🍇 24

653 109 24
                                    

Erkan diam.

"Erkan?" panggil Kinta sekali lagi, takut-takut suaranya tidak terdengar. Namun sepertinya, Erkan sengaja mengabaikan dia dan karena itu Kinta pun menurunkan pandangan serta tangannya.

Di belakang Erkan, Kinta hanya menikmati suara derau angin yang juga sedang menusuk kulit tubuhnya malam ini. Tak ada suara Erkan, dan tak ada keberanian untuk Kinta menjahili lelaki itu. Nyali Kinta telak menciut.

Sampai di depan rumah, Kinta mengatakan, "Makasih Erkan," seusai dirinya turun dari motor, tapi Erkan hanya menerima helmnya lalu mengarahkan motor untuk berputar balik sebelum benar-benar pergi, menyisakan bising knalpot sesaat yang Kinta dengar.

***

Cemburu lah itu, Ta! ujar Vina.

Kinta berpikir kemungkinan lainnya sambil jalan ke sana kemari di pinggir kasur dengan ponsel yang ia pegang di depan wajahnya. Kemudian, sudut pandang lain pun muncul.

"Ah, ngga ngga! Adel, Vina, Kinta tau! Pasti Erkan cuma badmood karena liat Dariel."

Vina langsung menggeleng.

No no no no no. Badmoodnya tuh karena lo nya sama Dariel, Ta!

"Tapi kan Erkan punya masalah sama Dariel! Make sense dong." Kinta beralasan.

Tapi feeling gue berkata kalo lo terlibat dalam perubahan sikap Erkan itu, kata Adel.

"Ah ...," keluh Kinta frustasi. "Semisal nih, Erkan beneran cemburu. Trus Kinta harus ngapain?" tanyanya gemas.

Inilah Bunda kenapa status itu diperlukan, ucap Vina. Selanjutnya, gadis yang tengah skincare-an itu menghadap ponselnya dengan benar.

Minimal deh, Ta, lo minta maaf sama dia. Walau keliatannya emang kayak gak beralasan, pokoknya minta maaf aja!

"Minta maaf?"

Hm!

Kinta berpikir sejenak kemudian mengobrol beberapa menit lagi dengan Vina dan Adel. Setelah topik usai, gadis berponi itu mematikan ponselnya dan langsung merebahkan diri di kasur sambil menatap langit-langit kamar.

***

Di pagi hari, samar-samar Kinta mendengar suara laki-laki dari lantai bawah. Maka darinya, ia pun mempercepat persiapannya sebelum pergi sekolah.

"Kinta udah cantik. Seragam? Rapi. Tas?" Kinta bermonolog sendiri di depan kaca. Selanjutnya, ia pun mengambil tas di atas meja belajar lalu menyampirkan talinya di salah satu bahu. Kemudian saat menutup pintu kamar, barulah sekalian ia memakai tas ranselnya itu dengan benar.

"Nai ... Kak Leo udah di dep--" Ucapan Kinta terhenti, pun kakinya yang tidak melanjutkan geraknya juga. Kinta membeku saat melihat sosok mirip Erkan ada di depan Nai-nainya. Namun dari posisi gadis itu berada, orang tersebut sedang membelakanginya.

"Cucu Cantikku?"

Orang di depan Nai-nai mengikuti arah pandang sang nenek lalu menemukan Kinta di tangga. Benar, itu Erkan, bukan sekadar mirip lagi!

"Kemari Cucu Cantikku. Ada yang ingin Nai-nai bicarakan."

Erkan berpamitan kepada Nai-nai, kemudian berjalan keluar rumah sambil membawa selembar kertas dan sebuah pulpen.

***

Leo yang sedang santai memanaskan mobil sebelum berangkat sekolah tiba-tiba saja disodorkan kertas dan pulpen.

Memandang sang pemilik tangan dengan heran, Leo kemudian mengambil kertasnya dahulu. Selanjutnya matanya bergerak membaca isi kertas, kertas yang merupakan sebuah surat kesepakatan lengkap dengan materai.

Blackcurrant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang