Line 33

2.8K 193 13
                                    

Mereka sampai di rumah Dareen, saat dijalan tadi Dareen tertidur kembali, jadi sekarang Aksa harus menggendong Dareen lagi sampai ke kamarnya. Untungnya tubuh Dareen lebih kecil dari Aksa, jadi tidak ada kesulitan bagi Aksa.

Sampai dikamar Aksa menidurkan Dareen di kasurnya, kemudian menyelimuti Dareen sampai dada.

Aksa akan menemani Dareen disini, karena dirumah Dareen tidak ada siapa siapa, Aksa takut jika dia pulang terjadi sesuatu pada adiknya.

Begitupun Kenan dan Farel yang sama khawatirnya dengan Aksa, pasalnya saat ini Dareen terlihat seperti mayat hidup, mukanya sangat pucat, ditambah badannya yang kurus.

"Lo berdua kalo mau pulang gapapa, biar gue aja yang jaga Dareen disini"

"Gue disini aja,gue masih mau liat Dareen" Itu Farel yang berbicara.

"Gue juga masih pengen disini sama kalian", kali ini Kenan yang berbicara.

Aksa mengangguk, kemudian Aksa melihat Dareen disebelahnya. Adiknya ini tiba tiba berkeringat, padahal diruangan ini ada AC, dan itupun menurut Aksa dingin.

Tunggu, Berkeringat?

Aksa menempelkan telapak tangannya pada dahi Dareen, Aksa terkejut badan Dareen benar benar panas sekarang.

"Badan Dareen tiba tiba panas banget" Ucap Aksa panik.

Farel yang sedang duduk di sofa pun langsung bergegas kedekat laci, Dia mengambil termometer disana dan menyerahkannya pada Aksa.

"Suhu badan Dareen tinggi banget, 38°"

"Gue bakal hubungin dokter yang udah biasa nanganin Dareen, bentar" Ucap Farel, kemudian keluar dari kamar Dareen.

"Gue mau bawa kompresan dulu dibawah, lo tungguin Dareen dulu ya", Aksa menyuruh Kenan untuk duduk disamping Dareen. Tapi saat ia akan beranjak Dareen menghentikannya, "Abang disini aja, jangan kemana mana", Dareen berbicara pada Aksa dengan sangat lemah.

Aksa tidak bisa apa apa, "kalo gitu, gue minta bantuan lo ya buat ambil air sama lap buat Dareen"

"Ok tunggu bentar" Kenan segera berlari meninggalkan Aksa dan Dareen.

Tak lama, terdengar rintihan dari mulut Dareen.

"Akhh... Sshhh... Aaaaa...kkhh", Dareen sedikit berteriak, keringat dingin pun membasahi Dareen, dahinya mengkerut tanda dia menahan sakit yang amat pada perutnya.

"Ren Lo tenang ya, bentar lagi dokter datang", Aksa benar benar panik sekarang, dia tidak bisa berbuat apa apa selain menenangkan adiknya saat ini.

"Ba..aang... Sa...kit..ahhhh... Shhh", Dareen semakin meremat perutnya dengan kuat, "Bun..da.. saa..kiitt..akhh.. akhh...", Perut Dareen benar benar sangat sakit sekarang, lebih dari tadi .

Aksa yang semakin panik adiknya benar benar kesakitan, berteriak pada Farel agar dokternya segera datang," Farel dokternya suruh cepet, keadaan Dareen makin parah".

Aksa menggenggam tangan Dareen, dan mengusap keringat di pelipis Dareen.

Sedangkan Farel yang mendengar teriakan Aksa, segera masuk kedalam. Farel naik ke kasur Dareen, dan berusaha menenangkan Dareen. Sudah lama lambung Dareen tidak kambuh, terakhir kali saat lambung Dareen kambuh dia harus dirawat dirumah sakit selama seminggu. Dan Farel tidak mau kejadian itu terulang kembali.

Kenan masuk ke dalam kamar Dareen, dia terkejut melihat keadaan Dareen dan melihat wajah panik Aksa dan Farel. Kenan segera menghampiri mereka dan memberikan kompresan pada Aksa.

"Sa mening loe kompres dulu badan Dareen sambil nunggu dokter dateng, biar panas Dareen turun", titah Kenan.

Aksa mengangguk, kemudian mulai mengompres di dahi Dareen. Dareen masih dalam keadaan seperti tadi, merintih dan meremat perutnya.

Dareen A Melviano [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang