"Ke ruang BK sekarang!"
"Tapi Pak, ki-"
"Se-ka-rang!"
Renal yang ingin menjelaskan tak mampu berkata-kata jika pak Harsen selaku guru BK di SMAN Atlantik ini sudah memerintah dengan sorot pandang yang mampu membuat lawannya mati kutu.
Belum memasuki kelas pak Harsen sudah muncul di depan pintu. Tapi rasa takutku berangsur menghilang karena pikirku yang bakal masuk adalah wali kelas kami yang penilaiannya sangat ketat, apalagi ia menyandang sebagai Ibu guru Sastra Indonesia.
"Baik Pak, kami ke ruang BK sekarang." Renal kaget dengan perkataanku. Mungkin tak menyangka aku bersikap biasa saja berhadapan dengan pak Harsen apalagi selama dua tahun terakhir bersekolah, aku tak pernah melakukan kesalahan atau melanggar peraturan. Mungkin dia bertanya-tanya kemana hilangnya ketakutanku tadi.
Aku berjalan duluan ke ruang BK yang letaknya ada dihadapan kelas kami, hanya dipisahkan oleh lapangan upacara meninggalkan Renal yang masih mematung di tempat bahkan tidak mendengar ucapan pak Harsen yang sudah berkoar-koar di belakangnya.
Baru beberapa langkah aku memberhentikan langkahku, merasa sedikit kasihan dengan pintu di samping pak Harsen yang pastinya sudah tuli saat ini.
Kuambil penutup pulpen yang ada di saku baju putihku lalu kulemparkan pada wajah Renal yang masih menatapku dan ... tepat mengenai hidungnya. Walaupun pelan mampu membuatnya sadar kembali.
"Renal Al Fariz!" teriakkan kali ini dari pak Harsen berhasil.
"Iya Pak!" sahut Renal balas berteriak.
"Kamu teriakkin saya?" tanya pak Harsen yang seolah-olah dapat kulihat kepalanya sudah bertanduk dengan urat leher yang memberontak ingin keluar.
"Bu-Bukan gitu Pak," jawab Renal gugup.
"Ke ruang BK sekarang! Kamu tuli atau tidak punya telinga?"
"I-Iya Pak, saya ke sana sekarang." Renal langsung berlari ke ruang BK tak lupa menarik pergelangan tanganku.
Letak ruang BK tepat di samping kiri ruang guru yang artinya berhadapan dengan kelas kami, hanya dipisahkan oleh lapangan upacara.
Aku melepaskan tanganku saat sudah sampai di depan ruang BK.
"Ngapain narik tangan gue?" tanyaku kesal. "Pakai acara lari-larian lagi.""Aneh lo. Tadi aja pucet pas di depan kelas IX, giliran udah sama pak Arsen santuy-santuy aja ... Lo gimana sih?"
"Hm, gak gimana-gimana tuh." Aku memasuki ruang BK saat melihat pak Harsen sudah datang.
"Gak jelas-"
"Ngapain masih disini? Masuk!" Pak Harsen memotong ucapan Renal dan lagi-lagi Renal memegang dadanya karena kaget.
Renal pun masuk lalu berdiri di sampingku menghadap pak Harsen yang menduduki kursi kebesarannya.
"Kalian ini bukan lagi anak-anak yang harus digiring ke kelas jika pengingat masuk sudah berbunyi. Hari pertama masuk sekolah itu harusnya pemikiran kalian lebih luas. Kalian ini siswa yang berprestasi tidak usah mencoreng nama baik kalian di tahun ajaran baru ini! Kalian berdua sebagai ketua kelas dan wakil kelas harusnya memberikan panutan pada teman sekelas kalian dan adik-adik kelas yang menjadi junior ... " Pak Harsen menjeda ceramahnya untuk mengambil napas.
"Untung saja saya yang masuk di kelas kalian, kalau kepala sekolah bagaimana? Niat saya baik ingin mengisi jam kosong kalian berhubung wali kelas kalian tidak hadir, tapi saat saya masuk kelas kalian sangat berisik dan parahnya, ketua dan wakil kelasnya hilang entah kemana." Diambilnya botol berisi air mineral kemudian diteguknya hingga tandas tak tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Sampai Halal
Teen FictionPrinsip hidup pasti ada pada setiap insan. Rasya Irsyakail, seorang gadis SMA dengan mottonya "Single sampai halal." Pertemuan-pertemuan yang tak bersahabat dari Renal Al Fariz, sang rival. Hingga ia menghadirkan kalimat, "Gue yakin kita jodoh." Sa...