Chapter VII

60 8 0
                                    

Chapter VII | A Perfect Plan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter VII | A Perfect Plan

BERULANG kali Selena tengok sang surya dengan pongahnya buahkan bulir-bulir peluh pada tiap persona, gadis itu tak dapatkan baskara cepat-cepat bergulir menuju peraduan. Atau mungkin, napas yang dalam setiap detik ia keluarkan penuh inkompatibilitas tengah menaksir berapa lama tahun-tahun belakangan terlampaui begitu cepat. Menghitung sebanyak apa seorang Selena Porter, si anak mantan tawanan perang, jalani semesta idiot yang komidikan hidupnya. Lantas, ia coba rekapitulasikan dirinya sebagai putri Arthur yang tak selama hidup Porter. Luntang-lantung menyeluduk aneka protelariat pailan dari balik hunusan tombak serta pedang-pedang runcing. Cicipi macam-macam jerit pilu nan kepedihan dalam dunia yang kian durjana.

Selena telah habisi masa kanak-kanaknya dengan kegetiran. Lewati fase keremajaannya dengan deraan. Sambut kedewasaannya dengan dendam. Tidak ada yang sama lagi setelah fragmen segregasi tempo lalu. Ia kehilangan rumah, keluarganya berantakan, adiknya menghilang, dan terjerat kemelaratan dalam satu malam.

Selena kira, sengsaranya akan berakhir di titik itu; titik paling krusialnya selama delapan belas tahun ia hidup. Tapi, ia salah. Bentala tak sebaik itu guna bebaskan muramnya. Apa yang ia percayai sebagai Dewa seluruh alam tak lagi berikan sandaran. Ia seakan tutup mata, tak lagi dengarkan tangis permohonan penuh duka. Hingga Selena mulai bertanya-tanya, benarkah segala hal filosofi mengenai Dewa adalah nyata?

Perempuan itu tersenyum pahit, mereka ulang adegan demi adegan kesusahannya. Di antara hiruk-pikuk dermaga, tangannya terus bergerak mengisi daftar barang yang tiba kendati isi kepalanya dicacah habis-habisan; memperhatikan para kelasi tengah mondar-mandir naik-turun kapal demi angkut peti-peti pesanan istana.

Selena lekas beralih pada gulungan ombak di hadapan, hantam batuan karang disahuti gemuruhnya. Buih-buihnya tampak menjanjikan, tenggelamkan anasir dalam keputusasaan mencekik demi kais pundi-pundi udara. Dalam jarak sepuluh meter, ada menara pengawas berlapiskan warna merah bata diselingi pacuan ombak sapu dinding guna kuliti tabir absolut terklandestin.

"Hei, Porter! Kemari sebentar!" Pria bertubuh gembul dari sela-sela kotak berisikan barang dagangan memanggil. Dia melambaikan tangan, menginstruksi supaya si gadis datang menghampiri. Disertai kedua tangan kekarnya yang memeluk satu peti, dia berjalan lambat menuju pedati. "Ada banyak hadiah dari Aésthe untuk Qaushin. Mungkin, ada sekitar dua puluh boks. Yah, kau tahu, seperti bingkisan awal ... pertunangan?" ujarnya kala Selena tepat mengekor di sisinya.

"Pertunangan? Pertunangan siapa?"

Jude Houston tertawa. "Hei, Nak. Kudengar ada perjodohan antara Pangeran Bungsu dengan Putri Sulung Negeri Maritim itu. Sudah ada pengumumannya di depan gerbang istana sejak kemarin."

Tubuh Selena sesaat membeku. Pembuluh darahnya seolah-olah pecah, menyusut kering, lantas macam-macam praduga menjalari otak kecilnya. Ada yang salah, Selena jelas tahu itu. Dan ia sama sekali tidak menyukai bagaimana degub jantungnya mendobrak dari balik tulang rusuk yang seakan-akan hendak dijagal.

Safe and SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang