SSH 08

14 4 17
                                    

"Lo di mana?"

"Di rumah. Lagi siap-siap mau malam mingguan. Tadi diajak pacar."

"Gak usah sombong."

"Yang penting punya, gak kayak lo."

"Batalin! Temuin gue di taman!"

"Lo gila? Jangan bilang lo mau ajak gue kencan!"

"Kampret, buruan! Lo gak datang gue rebut si Anggi."

Renal menghembuskan napasnya kasar selepas menelfon Adit. Saat ini ia berada di sebuah taman yang tidak jauh dari rumahnya. Entah apa maksudnya mengajak Adit malam-malam begini ke taman.

Berbaring pada bangku taman yang panjang sambil menatap bulan yang menyendiri.
"Kasihan yah, gue seserver ama nih bulan. Sekian banyaknya bintang ... Gak ada satu pun yang nemenin," ucapnya lalu melihat sekeliling taman yang ramai akan muda-mudi yang lagi malam mingguan.

Ia semakin jengkel saat setiap pasangan yang melewatinya bersenda gurau sambil bergandengan tangan romantis seakan mengejeknya. Kadangkala si pria memberikan gombalan receh yang mampu membuat si pendengar tersipu, malu-malu kucing.

Tidak jauh dari tempatnya, ada sepasang remaja yang sedang duduk di kursi taman. Sepertinya mereka baru saja jadian. Renal menajamkan pendengarannya saat pasangan satu ini terlihat sengaja menyindirnya.

"Ayang Cici, kamu tau gak? Aku gak akan kuat kalau jadi dia," ucap si laki-laki itu pada gadis bernama Cici itu.

"Siapa? Yang baring di sana?" tanya Cici sambil menunjuk ke arah Renal. Tanpa melihat langsung Renal mengerti bahwa dia yang sedang menjadi objek perbincangan mereka saat ini.

"Iya Yang."

"Kenapa emangnya?"

"Aku gak akan kuat kalau Ayang Cici ninggalin aku dan aku bakalan jomblo kayak dia ... Kemana-mana cuman sendiri." Mendengar gombalan sang pacar seketika pipinya memanas karena malu.

Lain halnya dengan orang yang disindir. "Ntar juga bakalan putus."
Itulah yang menjadi harapan Renal saat ini.

Tak lama datanglah orang yang ditunggu-tunggu. Adit datang dengan raut wajah yang kesal. Siapa yang tidak kesal coba? Dirinya sudah bersiap dengan tampilan yang keren untuk malam mingguan dengan sang pacar namun digagalkan karena sang sohib.

"Lelet amat sih? Rumah deket juga dari sini." Rumah Renal dan Adit memang bertetangga. Oleh karena itu, mereka bersahabat sedari kecil.

"Heh, harusnya gue yang nyemprot lo kali. Gara-gara lo ngajakin gue, ralat, maksa gue ke sini. Gagal sudah acara malmingan gue bareng Anggi. Lagian ngapain sih ngajakin gue ke taman? Gak ada pacar juga gak usah jadiin gue pelampiasan kali," protes Adit sambil berkacak pinggang di hadapan Renal yang masih setia berbaring di bangku tadi.

Renal merubah posisinya menjadi duduk. "Lo ngedumel kayak emak-emak. Malam ini lo harus bantuin gue buat ngebasmi dosa orang-orang yang lagi romantis-romantisan di malam minggu ini," putus Renal.

"Ngebasmi dosa gimana? Gue gak ngerti," tanya Adit yang gagal paham dengan maksud Renal.

"Intinya lo harus bantuin gue. Anggap aja derita lo gak malmingan juga dirasain setiap orang," jawab Renal sambil tersenyum nakal.

"Gak ah. Gue ikhlas kalau gue aja yang sial," tolak Adit yang mulai paham dengan maksud Renal.

"Yaelah, sok baik lo. Sama gue gak ada kek gituan tuh. Yaudah, gak pa-pa sih, kalau lo nolak. Gue bisa nikung lo buat ngerebut si Anggi. Secara si Anggi aja ngeidolain gue," goda Renal membuat Adit menatapnya datar. Kalimat yang sudah menjadi andalan baginya.

Single Sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang