SSH 09

6 3 11
                                    

"Aka! Ara! Bangun sayang udah pagi ini! Hari minggu bukan buat males-malesan!" Teriakkan Alda dari lantai satu itu belum juga membangunkan kedua anaknya yang masih tertidur di lantai beralaskan karpet berbulu tepat di samping tempat tidur.

"Ayah sama mama mau keluar dulu! Jangan lupa kalian nyuci!" Tak lama terdengar suara nyala mobil yang menjauhi rumah.

Dengan mata terpejam, Ara duduk sambil menguap. Perlahan netranya terbuka seiring nyawanya terkumpul kembali.

"Lah, tidurnya kenapa bisa di bawah?" Rasya mengalihkan pandangannya ke samping, tepatnya pada seorang pemuda yang masih terlelap dengan mata ditutupi bandana. Siapa lagi jika bukan sang abang kembar tidak identiknya yang tampan itu.

Bandana berwarna hitam yang biasa Rafka ikat pada dahinya. Ia menggunakannya di mana saja, kecuali di rumah dan di sekolah.

Rasya mengguncang pelan lengan Rafka. "Ka, bangun Aka!"

"Hm? Tidur, masih gelap," racau Rafka tanpa adanya gerakan apapun.

Rasya yang kesal langsung saja menarik ikatan bandana itu sambil mencubit pelan tangan Rafka. Seketika Rafka langsung terbangun sambil meringis.

"Kenapa dicubit?" tanya Rafka sambil melepas ikatan bandananya.

"Kenapa dicubit?" beo Rasya. "Tadi yang bilang masih gelap siapa? Liat tuh udah siang. Ngapain tidur makai bandana segala sih? Eh, ... Siang?" Rasya bangkit lalu membuka horden jendela kamarnya. "Huaaa! Aku ketinggalan subuhnya! Kenapa gak bangunin Ara sih, Ka? Semalam Ara lupa nyetel alarm!"

Rafka hanya meringis melihat Rasya yang terus mengoceh disusul kehisterisannya karena ketinggalan salat subuh.

Beginilah jadinya jika Rasya lupa memasang alarm. Jika ia tidak terbangun maka akan kebablasan sampai siang, apalagi hari ini adalah hari minggu.

"Aka juga gak sadar udah siang. Semalam juga gak tau kapan listrik nyala," ucap Rafka.

*Semalam ....

Di luar sedang hujan. Rafka yang duduk di sofa sambil membaca buku melihat jam dinding yang ada di ruang keluarga. Jarum pendeknya tepat mengarah pada barat laut apabila disesuaikan dengan arah mata angin. Tepatnya sudah jam 22.30.

"Aka! Mama udah pulang?" Rafka beralih menoleh pada Rasya yang sedang menuruni tangga dengan membawa beberapa buku hingga ikut selonjoran di depan tv dengan bersandar pada sofa sekaligus mengangguri sofa-sofa yang empuk itu.

"Yee ... ditanya malah diam mulu. Butuh hair dryer atau microwave nih?"
tanya Rasya jutek.

Rafka mengerutkan dahinya lalu bertanya, "Buat?"

Rasya membuka buku pelajarannya. Mengecek materi untuk belajar besok. "Hangatin dinginnya malam," sindirnya masih fokus pada buku di tangannya.

"Ra, masak gih!"

Malam ini entah kebetulan atau bagaimana Irham dan Alda belum juga pulang. Sayangnya tak ada satu pun asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh Irham, lantaran larangan sang istri yang sepemikiran dengannya untuk hidup mandiri.

"Males ah," balas Rasya.

Rafka bangkit dari sofa lalu berjalan menuju dapur. Bahan masakan lengkap di kulkas. Berhubung yang bisa ia buat hanyalah nasi goreng maka ia memilih membuat itu saja.

Rafka bingung karena kompor gasnya tidak bisa dinyalakan. Setelah dicek ternyata gasnya habis.

Dengan lesu Rafka kembali ke ruang kelurga dan kembali berbaring di sofa panjang. Rasya yang melihatnya menatap bingung.

Single Sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang