🍇 26

552 113 22
                                    

Nova masuk ke kamar sang putra setelah sebelumnya ia diberitahu oleh Kinta bahwa Erkan sakit. Memandang putranya sejenak saat masih di dekat pintu, selanjutnya Nova pun berjalan mendekatinya. Ia duduk di tepi ranjang sambil berangsur mengusap kepala Erkan.

Dalam diamnya, wanita paruh baya itu sejujurnya mengucap banyak maaf meski hanya di dalam hati. Ia merasa telah gagal menjadi seorang ibu. Ia merasa keteteran dalam banyak hal, bahkan barang membuat camilan untuk Erkan yang juga sudah lelah bekerja saja seringkali tak terlaksana.

Hidup hanya berdua dengan anaknya terasa sangat berat, tapi memaksakan tetap hidup bersama suaminya akan terasa sangat menyiksa.

Daffa menyimpan kembali gelasnya di meja restoran. "Bujuk Erkan untuk kembali ke rumah saya."

"Erkan menolak keras."

"Apa yang dia mau?"

"Yang selalu dia bilang pada kamu," balas Nova.

Daffa memejamkan mata dan menyenderkan dirinya pada sandaran kursi. "Aku tidak bisa melepaskan mereka."

"Dan Erkan benci karna kamu demikian."

Perlahan, mata Daffa terbuka kembali. Ia kemudian menatap manik mata Nova dengan serius. "Bagaimana dengan kamu?"

"Meski ada satu alasan yang membuat saya harus bertahan dengan kamu, tapi Erkan pun pernah bilang bahwa saya tidak boleh terus menyiksa diri."

"Sejak kapan perasaanmu terlibat dalam pernikahan kita?"

Nova meneteskan air mata, baik, memang sejak awal pernikahan hanya ia saja yang mencoba mencintai pasangannya.

Mungkin selama ini Daffa tak pernah sadar bahwa hanya Nova yang menangis saat lelaki itu gagal, dan hanya Nova yang bahagia saat lelaki itu berhasil. Finalnya, Nova tak berharap imbalan uang, ia hanya berharap keluarga kecilnya tetap utuh dan bahagia. Itu saja.

Lagi-lagi air mata Nova menetes, tapi kali ini ia cepat-cepat menghapusnya. Kemudian, wanita itu pun mengeluarkan ponsel dan mengetikkan pesan untuk seseorang.

Kinta, terimakasih ya

***

"Pokoknya kalo Erkan lemes izin ke UKS aja ya?" peringat Kinta saat mereka jalan bersama di koridor. "Kalo butuh obat, minta ke anak PMR. Kalo ada yang pegel-pegel, boleh dispen aja buat ketemu Nai-nai. Kalo gejala penyakitnya ada yang parah, langsung ke mmmppp---"

Erkan yang posisinya di belakang Kinta segera menutup mulut gadis itu. Kemudian, kepala Erkan turun sampai di dekat ke telinga Kinta. "Iya, cerewet ...."

Kinta langsung merasa kesal, maka darinya ia pun meraih tangan Erkan dan menyingkirkannya supaya melepaskan bekapan. "Kinta gak cerewet!" teriaknya seraya berbalik badan.

"Cerewet."

"Ngga, Erkan! Awas aja, nanti Kinta bakal buat gform buat survey Kinta cerewet ato ngga, oh sama SG yes or no."

"Pasti yes nya lebih banyak," tebak Erkan percaya diri.

"Pasti banyak yang no!"

"Ngga akan. Yang bilang lo gak cerewet cuma lo doang!" kata Erkan sambil mencubit dua pipi Kinta dan menariknya cukup jauh.

Kinta memekik dan segera menginjak kaki Erkan, tapi laki-laki itu berhasil menghindar.

Baru saja Erkan mau melukiskan senyumnya, temen sekelas dia tiba-tiba saja lewat.

"Er?"

Erkan segera berdehem lalu melepaskan kedua tangannya dari pipi Kinta dan langsung memasukkannya ke dalam saku. "Ehm. Hah?" tanyanya dengan lagak sok cool.

Blackcurrant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang