggu yang begitu-begitu saja. Harry tetap pada posisinya seperti biasa dibalik jeruji besi ruangan tertutup itu. Ah- sekarang sebenarnya sudah tidak begitu tertutup lagi, karena rengekan yang susah payah ia lakukan dan berulang-ulang, membuatnya mendapatkan sebuah 'jendela' yang akhirnya dibuat atas perintah Draco Malfoy (begitu yang terakhir ia ketahui, nama dari sang Malfoy muda), ternyata sebagian kecil dari ruang bawah tanah itu menyembul diatas permukaan tanah. Dan voila, walau jeruji besi tetap menghalangi 'jendela' itu, tapi ia mencoba untuk sedikit bersyukur. Setidaknya ia bisa menjaga kewarasannya hanya dengan menatap pemandangan taman mansion Malfoy yang mulai tertutupi salju di siang hari, atau kadang ia berbincang diam-diam atau sekedar saling melempar 'hai' dengan seorang penyeka salju yang bekerja membersihkan salju-salju yang menumpuk di taman itu –yang ia nobatkan sebagai 'orang paling ramah kedua di mansion ini'. Sungguh, ia ingin terdistraksi terhadap hal apapun, hanya untuk tidak memikirkan bagaimana hectic-nya orang-orang diluar sana yang berupaya mecarinya. Di kepalanya setiap hari selalu terselip pertanyaan-pertanyaan kecil semacam 'Apa yang Molly, Ron, dan Hermione lakukan saat ini?'.

AURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang