4.3 Merelakan

25.4K 2K 35
                                    

"Apakau benar-benar tidak ingin ke London?” tanya Ardie memecah keheningan ruang kamar tamu rumahnya.

“Iya Om, aku harus tetap disini,” jawab Eva yang kini tengah memijit pelipisnya, kepalanya seolah ingin meledak, mengingat rangkaian keapesan yang ia alami hari ini.

“Apa kau benar-benar yakin dengan keputusanmu?“ tegas Ardie yang sedari tadi manik matanya tidak pernah lepas dari Eva.

“Eva yakin Om, kehidupanku disini. Sampai kapanpun Eva nggak mungkin pergi dari sini, Om. Eva nggak mau jauh dari Papa Mama.” Eva menyudahi pijitan pelipisnya, kini pandangannya mengarah pada Ardie.

“Asal Om tau, kenapa dari dulu Papa memilih tetap tinggal disini daripada di London. Papa bahkan menyerahkan perusahaan kepada Uncle Schooth daripada harus pindah. Padahal seperti yang Om tau, perusahaan yang di London jauh lebih berkembang pesat. Hal itu Papa lakukan karena nggak mau ninggalin Mama. Papa nggak mau jauh dari Mama. Dan itu yang aku lakukan sekarang Om,” Eva menjeda penjelasannya, napasnya kembali tersengal menahan buliran bening yang kini tengah menggenang dipelupuk matanya.

“Aku nggak akan ninggalin Mama dan Papa sampai kapanpun. Mereka hidup Eva, Om. Kalau bukan karena janji Eva sama Papa mungkin Eva sudah nggak bisa bertahan tanpa mereka berdua.” Tangis Eva kembali pecah.

“Sudah, jangan menangis lagi. Om janji kamu nggak akan kemana-mana. Sekarang ganti bajumu dahulu, kemudian istrahatlah. Kau harus istirahat,” kata Ardie yang dijawab anggukan oleh Eva.

“Rico, urus semuanya. Pastikan besok siang semuanya beres,” titah Ardie yang mulai beranjak dari duduknya dan menyerahkan paper bag yang berisi baju ganti untuk Eva.

Sejujurnya ia ingin terus menemani Eva, tetapi ada hal yang harus ia kerjakan. Apapun keinginan Eva, bagaimanapun caranya ia harus mengabulkannya.

“Siap!” jawab Rico.

Ardie kemudian berjalan keluar dari kamar di ikuti oleh Rio, Rico, Dion dan Sena. Namun,ketika akan melewati pintu ia mendapati Nana sedang berdiri di depan kamar tamu itu.

"Nana?" tanya Ardie

"Mas," Ariana baru akan bertanya tapi Ardie telah menimpali ucapannya.

“Ayo kita bicara di ruang kerjaku,” ucap Ardie kemudian menoleh kearah Rico, Rio, Sena dan Dion.

”Rio ikut aku, banyak hal yang harus kita selesaikan. Rico, kalau sudah selesai segera susul aku di ruang kerjaku. Dion, Sena tolong jaga Eva, pastikan dia tidak keluar dari kamarnya. Kalau ada apa-apa segera panggil aku,” perintah Ardie

“Siap, Tuan” jawab Dion dan Sena.

Ardie dan Ariana kini telah duduk di sofa ruang kerja Ardie. Sementara Rio memilih menyibukkan diri dengan poselnya di meja kerja Ardie. Ia tidak ingin terlibat dalam urusan rumah tangga sahabatnya itu.

“Na, ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Ardie yang dijawab dengan anggukan Ariana.

Ardie kini fokus menatap wajah sembap Ariana, “Dia Eva, anak dari bos ku.”

Ariana terperanjat. “Bos? Bukannya Mas Ardie menjalankan perusahaan mas sendiri?” sahut Ariana.

“Iya benar. Dan aku juga bekerja dengan orang lain yaitu papanya Eva. Dia tidak hanya bosku, tapi dia orang yang sangat penting dalam hidupku selain keluargaku.” Ardie Menghela nafas, kemudian melanjutkan ucapannya
“Tiga minggu lalu, Papa Eva meninggal dunia. Meninggalkan Eva yang kini sebatang kara. Saudara yang ia miliki hanya pamannya. Suami mendiang tantenya yang kini tinggal di London. Tadi pagi Eva diculik oleh orang yang ingin menguasai perusahaan Papanya. Tidak ingin keponakannya dalam bahaya maka pamannya akan mengajak ia pulang ke London. Apa kau barusan mendengar percakapan kami?” Pertanyaan Ardie lagi-lagi dijawab anggukan oleh Ariana.

Ardie melanjutkan bicaranya, “Itulah alasan kenapa Eva tidak ingin pergi ke London. Ia tidak ingin jauh dari Mama dan Papanya. Membujuk pamannya adalah hal yang mustahil. Aku memkaluminya karena jika aku dalam posisinya, maka aku juga akan melakukan hal yang sama. Keselamatan Eva yang paling utama. Satu hal yang dapat mencegah Eva ke London adalah menikah.” Ardie menjeda ucapannya.

Degh..’ Ariana mulai tahu arah pembicaraan Ardie. Buliran bening dari kedua pelupuk matanya seketika lolos. Kepalanya menggeleng pelan berusaha menyangkal semua pikiran buruk yang sedari pagi tak lelahnya terus berputar-putar dalam angannya.

“Nana, selama ini aku tidak pernah menuntutmu apa-apa. Aku selalu menuruti apa yang kau dan semuanya inginkan. Sekarang aku hanya ingin satu hal, izinkan aku menikahi Eva,” pinta Ardie yang masih menatap Ariana dengan lekat.

Hati Ariana hancur berkeping. Semua yang ia takutkan hari ini terjadi juga. Bukan berselingkuh namun justru ingin menikah lagi. Air mata Ariana semakin deras membanjiri pipinya. Ia ingin sekali melontarkan banyak kata namun lidahnya seakan kelu, tak sepatah kata mampu ia ucapkan. Hanya gelengan kepala yang mampu mewakili isi hatinya. Ia tidak mau merelakan Ardie untuk oranglain.

Istri Kedua : Gadis KecilkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang