🍇 18

681 122 8
                                    

"Maaf."

Perlahan Erkan mengangkat dagu Kinta, tapi gadis itu masih tak mau menatapnya. Maka darinya, Erkan pun memanggil perempuan di depannya ini dengan lembut.

"Kinta?"

"Hiks."

Erkan mengerjap beberapa saat, kemudian ia menyiapkan dirinya untuk menyampaikan semua yang ada di benaknya. "Maaf karena pernah jatuhin buket bunga ke kepala lo."

Ucapan Erkan terasa tiba-tiba dan membuat Kinta jadi melihatnya.

Saat itu, Erkan bisa menangkap dengan jelas mata Kinta yang masih berkaca-kaca, sangat, bahkan cukup merah.

Jangan nangis, Kinta. Erkan tidak bisa melihat kamu seperti itu.

Sejak lelaki itu sering melihat Nova--mamahnya--menangis, dari sana Erkan jadi benci kepada perempuan. Ia menganggap wanita adalah makhluk keras kepala yang pada kenyataannya hanyalah sosok yang lemah dalam menerima segala hal. Erkan menganggap wanita adalah  beban dan ia juga tidak mengerti kenapa perempuan terlalu ketergantungan dengan laki-laki. Namun, perasaannya saat melihat Kinta berbeda, Erkan tidak bisa benci. Malahan, Erkan bisa menyalahkan dirinya sendiri dan sadar bahwa yang ia lakukan kelewatan.

"Maaf karena pernah nyuruh lo cuci seragam gue. Maaf karena nyimpen gorengan ke kepala lo. Maaf karena sering kasarin lo di depan orang-orang."

Hati Kinta bertambah sesak saat mendengar itu semua, maka dari itulah air mata tak henti membanjiri pipinya.

"Maaf kemaren sampe nendang kabinet dan ngebuat lo takut. Maaf karena gue ngelampiasin emosi dengan komen gak jelas kayak yang lo baca. Kinta, maaf ...."

Kinta memegang tangan Erkan yang sedaritadi tak melepas tangkupan pipinya, kemudian ia pun malah menangis lebih keras.

Erkan memajukan tubuh dan berpindah jadi ke sisi Kinta. Langsung, ia pun merengkuh gadis itu dari samping.

"Erkan ...." Kinta sedikit mendongak karena tak percaya. "Hiks."

"Hm? Kok tambah nangis?" tanya Erkan khawatir. Kinta langsung menggeleng dalam ceruk leher dekat bahu Erkan, lalu tangannya melingkar di pinggang lelaki itu.

Erkan tersenyum kecil sembari mengeratkan pelukannya dan sesekali mengusap pelan lengan atas Kinta.

Menunggu beberapa saat, Erkan kemudian menundukkan kepalanya saat tangis Kinta cukup mereda. "Maafin gue gak?" tanyanya sambil membawa helaian rambut Kinta ke belakang telinganya.

Kinta mengangguk.

Saat tangisnya telah usai, Kinta masih melamun dalam pelukan Erkan. Lalu tak lama setelahnya, barulah ia mulai melepas pelukannya. Namun, Erkan segera menahan gerakan tangannya dan sontak membuat Kinta menengadahkan kepala. Gadis itu mengerjap, menatap Erkan yang sedang melihat lurus ke depan, tapi kemudian lelaki di samping Kinta ini mengarahkan tangannya untuk membawa kepala Kinta kembali bersandar seperti sebelumnya.

"Erkan?" panggil Kinta.

"Hm?"

"Maksudnya emas apa?"

Sejenak, Erkan menoleh ke bawah. "Tebak," suruhnya.

"Kinta mahal?" tanya gadis itu yang tengah menatap tangan kiri Erkan, yang tadi menahan tangan kanannya barusan untuk tak menjauh.

"Emang lo bisa dibayar?" balas Erkan yang segera Kinta timpali dengan ngga!

"Kinta bersinar?" Gadis itu kembali menyebutkan kemungkinannya. "Kinta berharga?"

Erkan terdiam sejenak sampai akhirnya ia menempatkan dagunya di atas kepala Kinta.

"Maksud emas tuh, lo kayak mas-mas Jawa, gitu."

Blackcurrant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang