🍇 43

286 58 1
                                    

Lift terbuka.

Erkan melangkah keluar, kemudian mendengar suara musik yang menggema dari arah kanan.

"Ayo, Er," ajak Nova yang lebih dulu melangkah di lorong itu.

Erkan mengikutinya.

Mereka terus berjalan hingga perlahan gapura berbalut balon warna putih terlihat di mata Erkan. Pun karpet merah yang mulai lelaki itu pijak saat ini.

Beberapa karyawan lalu lalang. Namun satu hal yang bisa Erkan nilai; pesta itu sepi. Bahkan mungkin tamunya baru mereka, atau ... sebenarnya bukan di sebelah sini acaranya?

Erkan masih mencari, mencari tahu pesta siapa ini, pesta apa ini, sebab sejak sore Nova hanya bilang itu acara teman kerjanya, hingga jelas di awal Erkan menolak untuk ikut. Namun mamanya itu amat memaksa, jadi mau tak mau Erkan yang sedang bekerja pun menjemput Nova untuk pergi ke tempat ini sama-sama.

Kelap kelip lampu Erkan lihat saat kepalanya tertoleh ke samping kiri, ia masih memperhatikan keadaan. Dekorasi elegan dengan dominan putih di tempat ini ... Erkan rasa ini acara pertunangan? Entahlah.

Kembali meluruskan kepala, seseorang datang dan seketika membuat Erkan membuka matanya lebar.

Cepat-cepat ia melangkah mundur, apalagi saat orang itu memanggil namanya.

"Erkan." Sebuah suara berat yang rasanya tak ingin Erkan dengar lagi.

Sekilas Erkan menatap ke arah mamanya untuk meminta jawaban, tapi Nova hanya diam.

"Erkan papa ingin bicara dengan kamu."

Safira berjalan sampai dirinya berdiri di samping Daffa. Melihat itu, Erkan kembali kesal.

Lelaki itu berlari ke lift dan menekan-nekan tombol agar pintu segera tertutup. Papanya sempat ingin menerobos masuk, tapi gagal karena hampir saja terjepit.

Di dalam lift, Erkan menekan tombol acak, agar setidaknya tidak langsung sampai di lantai dasar karena Daffa sudah pasti menunggu di sana.

Lantai 5, menjadi tujuan Erkan saat ini.

Tatapan lelaki itu mengarah ke atas di mana terdapat informasi lantai ke berapa, tapi anehnya setelah lantai 5, lift masih terus turun. Segera Erkan memencet tombol pintu terbuka karena takut-takut lift itu gangguan. Namun, ternyata lift berhenti tepat di lantai dasar.

Sial, apakah sekarang lift juga bisa disabotase?

Denting lift kemudian terdengar. Cepat-cepat Erkan keluar dari sana untuk mengambil motornya. Namun, beberapa petugas malah menghalangi pintu masuk.

Tanpa pandang umur dan memperhatikan kesopanan, Erkan langsung saja menghajar petugas-petugas tersebut dengan mulutnya yang sama sekali tidak berkata apapun. Ia tahu semua kerjaan ayahnya. Dan ia hanya ingin semuanya menyingkir.

Erkan meninju, menendang, dan mengerahkan segala kekuatannya untuk mendobrak ataupun menarik orang-orang itu, tapi sialnya mereka terlalu banyak. Mereka berhasil membuat Erkan kelelahan sampai napasnya terengah-engah.

"Erkan." Suara bariton itu terdengar lagi di telinga Erkan.

"Tetap hadir di acara dan jangan naikkan egomu kali ini!" bentak pria itu.

Erkan kembali mendobrak kerumunan penjaga dengan emosi. Urat-urat merah di matanya bahkan semakin jelas terlihat.

Namun, Erkan mulai menyerah.

Ia kemudian memundurkan tubuhnya dan berbalik ke belakang.

"Er mau dateng ke tempat ini bukan untuk ini, Ma!" protesnya keras-keras pada Nova yang hanya memandangnya dengan tatapan putus asa.

Blackcurrant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang