SSH 01

87 16 9
                                    

Good morning, afternoon, evening, and good night di planet mana pun kamu berada.

Ingin memastikan beberapa poin tidak penting berikut;

Kamu dan aku yang menjelma menjadi kita:v sedang berhabitat di mana?

Nemu nih karya luar binasa dari mana?

Suka gak suka kalau dah baca nih work harus spam komen+vote yah, dijamin beberapa saat kemudian kamu akan kenyang setelah makan:v

HAPPY READING
.
.

Sepi menemani seorang gadis yang sedang berbaring di sofa panjang ruang keluarga. Netra coklatnya lebih memilih memandangi langit-langit ruangan itu dibanding televisi yang menyala.

Sepasang pakaian tidur berlengan panjang masih melekat di tubuhnya, rambut yang diikat asal, dan pandangan yang masih buram jelas menandakan bahwa sang gadis sedang menahan kantuk. Salahkan saja kedua orang tuanya yang pagi-pagi buta malah membangunkannya dari surga dunia hanya karena akan ditinggal kerja.

"Gak bisa tidur lagi!" raungnya frustrasi dan menghentak-hentakan kaki di ujung sofa. Telungkup, duduk, telentang, sudah semua diperagakannya hanya untuk mencari posisi ternyaman agar dapat kembali menutup mata. Namun, nihil. Otaknya tak bisa berkompromi dengan kedua hazelnya itu.

"Anak gadis gak boleh males. Jangan tidur lagi. Mama sama papa mau berangkat kerja. Aya jaga rumah!"

"Jaga rumah."

"Jangan tidur lagi."

"Jangan!"

"Jangan!"

Rekaman suara sang bunda saat menyeretnya ke meja makan untuk sarapan pagi seolah terus menggema di telinga. Padahal rancangan aktivitasnya hari ini hanya akan rehaban dan tidur sepanjang hari. Sementara waktu libur kenaikan kelas tentunya. Dua minggu masa libur dan hanya akan di rumah? Sudah pasti list aktifitas teratas bagi mereka si 'anak rumahan'.

Ting tong!  Baru saja setengah nyawanya memasuki alam lain, bunyi bel rumah malah membuyarkannya. "Anjaya ... staghfirullah hallazim, walhamdulillah. Ia menggeram di tempat sebelum langkah malasnya menuju pintu utama seiring bunyi bel lagi.

"Awas aja kalau orangnya nanya alamat doang."  Dibukanya pintu secara perlahan. Mimik kesalnya seketika berganti fake smile. "Dengan kediaman Irham Irsyakail bersama sang istri Heralda Irsyakail ... ada keperluan apa?"

Jengah tak ada jawaban membuat si pengaju pertanyaan kesal. "Ada perlu apa ... Om?" Sepertinya kesadaran gadis yang dipanggil Aya atau Rasya ini masih belum membaik ketika menyebut panggilan 'om' pada pemuda tampan di hadapannya itu yang nampak jelas sebaya dengannya. Tetapi, nyatanya ia memang sengaja melampiaskan rasa kesalnya.

Tubuh jangkung dengan model cukuran tipis di belakang dan di atas telinga, sedangkan rambut bagian depan lebih panjang hingga akan menutupi mata kanannya jika tak ada headband berwarna navy yang menghalaunya. Tak lupa dengan setelan celana jeans hitam dan jaket kulit hitam yang melapisi kaos putihnya serta sepatu yang juga berwarna putih membuatnya akan sangat aneh jika disebut 'Om'.

Pemuda itu memandang lawan bicaranya sebentar sebelum memandangi halaman sekitaran rumah. "Tuan rumahnya ada, Bu?"

"Oh my God!" Sekujur tubuhnya melemas. Rasya akui jika pagi ini air belum menyentuhnya. Tapi, apakah separah itu hingga dengan mudah dirinya disangka ibu-ibu. Ia menggeleng tak percaya. "Wah, tuh mulut lemes bat dah. Balas dendam nih?"

"Saya tidak ingin basa-basi. Orang tua saya ada atau tidak ada di rumah?" Nada bicaranya seakan tanpa nada ditambah membuang pandangan, datar dan sombong sekali di mata Rasya.

Single Sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang