Eisa menundukkan kepala, untuk menertawakan ucapan Vio dengan suara sangat rendah. Diam-diam Eisa menyentuh perutnya sendiri, baru kemudian mengepalkan tangannya. "Tak akan menyentuh? Lugu? Polos? Bagaimana pun juga, pria tetaplah pria. Parahnya lagi, aku membiarkan dia menyimpan anaknya dalam rahimku," batin Eisa.
Vio berbisik, "Jaga dirimu baik-baik, sebelum akhirnya kau ditendang, setelah Juan tak membutuhkanmu lagi. Bye bye, wanita pengganti."
Vio meninggalkan Eisa yang tersenyum miris. "Wanita pengganti? Ck, setidaknya panggilannya lebih baik dibanding seorang j*lang. Masa bodo dengan pemanfaatan yang dilakukan Juan, lagi pula aku tak memiliki apa-apa untuk dipertahankan di dunia ini."
"Mau ditendang, atau pun menetap itu urusan nanti. Sekarang aku ingin beristirahat terlebih dahulu, sekaligus berpikir," gumam Eisa.
•••
Ketika tangan Eisa membuka gagang pintu kamarnya, mata Eisa memelotot lebar. Eisa pikir, Juan tak mungkin ikut menghias ranjangnya, karena keduanya tak mungkin menghabiskan malam pertama untuk bercinta. Terlebih lagi kondisi kehamilan Eisa yang masih muda, kesehatannya masih belum baik dan rawan mengalami keguguran.
Namun, kenyataannya? Dari awal pintu masuk, sampai ke ranjang besar Juan, Eisa bisa melihat kelopak bunga mawar menyambut ke datangannya. Belasan lilin berjajar rapi menuju ranjang, bersamaan dengan kain sutra yang melingkupi ranjang keduanya dari atas. Seolah-olah, menyembunyikan tempat kegiatan pengantin baru yang akan memadu kasih.
Setelah mengamati kamarnya dari bawah ke atas, Eisa langsung merinding. Dia terburu-buru duduk di ranjang, kemudian memeluk tubuhnya sendiri. "Siapa yang memutuskan untuk menghias tempat ini? Apa orang itu tak tahu jika aku sedang hamil?"
"Oh astaga, meskipun sudah menyiapkan tempat seromantis ini, aku dan Juan tak mungkin bermalam bersama. Lagi pula pria itu sibuk mengantarkan mantan kekasihnya ke rumah sakit."
"Siapa yang peduli dengan malam pertama setelah menikah? Jika pengantinnya sudah melakukannya sebelum menikah?" tanya Eisa heran.
Eisa merotasikan mata, lalu menarik kain yang melingkupi ranjangnya. Wanita itu sibuk menggulung kainnya, baru kemudian membuang kain itu ke sembarang arah. Eisa menarik dan memgeluarkan napas panjang, dia masih harus membuang kelopak bunga mawar pada ranjangnya. Sebelum akhirnya bisa merebahkan diri untuk bersiap menyelam ke alam mimpi.
Mata Eisa menatap langit-langit kamarnya dengan sudut bibir menurun ke bawah. Eisa tiba-tiba memikirkan keadaan ayahnya saat ini. Ingin rasanya, Eisa meminta restu untuk pernikahannya. Eisa juga ingin ditemani sang ayah berjalan di atas altar untuk menyerahkannya kepada pria yang telah diberi restu.
Namun, kenyataannya? Eisa bahkan bukan anak kandung sang ayah. Wanita itu hanya anak selingkuhan, yang dicap sebagai j*lang oleh sang ayah. Memikirkan perkataan dan penolakan ayahnya, membuat dada Eisa terasa sakit.
"Seharusnya aku tidak lahir saja," gumam Eisa.
Ketika Eisa merasakan bola matanya berkaca-kaca, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamarnya. Eisa sedikit terkejut, dia berpikir jika orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah dokter yang dipanggil sang ibu mertua. Oleh karena itu, Eisa mengizinkan dokter itu masuk.
Meskipun akhirnya, kening Eisa mengernyit melihat sosok pria berjas hitam yang mendatanginya dengan napas terengah-engah. Tanpa izin pria itu terduduk di ranjang Eisa, sebelum akhirnya menggenggam tangan Eisa sekuat tenaga.
"Juan?" panggil Eisa.
"Maafkan aku. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau terluka?" tanya Juan.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMAFIA [Junhao] Republish
ФанфикCita-cita Eisa adalah menjadi seorang mafia disegani seperti sang Ayah. Namun, dia malah mengandung anak dari pewaris manja, yang sering dirisak saudaranya. Karena Eisa mengandung sebelum menikah, Eisa akhirnya diusir sang Ayah. Sementara orang yang...