Chapter XVIII | The Traitors
"YANG Mulia menginginkan Pangeran Arshen turut andil dalam peperangan." Perkataan dayang pribadinya menghentikan goresan tinta Zhien. Wanita bergaun biru sederhana yang menonjolkan prestise lady in waiting Ratu tersebut menunduk hormat, berdiri tak jauh dari meja kantor, ia melanjutkan dengan cermat sementara tuannya kembali merangkai frasa di lembar dokumen, "Count Rochette memberontak. Dikatakan, dia memimpin sepuluh ribu pasukan berkuda di utara. Pasukan Count Le Moigne berhasil memblokade serangan, namun mereka terdesak. Suar telah dinyalakan dan istana akan segera mengirimkan bala bantuan."
Seiring bungkamnya Countess Adele, pena bulu Zhien goyah; mencoreng tulisan yang telah ia tulis. Alis Zhien berkerut. "Aku sudah mendengar. Bagaimana reaksi para menteri?"
"Saya harap akan mendengar respon positif, Yang Mulia Ratu," sahut Countess Adele. "Sayangnya, Duke Cadswell menentang keputusan Raja."
"Duke Cadswell?" Zhien mendongak, menyorot lurus abdi dalem yang masih menjulang awas, harap-harap cemas menyinggung perasaan. "Lalu? Kabar apalagi yang kau dengar?" tanyanya, mengabaikan memorandum Countess seolah segala situasi bergerak di bawah telapak tangan; sebuah kondisi dimana ia sudah menduga-duga, kemudian bertindak sebagai penonton, mengawasi pion berpindah sesuai harapan.
"Putra Mahkota tampaknya berselisih dengan penerus Dustermann."
Wajah Zhien terdistorsi. Namun, dayangnya tak mampu menangkap ekspresi halus Zhien—guyuran mentari dari jendela besar di belakang membutakan pandangan, mengirim siluet terbungkus kabut terpantul di sepasang manik hazel Countess. "Bukankah semuanya sudah selesai?" Nadanya konstan, tetapi sejauh Countess Adele menyimak, ia bisa merasakan punggungnya menggigil.
Selepas menarik napas lambat Countess Adele menjawab gugup, "E-entah kenapa segalanya terjadi, Yang Mulia."
Ratu bukanlah orang dengan emosi terbuka. Lima tahun lamanya Countess melayani Zhien Marchena, ia adalah orang yang lebih memilih mengetatkan rahangnya rapat-rapat dan menelan ketidaksenangan sampai alisnya menukik—walau Zhien tak luput manifestasikan angkara, mencambuk antipati merongrong kewarasan. Barangkali anaknya yang jadi pelampiasan juga kecaman untuk sang mantan putra mahkota; jahit hati berkelukur, tak sekalipun beri rehat atas bara friksi kendati Countess agaknya paham: Zhien dirundung lelah.
"Aku mengerti," ujarnya. Wanita dengan model rambut kepang updo tersebut melirik lawan bicaranya apatis. "Pergilah. Jangan datang sampai aku memanggil." Zhien kembali benamkan diri pada timbunan manuskrip, sibuk coret lembar kertas di hadapan, tahu-tahu kontemplasinya tertawan hal lain.
"Ah, Countess," panggil Ratu, membuat lady in waiting itu berbalik, merunduk takzim. "Kudengar, menantumu dikaruniai seorang putri. Selamat." Sejalan belah labiumnya yang gulirkan sanjungan, senyum kordial meluncur anggun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Safe and Sound
FantasyTujuan Selena Porter usai rajapati delapan tahun lalu adalah melarikan diri, bersembunyi; membuang nama keluarga yang telah membelenggu kedua kaki akan orakel para kamitua dan hidup layaknya tikus mati. Namun, segalanya menjadi berantakan manakala a...