Chapter XIV | Evanescent
Hingar-bingar perayaan ulang tahun Pangeran Bungsu tak kunjung usai kendati dari jendela setengah lingkar dapat Aber tangkap sinar malu-malu sang Dewi Malam. Aroma tajam parfum aristokrat bercampur minuman beralkohol kelas atas menusuk penghidu. Tawa riang serta-merta tata susila berisi pujian-pujian menyenangkan dilayangkan guna genggam aliansi. Ada banyak topeng-topeng sembunyikan kemungkus diri, beralih pada senyuman kamuflase.
Dari kursi putra mahkota, Abercio bertopang dagu—menyorot bagaimana serangga-serangga—para bangsawan—menjijikkan itu berusaha lebarkan sayap relasi. Di sisinya, ibundanya telah melesat ke keluarga Marchena, keluarga kakeknya, yang merupakan perdana menteri tersohor pada eranya.
"Kau tidak pergi menari, saudara?" Aber menoleh pada Arshen, lemparkan kuesioner pada adik laki-lakinya. Menggurat senyum sarkastik, terlihat mencemooh, dia tenggelamkan paras elok dari balik gelas wine—mengaduk liquid merah menyala itu ringan. Manakala manik mata saling terjerat pada salah satu ningrat, Aber balas tersenyum, mengangkat porselen di tangannya seakan gelintirkan isyarat sapa.
Arshen melirik, beringsut lemparkan pandangan pada Alena yang beralih dikerumuni wanita-wanita berdarah biru, menyambut para tamu. "Kenapa kau tidak mengurus dirimu sendiri?" Lelaki yang kini usianya genap di kepala dua mencibir, menatap tak senang.
"Bukankah sudah menjadi kewajibanku untuk mempedulikan Adik sebagai kakak tertua?"
"Jangan bercanda," seloroh Arshen. Tangannya bergerak menggusur pramuwisma tengah menjajakan camilan perjamuan.
"Kakakmu benar." Matthias yang mendengarkan turut bicara. Dia menatap Arshen jenaka, tipikal wajah-wajah berselimut dusta. "Kenapa kau tidak mengajak calon tunanganmu menari? Ini hari yang bahagia, bukan?"
Arshen melengos. Cengkeramannya pada pegangan kursi mengencang. Rahangnya mengetat ingin muntahkan macam-macam celaan pada ayahanda yang dirasa klandestinkan tembelang, seperti, 'Kenapa kau tidak mengabaikanku saja seperti sebelumnya?'
Sayangnya, ada begitu banyak mata melihat; telinga mendengar meski semua—tersua—antusias tenggelamkan diri pada semesta pribadi.
Arshen bangkit, memilih menyanggupi daripada harus tumpahkan isi hati dan berakhir dikasihani. Irisnya menajam, menyugar tiap persona yang larut bergerombol sesakkan ballroom, memindai gadis mungil dalam ingatan dibalut gaun merah bertabur mawar serta surai pirang memikat. Untuk sesaat, ratusan pasang mata berlabuh pada Arshen, diam-diam suarakan pujaan akan pahatan rupawan pangeran.
"Putri Alena." Arshen berjalan menghampiri, memanggil lembut si puan yang pertontonkan punggung—membuat yang dituju membalikkan badan, memindai penuh selidik kemudian lekatkan kurva. "Bersediakah Anda menjadi partner dansa saya malam ini?"
Netra kehijauan Alena memandang Arshen dari atas ke bawah—sekilas, matanya mengandung evaluasi. Rambut disisir rapi ke belakang ; kemeja putih dipadukan jas hitam; serta dasi rona gelap entah kenapa mempertegas sepasang manik sebiru bahar Arshen. Jejaka tersebut tampak memikat, sayup-sayup mengundang tatapan mendamba dari para dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Safe and Sound
FantasyTujuan Selena Porter usai rajapati delapan tahun lalu adalah melarikan diri, bersembunyi; membuang nama keluarga yang telah membelenggu kedua kaki akan orakel para kamitua dan hidup layaknya tikus mati. Namun, segalanya menjadi berantakan manakala a...