SSH 06

22 10 32
                                    

Sudah beberapa hari ini, saudara kembar tidak identik itu tak saling bicara, tepatnya Rasya yang terus mendiami Rafka. Setiap kali Rafka mengajak Rasya bicara pasti tak digubris oleh sang empu. Rafka pun tak mengerti akan perubahan sikap sang adik.

Saat ini Rasya dan keluarganya sedang bersantai di ruang keluarga. Selepas makan malam bersama, Irham selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama sang istri dan ke-dua anaknya. Irham dan Alda duduk di sofa sambil menonton tv sedangkan Rasya dan Rafka duduk selonjoran di bawah dengan beralaskan kerpet berbulu.

Tadinya Rafka duduk di dekat Rasya, namun Rasya selalu saja bergerak menjauh darinya.

Rasya berdiri dari duduknya. "Yah, Mah, Ara duluan ke kamar ... udah ngantuk" pamitnya lalu beranjak untuk ke kamarnya.

"Gue ada salah apa sih?" batin Rafka bertanya-tanya. "Aka juga duluan ke kamar," pamitnya dan dibalas anggukan pula oleh Irham dan Alda.

Bukannya memasuki kamarnya, Rafka malah melewatinya begitu saja. Tujuannya saat ini adalah ke kamar sang adik. Tanpa mengetuk pintu atau pun bersalam Rafka langsung saja menyelong masuk. Namun, ia tidak mendapati keberadaan orang yang dicari. Langkah kakinya membawanya ke balkon kamar itu dan netranya menangkap objek yang dicari sedang memandangi langit malam.

"Ra, kenapa sih?" Ia ikut memandangi langit di samping Rasya.

Pertanyaan yang ia lontarkan tidak juga dijawab oleh sang empu, melirik keberadannya saja pun tidak. Ia hanya fokus menatap langit malam yang gelap dan sama sekali tidak menarik perhatian.

Rafka kesal dicueki seperti ini. Pikirnya ia tidak mempunyai kesalahan apa-apa tapi kenapa ia seperti orang yang telah membuat kesalahan. "Lo kenapa sih, Ra?!" tanyanya dengan sedikit sentakan.

Rasya menoleh pada Rafka. "Gue kecewa sama lo." Tidak ada kata 'Aka' atau 'bang' yang biasa Rasya gunakan saat berbicara pada Rafka.

"Kecewa? Maksudnya apaan?" tanyanya semakin bingung.

"Pikir aja sendiri dan sekarang keluar dari kamar gue!" Selepas mengatakan itu ia memasuki kamarnya kembali dan langsung menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur dengan posisi telungkup.

Rafka semakin pusing memikirkan apa kesalahannya pada sang adiknya itu. Tak ingin menghancurkan perabot di sekitarnya ia memilih untuk kembali ke kamarnya.

***

Pagi ini Renal ke sekolah lebih cepat dari biasanya. Sekolah masih terlihat sepi, bukannya ke kelas ia malah memilih untuk ke kantin. Memang setiap penjual di kantin sudah buka sejak subuh.

Setibanya di kantin, Renal langsung duduk di salah satu bangku ibu kantin.

"Eh, Nak Renal. Kok tumben pagi-pagi udah ke kantin?" tanya bu Vina, salah satu ibu kantin yang sudah lama membuka usaha kecil-kecilan di SMAN Atlantik. Umurnya sudah 45 tahun dan pastinya sudah berkeluarga.

"Mau curhat sama Ibu ... boleh 'kan?" tanya Renal yang nampak serius.

"Boleh dong, ayo cerita sama ibu. Ibu Mau denger kisah kamu dengan Nak Rasa," balas bu Vina membuat Renal kaget. Tau saja apa yang ingin ia curhatkan.

Renal menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa malu, malu karena ketauan sebelum memberi tau.
"Rasa mulu nyebut Rasyanya ... Ibu nikah sama suami Ibu gimana ceritanya?"

"Lah, kenapa pertanyaannya jadi ganti topik? Malah jadi ke ibu sama suami ibu." Bingung bu Vina sambil tertawa.

"Maksud Renal gini, Ibu kan seorang wanita yang pernah menjadi perempuan. Cara naklukin hati seorang perempuan itu gimana? Secara kan, Ibu udah berpengalaman."

Single Sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang